SAUMLAKI (MALUKU) – Karena kerinduan menghadirkan terus karya Misionaris Hati Kudus Yesus (MSC) di Kepulauan Tanimbar setelah 100 tahun dibuka oleh misionaris MSC Belanda, Tarekat MSC mendirikan Pusat Pelayanan MSC (MSC Centre) di Saumlaki, ibu kota Kabupaten Maluku Tenggara Barat (MTB).
MSC Centre yang dilengkapi MSC Ureyana Convent, Memorial Chapel, dan pusat jaringan komunikasi (radio dan internet) diresmikan dengan pengguntingan pita oleh Uskup Amboina Mgr Petrus Canisius Mandagi MSC dan pembukaan oleh Asisten General MSC Pastor FX Wahyudi MSC.
Sekitar 2000 umat Paroki Saumlaki dan paroki-paroki sekitarnya, Sekda Mathias Malaka yang mewakili Bupati MTB, lebih dari seratus imam dan biarawati PBHK, TMM (Tarekat Maria Mediatrix), DSY dan ALMA yang bekerja di seluruh kepulauan Tanimbar, menghadiri acara peresmian dan Misa yang dirayakan di depan Memorial Chapel, 21 Oktober.
Perayaan dalam rangka 100 Tahun Karya MSC di Indonesia yang dimulai di Kepulauan Tanimbar dilengkapi dengan penandatangan prasasti-prasasti dari gedung-gedung di MSC Centre dan makan malam bersama serta tari-tarian umat hingga tengah malam.
Mgr Mandagi menyambut baik MSC Centre karena meski belum 100 persen selesai namun telah dimaksimalkan dengan susah payah untuk memeriahkan 100 Tahun Misi Gereja lewat misionaris MSC yang masuk Tanah Tanimbar.
“Kehadiran karya MSC lewat MSC Center memberikan jawaban atas kebutuhan masyarakat Tanimbar yang secara ekonomis perlu pemberdayaan. Spiritualitas MSC dengan tekanan option for the poor sangat relevan dalam karya pastoral di Tanimbar, yang separuh penduduknya beragama Katolik, namun masih hidup dalam kemiskinan,” tegas Uskup Amboina.
Uskup berharap MSC Center dilihat sebagai bentuk re-evangelisasi baru masyarakat Tanimbar “yang tidak hanya mengajak dan mendidik orang menjadi Katolik, melainkan mengajarkan bagaimana menjadi manusia yang berdiri sendiri dalam segala aspek, terutama ekonomi, dan menjunjung tinggi moralitas dan penghargaan terhadap sesama, termasuk menjauhkan persengketaan antarsuku yang pada masa lalu masih sangat kuat di masyarakat Tanimbar.”
Ketua panitia Pastor Lambertus Somar MSC melukiskan rencana pelatihan di MSC Center yang dibangun oleh Yayasan Kasih Mulia kerja sama dengan Tarekat MSC. Pelatihan yang akan dilaksanakan adalah bidang sosial, ekonomi, dan budaya untuk masyarakat Tanimbar, bahkan “dengan kemungkinan pemberian beasiswa bagi siswa dan mahasiswa berprestasi dengan komitmen membangun Tanimbar.”
Bupati Bitzael S Temmar mengatakan dalam sambutan yang dibacakan Mathias Malaka bahwa MSC Center akan membantu memberdayakan rakyat Tanimbar. “MSC Center merupakan wujud komitmen Gereja Katolik untuk terus menghidupkan masa depan rakyat Tanimbar sesudah 100 tahun Gereja Katolik masuk.” Memperingati 100 tahun misi itu, bupati mengarang lagu “Injil Yesus Kristus Ditaburkan” yang dinyanyikan oleh kelompok Nanako Group dari Jakarta.
Frits H Pangemanan mengatakan kepada PEN@ Indonesia, upaya pendirian MSC Centre berawal dari kerinduan untuk menghadirkan terus karya MSC di Kepulauan Tanimbar ”setelah 100 tahun dibuka oleh misionaris MSC Belanda.”
