Friday 17 June 2011

Friday, June 17, 2011
Silahkan klik tulisan atau gambar untuk lanjut membaca Gereja Katolik Cina Anggap Deklarasi Teks Legislatif Dewan Kepausan Selesaikan Masalah Uskup Ilegal. HONG-KONG (CINA) - Pengamat-pengamat Gereja Cina yakin, deklarasi terbaru dari Dewan Kepausan untuk Teks Legislatif (Pontifical Council for Legislative Texts) terkait pentahbisan ilegal itu tidak hanya mengacu pada isu Cina tetapi juga menjelaskan apa yang hendaknya jangan dilakukan. Deklarasi tersebut ingin melenyapkan segala peluang yang bisa dimanfaatkan oleh sejumlah klerus untuk mengail di air keruh.

Deklarasi tentang aplikasi yang benar dari kanon 1382 dalam Kitab Hukum Kanonik itu menegaskan kembali bahwa hukuman kanonik berupa ekskomunikasi bagi berbagai penahbisan uskup yang tidak disetujui Vatikan.

Dokumen berisi enam poin itu diterbitkan oleh L’Osservatore Romano, harian resmi Vatikan dalam bahasa Italia, pada 11 Juni.

Namun, hingga 14 Juni, baik teks bahasa Inggris maupun bahasa Italia belum dirilis di situs resmi Tahta Suci dan di Vatican Information Service dari kantor pers Vatikan. Pada 11 Juni, melalui direkturnya yaitu Pastor Federico Lombardi, Radio Vatikan menerbitkan ringkasan deklarasi tersebut dalam bahasa Cina.

Teks resmi yang lengkap dalam bahasa Cina dipublikasikan dalam CathNews China, layanan bahasa Cina dari ucanews.com, pada 14 Juni.

Menurut seorang pengacara hukum kanonik, dokumen tersebut menjelaskan makna ekskomunikasi latae sententiae (otomatis), serta bagaimana dan kapan hal itu diterapkan.

Tujuannya deklarasi itu bukan hukuman tetapi “penjelasan betapa pelanggaran disiplin Gereja itu bisa berdampak serius sebagai bencana bagi Gereja, para imam, dan umat beriman khusus dalam kasus pentahbisan uskup tanpa persetujuan paus,” katanya.

Ini merupakan “obat,” yang berarti pelakunya bisa “sembuh dari penyakit, yaitu dengan berdamai dengan Gereja.” Jadi ini dimaksudkan untuk membantu para uskup yang ditahbiskan secara ilegal di seluruh dunia, termasuk di Cina, dan untuk melenyapkan kebingungan umat beriman, tambahnya.

Anthony Lam Sui-ki, peneliti senior dari Holy Spirit Study Centre di Keuskupan Hong Kong, percaya bahwa deklarasi baru ini tidak ditujukan untuk Gereja Cina tetapi merupakan peringatan dengan maksud baik bagi para klerus Katolik di seluruh dunia agar tidak melanggar hukum kanonik.

Ini tentu saja akan menjadi dorongan bagi mayoritas umat Cina yang sangat ingin menjaga persekutuan dengan pengganti Petrus. “Satu pentahbisan ilegal saja beresiko sangat besar dan kita tidak ingin hal itu terjadi lagi,” tegas Lam.

Deklarasi tersebut memperlihatkan kepada komunitas Gereja konsekuensi berat dari pentahbisan uskup tanpa mandat paus, sekalipun para uskup yang terlibat dalam pentahbisan ilegal itu pada akhirnya dibebaskan dari hukuman. “Ini adalah klarifikasi penting yang berusaha memecahkan masalah dari beberapa kandidat yang mencoba memanfaatkan kesempatan untuk ditahbiskan terlebih dahulu dan baru kemudian berupaya untuk mendapatkan pengakuan paus.”

Deklarasi ini juga menjelaskan, ruang lingkup ekskomunikasi latae sententiae itu mencakup para penahbis, karena umat awam biasanya mengira bahwa hanya penahbis utama dan yang tertahbis yang terkena hukuman.

Dokumen itu menyebut hal semacam itu sebagai teladan buruk yang harus dihindari oleh pihak yang terkena ekskomunikasi. Kini umat dapat membedakan yang benar dari yang salah sehingga klerus tidak bisa lagi “mengail di air keruh,” kata Lam.

Pengamat Gereja Cina yang berbasis di Hong Kong, Kwun Ping-hung, mengatakan, dokumen tersebut dengan jelas dapat diartikan sebagai keputusan yang menargetkan penyelesaian rumor berkepanjangan bahwa tahbisan-tahbisan uskup ilegal akan terus dilakukan di Cina daratan.

Karena teks dokumen itu sendiri tidak menyebutkan Gereja Cina, demikian juga cara maupun proses dokumen itu dipublikasi, bisalah dilihat bahwa Vatikan ingin mempertegas penerapan kanon tersebut dan tetap ingin melanjutkan dialog untuk menyelesaikan berbagai perbedaan pendapat antara Cina dan Vatikan, karena kedua pihak tidak bisa mencapai konsensus menyangkut isu pengangkatan uskup.

“Dalam hal ini, tujuan utama dari deklarasi ini adalah untuk memberikan peringatan kuat kepada para klerus Cina dan umat guna mendorong mereka agar secara sukarela boikot pentahbisan uskup tanpa mandat paus,” ujar Kwun.

Tetapi, karena wewenang penunjukan uskup merupakan hal mendasar yang tak terkompromikan baik bagi Cina maupun Vatikan, dia percaya sangatlah sulit untuk mengantisipasi apakah penerbitan deklarasi tersebut atau bahkan penerapan kanon 1382 itu bisa membantu Vatikan menggapai tujuannya.

Sumber: Ucanews / Cathnews Indonesia