Berbagai bukti nyata yang selama ini terjadi telah membuka mata dan
menyadarkan umat Kristen di negara itu agar tidak mendukung upaya-upaya
tersebut salah satunya melalui pemilihan presiden.
Di Azaziya, kota berpenduduk mayoritas Kristen di Provinsi Assiut, selatan
Mesir misalnya, hampir semuanya memilih Ahmed Shafiq, mantan perdana menteri
Hosni Mubarak yang kini mencalonkan diri sebagai Presiden berikutnya.
Mereka beralasan, walaupun Shafiq dianggap sebagai penerus rezim Mubarak
oleh lawan politiknya, setidaknya ada kelompok nasionalis yang dapat melindungi
hak beribadah umat Kristen dan kebebasan berekspresi kelompok-kelompok
minoritas di negara itu. Sebab lawan
Shafiq, Mohammed Morsi dari Ikwanul Muslimin dalam setiap kesempatan kampanye mengatakan akan menjadikan Mesir sebagai
negara Islam, jika ia menjadi presiden.
"Tujuan kami adalah [Mesir menjadi] sebuah negara sipil. Kami tidak
dapat melihat [kandidat presiden] lainnya yang dapat menjaminnya kecuali dia
[Ahmed Shafiq]," ujar Montaser Qalbek, anak dari seorang pemimpin kota
Azaziya kepada Associated Press, Selasa (12/06/2012).
Bulan lalu, pada putaran pertama pemilihan presiden Mesir, dari 13 kandidat
presiden menyempit menjadi dua, yakni Ahmed Shafiq dan Mohammed Morsi.
Yosef Sidhom, editor harian mingguan Watani mengungkapkan, umat Kristen
yang mencapai 10 persen dari 85 juta penduduk Mesir pada umumnya lebih condong
kepada Shafiq, sehingga pada putaran berikutnya kampanye untuk mendukung Shafiq
kian digiatkan.
"Umat Kristen yang memilih, akan mendukung Shafiq karena mereka sangat
sadar dengan 'agenda tersembunyi' Ikwanul Muslimin," kata Sidhom, sembari
melanjutkan "sebab ini [pemilihan presiden] ada strategi Ikwanul untuk
berupaya mendirikan negara Islam."
Sindhom mengatakan ada kekhawatiran, Ikwanul akan mengusir keluar umat
Kristen dari posisi strategis di pemerintahan [yang hingga kini masih dijabat
beberapa tokoh Kristen], penarikan pajak jizya [pajak diskriminatif kepada
non-muslim yang telah menjamur di negara itu], pemaksaan penetapan dasar
pendidikan yang bersumber pada Islam dan membuat berbagai kebijakan yang
berpihak pada muslim, dibanding kepada non-Muslim.
Ikwanul, katanya, pada awal revolusi 2010 lalu pernah berjanji tidak akan
mendiskriminasikan umat Kristen. Sedang dalam kampanye terbukanya di wilayah
mayoritas Kristen, Morsi mengumbar, umat Kristen akan mempunyai hak asasi yang
penuh dan sama dengan Muslim, malah ia berkoar akan mengangkat seorang Kristen
sebagai wakil Presiden.
"Kami tidak percaya hal ini [janji-janji kosong Ikwanul]," kata
Sidhom. "Mereka hanya menggunakannya untuk memancing orang-orang agar
memilih Morsi."
Sedangkan Paul Sedra, seorang profesor di Universitas Simon Fraser di
Vancouver yang pakar tentang Mesir menyatakan, umat Koptik saat ini sangat
lemah dan mudah diserang, apalagi setelah wafatnya Paus Shenouda yang dianggap
sebagai tokoh Kristen paling kuat pengaruhnya di negara itu.
"Kita mendapati gereja yang pada dasarnya tidak memiliki seorang
pemimpin, sebuah komunitas yang menderita dalam pembantaian di Maspero... dan
hal inilah yang membuat perasaan ketidaktenangan dan memberikan Shafiq, pemilih
yang lebih banyak," tandasnya. (AP/Yahoo/TimPPGI)