Monday, 28 November 2011

Monday, November 28, 2011
Silahkan klik tulisan atau gambar untuk lanjut membaca Persekutuan Gereja-Gereja Papua (PGGP) dan Elsham Papua Rilis Hasil Penyelidikan Tragedi Pembubaran Kongres Papua III. JAKARTA - Persekutuan Gereja-Gereja Papua (PGGP) dan Elsham Papua merilis hasil investigasi pada tragedi di Lapangan Zakeus, yaitu kasus pembubaran Kongres Papua III 19 Oktober 2011 lalu. Dalam rilis ini, mereka menganggap TNI dan Polri jelas melanggar Hak Asasi Manusia (HAM).

Aparat gabungan saat Kongres Papua III di Abepura
"Kami berkesimpulan tragedi kekerasan tersebut merupakan penyerangan brutal oleh TNI dan Polri terhadap rakyat yang menyelenggarakan kegiatan politik secara damai," ujar juru bicara dari PGGP, Pdt Wellem Maury di sekretariat Persekutuan Gereja Indonesia (PGI), Salemba, Jakarta, Senin (28/11/2011).

Menurutnya, polisi sama sekali tidak mengikuti ketentuan standar HAM.

Ditambahkannya juga, kuat dugaan TNI dan Polri melakukan penembakan yang menewaskan tiga orang dan melukai sedikitnya dua orang.

"Mereka juga melakukan penyiksaan terhadap sedikitnya 383 orang yang dibawa ke Mapolda Papua. Mereka juga melakukan tindakan rasial, melalui ucapan yang melecehkan umat agama," katanya.

Dia menyerukan pada pihak terkait yaitu Komnas HAM untuk membentuk komisi penyelidikan penyelenggara HAM serta mengkomunikasikan dengan jajaran Menkopolhukam agar ada pertanggungjawaban hukum untuk kasus ini.

"Kami juga meminta pemerintah Australia agar meninjau kembali nota kesepahaman kejahatan lintas negara dan pengembangan kerjasama dengan kepolisian agar meninjau kembali program kerjasama dengan pemerintah Indonesia. Karena tidak berhasil menciptakan aparat yang menghargai HAM. Sebaiknya pemerintah Indonesia juga mengundang PBB terkait hal tersebut," katanya.

Hukuman ringan
Sayangnya, hal lain yang membuat rakyat Papua kecewa, menurut Pdt Mauri adalah hukuman yang sangat ringan untuk anggota kepolisian yang diketahui bertindak represif.

"Proses peradilan terhadap para pelaku hanya membuahkan hukuman administratif dan pencopotan kapolresta Jayapura," tegasnya.

"Ini kan sama saja dengan mengatakan orang Papua itu tidak ada harganya, karena tiga nyawa tidak cukup untuk memberikan hukuman setimpal," lanjutnya.

Mauri menambahkan berharap kekecewaan rakyat Papua ini bisa didengar pemerintah sehingga pemerintah bisa memikirkan solusi terbaik.

"Saat ini kepercayaan rakyat Papua terhadap pemerintah Indonesia sudah sampai di titik nol," ujarnya.

Polisi membantah
Sementara itu, juru bicara Mabes Polri Inspektur Jenderal Saut Usman Nasution membantah kepolisian tak menindak tegas anggotanya yang terbukti melakukan kekerasan.

Menurut dia, dalam mengadili anggotanya yang terlibat tindak kekerasan di Jayapura kepolisian sudah menjalankan prosedur yang benar.

"Sesuai aturan yang ada, maka untuk anggota yang melanggar kode etik dalam pelaksanaan tugas maka akan digelar pengadilan etik," kata Saut Usman saat dihubungi BBC Indonesia.

"Dari hasil sidang kode etik hakim memutuskan hukuman sesuai jabatan dan kesalahannya. Sehingga untuk mereka yang dijatuhi hukuman disiplin sudah sesuai dengan ketentuan," tegas Saut Usman.

Soal tiga korban tewas yang oleh sebagian kalangan diduga akibat penganiayaan polisi, Saut Usman membantah tegas tudingan itu.

"Tiga korban tewas itu ditemukan sehari setelah peristiwa dan berjarak 400 meter dari lokasi di kawasan pegunungan yang terjal," papar Saut.

Setelah ketiga jenazah itu diotopsi, Saut mengatakan terbukti bahwa ketiganya meninggal dunia tidak pada saat kerusuhan kongres rakyat Papua terjadi.

"Itu merupakan perkara baru yang tidak terkait kongres. Kami sedang lakukan penyelidikan namun belum menemukan tersangka," kilahnya.

Kongres Rakyat Papua III dibubarkan polisi dan TNI ketika menjelang penutupan para peserta kongres mendeklarasikan kemerdekaan Papua.

Dalam kerusuhan itu, polisi menangkap lebih dari 300 orang dan menjadikan enam orang sebagai tersangka. (MI/BBC)