Friday 8 April 2011

Friday, April 08, 2011
Silahkan klik tulisan atau gambar untuk lanjut membaca Warga Kristiani di Transad Indrapura Utara Masih Terancam Kelompok Muslim Radikal. PAINAN (SUMBAR) - Seorang tokoh lokal di Sumatera Barat menyatakan prihatin dengan umat Kristiani yang hingga saat ini masih terpaksa berdoa secara ’sembunyi-sembunyi’ di wilayahnya.

Deri Susanto, seorang ‘wali nagari’ -setingkat lurah- di Transad (Transmigrasi Angakatan Darat) Indrapura Utara, mengatakan kebebasan beragama bagi non Muslim di sana masih terancam. Ia sendiri mengatakan tidak berdaya dengan kondisi tersebut karena ia hanya seorang pegawai di tingkat rendah.

Deri mengatakan keluarga-keluarga Katolik di wilayahnya masih berdoa secara sembunyi-sembunyi setelah rumah yang mereja jadikan tempat ibadah dibakar oleh kelompok radikal tahun 2003. Ia menambahkan kelompok tersebut bukan dari wilayahnya tapi dari tempat lain

“Warga di sini, yang kebanyakan Muslim, tidak keberatan dengan penggunaan rumah sebagai tempat ibadat, karena mereka ingin hidup harmonis dengan orang lain,” kata Deri dalam rapat pada 6 April lalu di Painan, ibukota Kabupaten Pesisir Selatan.

Anggota tim KUB Provinsi Sumatera Barat mengunjungi Painan untuk berdialog dengan bupati dan jajarannya membahas tentang kehidupan beragama di wilayah tersebut dan untuk menemukan cara meningkatkan keharmonisan antaragama.

Dalam pertemuan itu hadir Sekretaris Daerah Kabupaten Rosman Effendi, camat dan walinagari (setingkat lurah) di kabupaten itu.

Dalam kesempatan itu Rosman mengakui bahwa pemerintah belum sepenuhnya mampu memenuhi kebutuhan umat beragama, termasuk kebutuhan rumah ibadah.

Pastor Alexius Sudarmanto dari Keuskupan Padang, kepada ucanews.com mengatakan tak ada satupun tempat bagi umat Katolik untuk beribadah di sekitar Transad. Pastor yang sekali sebulan mengunjungi Indrapura Utara, merayakan Ekarisiti di rumah salah satu umat.

Satu-satunya tempat yang disediakan TNI di Transad juga dipermasalahkan dan tidak dapat digunakan.

Ia menuturkan kalau tidak ada kunjungan pastor, umat pun tidak berkumpul untuk beribadat pada hari Minggu. Bahkan ada yang ke gereja di Bengkulu yang jaraknya mencapai 60 kilometer.

Ia mengaku mengurus izin pendirian tempat ibadah di daerah tersebut tidak mudah karena harus mengikuti persyaratan yang diatur dalam Peraturan Bersama Menteri (PBM ) yakni sedikitnya 90 orang yang dibuktikan dengan KTP, serta dukungan 60 warga masyarakat yang dibuktikan dengan tanda tangan dan KTP.

Sumber: Cathnews Indonesia