Bersama CJ Bohm MSC, Frits menulis Sejarah Gereja Katolik di Tanimbar, 1910-2010. Buku yang akan diterbitkan oleh Penerbit Kanisius bulan November itu disertai kata pengantar dari Mgr PC Mandagi MSC. Perayaan 100 Tahun akan dimeriahkan di tingkat Keuskupan Amboina bulan Oktober 2011 untuk ”menandai pembaptisan pertama dari sejumlah umat di Kepulauan Tanimbar.”
Tanah Tanimbar dibuka pertama kali oleh Prefek Pastor Dr Mathias Neyens MSC di bawah Prefektur Apostolik Nederlandsch Nieuw Guinea yang berpusat di Langgur, dalam kunjungan penelitiannya untuk membuka karya di sana Juni 1910.
Sejarah itu, jelas Frits, bisa dibaca dalam buku Sejarah Gereja Katolik di Tanimbar, 1910-2010. Buku itu menceritakan, bulan September 1910 tiba dua misionaris pertama, utusan Prefek Mathias Neyens, di pantai Waitole di Petuanan Lauran atau Sifnana (bagian Selatan Pulau Yamdena). Mereka adalah Pastor Yoseph Clerks MSC dan Eduard Cappers MSC.
Januari 1911, lanjutnya, tiba misionaris lain, Pastor Louis Nieuwenhuis MSC untuk membantu pembukaan misi di daerah yang dikenal saat itu sebagai head-hunting society (masyarakat pengayau).
Kaum Protestan yang lebih dulu mencoba masuk wilayah itu mengundurkan diri karena ketakutan akan pengayauan. Beberapa di antaranya termasuk seorang pendeta bahkan dibunuh. Namun, kehadiran misionaris MSC Belanda diterima baik oleh suku-suku setempat. Ini membuat Gereja Katolik berkembang baik di wilayah itu, jelasnya.
Dalam waktu kurang dari dua tahun dibuka empat stasi besar, Stasi Olilit, Lauran, Amtufu, dan Alusi. Kebijakan untuk memulai penerimaan dan pembaptisan anak sesuai pencanangan para misionaris MSC Belanda saat itu adalah sekitar tiga tahun pasca-masuknya misionaris.
Karena itu, lanjut Frits, pembaptisan resmi pertama anak-anak lewat katekse lengkap baru terjadi di Stasi Olilit, 24 Juli 1913, saat 142 anak lelaki dan wanita dibaptis. Namun, pembaptisan awal tanpa melalui katekese lengkap, seperti pembaptisan kematian, pembaptisan perwakinan baru, dan pembaptisan orang dewasa sudah terjadi di stasi-stasi tahun 1911.
Tahun 1920, setelah Prefektur Apostolik Nederlandsch Nieuw Guinea menjadi Vikariat Apostolik Nederlandsch Nieuw Guinea, dengan uskup pertama Mgr Johannes Aerts MSC, datang para suster PBHK Belanda. Mereka datang ke Langgur menggantikan para suster Fransiskanes yang berkarya di prefektur apostolik itu sejak 1903.
Tahun 1926, para suster PBHK tiba pertama di Saumlaki atas dorongan pemimpin Provinsi MSC Belanda Pastor Brocker yang datang ke Tanimbar sejak 1916. Di era Vikariat Apostolik Nederlandsch Nieuw Guinea, para suster PBHK mulai berkarya di bidang pendidikan, kesehatan dan katekese.
Hasil karya mereka menghasilkan Rumah Sakit Fatima yang kini menjadi satu-satunya rumah sakit yang ada di seluruh Tanimbar. Tahun ini pemerintah Tanimbar akan membuka RS pemerintah pertama di Saumlaki, berdekatan dengan MSC Centre. Lebih separuh dari anak-anak muda sekarang lahir di RS Fatima yang dikelola oleh PBHK dan dimiliki oleh Keuskupan Amboina.
Berkat usaha misionaris MSC, Kepulauan Tanimbar menjadi wilayah berpenduduk Katolik terbesar di seluruh Keuskupan Amboina. Jumlah umat Katolik di Tanimbar hampir 50.000 jiwa dari jumlah penduduk keseluruhan sebesar 98.000 jiwa menurut data BPS Kabupaten MTB.
Sumber: Pena Indonesia