Monday, 18 June 2012

Monday, June 18, 2012
Silahkan klik tulisan atau gambar untuk lanjut membaca Antisipasi Pendirian Negara Islam, Mayoritas Umat Kristen di Mesir Memilih Ahmed Shafiq sebagai Presiden. KAIRO (MESIR) - Besarnya usaha Islamisasi di Mesir yang bertujuan menjadikan negara itu sebagai negara Islam berlandaskan sharia yang secara diskriminatif mengancam keberadaan umat Kristen di negara itu menjadikan umat di negara yang terkena dampak 'revolusi' ini memilih menghindar dan memilih bersama satu suara dengan kelompok minoritas lainnya.

Berbagai bukti nyata yang selama ini terjadi telah membuka mata dan menyadarkan umat Kristen di negara itu agar tidak mendukung upaya-upaya tersebut salah satunya melalui pemilihan presiden.
Di Azaziya, kota berpenduduk mayoritas Kristen di Provinsi Assiut, selatan Mesir misalnya, hampir semuanya memilih Ahmed Shafiq, mantan perdana menteri Hosni Mubarak yang kini mencalonkan diri sebagai Presiden berikutnya.

Mereka beralasan, walaupun Shafiq dianggap sebagai penerus rezim Mubarak oleh lawan politiknya, setidaknya ada kelompok nasionalis yang dapat melindungi hak beribadah umat Kristen dan kebebasan berekspresi kelompok-kelompok minoritas di negara itu.  Sebab lawan Shafiq, Mohammed Morsi dari Ikwanul Muslimin dalam setiap kesempatan kampanye  mengatakan akan menjadikan Mesir sebagai negara Islam, jika ia menjadi presiden.

"Tujuan kami adalah [Mesir menjadi] sebuah negara sipil. Kami tidak dapat melihat [kandidat presiden] lainnya yang dapat menjaminnya kecuali dia [Ahmed Shafiq]," ujar Montaser Qalbek, anak dari seorang pemimpin kota Azaziya kepada Associated Press, Selasa (12/06/2012).

Bulan lalu, pada putaran pertama pemilihan presiden Mesir, dari 13 kandidat presiden menyempit menjadi dua, yakni Ahmed Shafiq dan Mohammed Morsi.  

Yosef Sidhom, editor harian mingguan Watani mengungkapkan, umat Kristen yang mencapai 10 persen dari 85 juta penduduk Mesir pada umumnya lebih condong kepada Shafiq, sehingga pada putaran berikutnya kampanye untuk mendukung Shafiq kian digiatkan.

"Umat Kristen yang memilih, akan mendukung Shafiq karena mereka sangat sadar dengan 'agenda tersembunyi' Ikwanul Muslimin," kata Sidhom, sembari melanjutkan "sebab ini [pemilihan presiden] ada strategi Ikwanul untuk berupaya mendirikan negara Islam."

Sindhom mengatakan ada kekhawatiran, Ikwanul akan mengusir keluar umat Kristen dari posisi strategis di pemerintahan [yang hingga kini masih dijabat beberapa tokoh Kristen], penarikan pajak jizya [pajak diskriminatif kepada non-muslim yang telah menjamur di negara itu], pemaksaan penetapan dasar pendidikan yang bersumber pada Islam dan membuat berbagai kebijakan yang berpihak pada muslim, dibanding kepada non-Muslim.

Ikwanul, katanya, pada awal revolusi 2010 lalu pernah berjanji tidak akan mendiskriminasikan umat Kristen. Sedang dalam kampanye terbukanya di wilayah mayoritas Kristen, Morsi mengumbar, umat Kristen akan mempunyai hak asasi yang penuh dan sama dengan Muslim, malah ia berkoar akan mengangkat seorang Kristen sebagai wakil Presiden.

"Kami tidak percaya hal ini [janji-janji kosong Ikwanul]," kata Sidhom. "Mereka hanya menggunakannya untuk memancing orang-orang agar memilih Morsi."

Sedangkan Paul Sedra, seorang profesor di Universitas Simon Fraser di Vancouver yang pakar tentang Mesir menyatakan, umat Koptik saat ini sangat lemah dan mudah diserang, apalagi setelah wafatnya Paus Shenouda yang dianggap sebagai tokoh Kristen paling kuat pengaruhnya di negara itu.

"Kita mendapati gereja yang pada dasarnya tidak memiliki seorang pemimpin, sebuah komunitas yang menderita dalam pembantaian di Maspero... dan hal inilah yang membuat perasaan ketidaktenangan dan memberikan Shafiq, pemilih yang lebih banyak," tandasnya. (AP/Yahoo/TimPPGI)