Sunday 27 May 2012

Sunday, May 27, 2012
Silahkan klik tulisan atau gambar untuk lanjut membaca 70 Negara Prihatin atas Kekerasan, Kejahatan dan Pelanggaran Kemanusiaan di Papua.
JAYAPURA - Kekerasan Negara dan kejahatan kemanusiaan serta pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) di Indonesia dan juga lebih khusus di Tanah Papua, mulai membuka mata dunia internasional. Hal itu terbukti dalam Sidang HAM PBB hari ini Rabu (23/05/2012) lalu, di Genewa, Swiss.

Menurut Ketua Umum Badan Pelayan Pusat Persekutuan Gereja-gereja Baptis Papua (PGBP), Socratez Sofyan Yoman kepada BintangPapua, hampir 70 negara menyatakan keprihatinan mereka atas kekerasan, kejahatan dan pelanggaran kemanusiaan yang terjadi di Indonesia, lebih khusus di Tanah Papua.

Adanya keprihatinan dunia internasional tersebut, ia dapatkan dari jaringan terpercaya, baik yang ada di Jakarta maupun dari  luar  negeri.

“Berita ini kami akses melalui jaringan kami yang terpercaya,” jelasnya pad Rabu (23/05/2012).

Menurut Tokoh Agama yang terkenal vokal ini, Pemerintah Amerika Serikat, Pemerintah  Jepang, Pemerintah Denmark, dan Pemerintah  Jerman,meminta kepada Pemerintah Indonesia membuka  akses untuk media Internasional ke Papua. Pemerintah Jerman juga dengan tegas meminta kepada Pemerintah Indonesia untuk membebaskan Filep Karma dari tahanan politik tanpa syarat.

“Termasuk tahanan politik lainnya tanpa terkecuali ikut dibicarakan di sana, seperti Forkorus Cs,” tambahnya.

Dikatakan, Pemerintah Jerman juga meminta Pemerintah Indonesia tidak menyalahgunakan KUHP 106 dam 110.  Sedangkan dunia internasional melalui lembaga atau badan dunia PBB mulai membuka hati dan mata untuk melihat penderitaan rakyat Indonesia dan rakyat Papua yang mengalami ketidakadilan dan kekerasan serta kejahatan Negara.

Tidak ada alasan Pemerintah Indonesia untuk menutup pintu akses media internasional dan diplomat asing ke Papua. Sekarang sudah waktunya Pemerintah Indonesia meninggalkan atau berhenti berbagai bentuk rekayasa dan kebohongan-kebohongan tentang persoalan Papua.

Sudah saatnya Pemerintah Indonesia dan rakyat Papua untuk duduk berunding dan berdialog dalam semangat kesetaraan untuk mengakhiri kekerasan dan kejahatan kemanusiaan di Tanah Papua.

“Tekanan  Internasional ini juga tidak terlepas dari kegagalan Otonomi Khusus sebagai solusi politik tentang masalah Papua. Amanat Otsus seperti perlindungan (protektion), keberpihakan (affirmative action) dan pemberdayaan (empowering) mengalami kegagalan tolal dan sebaliknya kejahatan dan kekerasan Negara semakin meningkat dan menyengsarakan penduduk asli Papua,” tandasnya. (BintangPapua/PGI)