Saturday 22 September 2018

Saturday, September 22, 2018
Silahkan klik tulisan atau gambar untuk lanjut membaca PDT.WEINATA SAIRIN: IMAN KRISTEN ITU TERUJI DAN MENYELAMATKAN.

 

 

 

_”Maka berkatalah orang-orang itu : “Kita tidak akan mendapatkan suatu alasan dakwaan terhadap Daniel ini, kecuali dalam hal ibadahnya kepada Allahnya”_ (Daniel 6:6).

 

Keberimanan seseorang kepada Yang Ilahi, yang populer dengan istilah _agama_ menempatkan seseorang dalam posisi yang amat khusus; yang bisa sangat berbeda dengan orang-orang lain di zamannya yang percaya kepada dewa, ilah, atau istilah apapun yang digunakan. Beriman kepada kuasa vertikal-transendental dengan percaya kepada dewa-dewa, kuasa sekuler-horisontal tentu saja sangat sangat berbeda. Keberbedaan itu tidak saja pada konsep teologis, tetapi juga pada diksi, terminologi, wujud penyembahan,  spirit, roh yang mengaliri kedirian orang-orang pada komunitas itu.

 

Dari pengalaman empirik di negeri ini bisa kita saksikan bahwa keenam agama yang ada memiliki penampilan dan ekspresi yang spesifik bahkan berbeda, yang difahami sebagai kekuatan teologis dari setiap agama.

 

Sebagai umat Kristiani kita tetap harus menampilkn nilai-nilai spesifik dari keyakinan iman kristiani kita ditengah pergaulan antar agama tanpa terkesan merendahkan agama-agama yang lain.

 

Ketika Daniel dan kawan-kawan, sebagai orang Yahudi dibuang ke Babel di zaman pemerintahan raja Jojakim (608-587) maka Daniel memperkenalkan keyahudian kepada masyarakat Babel. Cerita yang dimuat dalam Kitab Daniel 1-6 menjelaskan sukses Daniel dkk ditempat pembuangan itu, masalah yang mereka hadapi karena ajaran agama mereka _berbeda_ dengan apa yang dipercaya oieh masyarakat dan petinggi kerajaan di zaman itu.

 

Sejak awal kehadirannya di istana raja Babel, Daniel bersama tiga orang kawannya bertekad untuk tidak menajiskan diri dengan santapan raja (1:8). Daniel dkk ingin memelihara semangat keyahudian mereka agar tidak terkontaminasi oleh virus Babel yang bisa menggerogoti identitasnya. Allah terus memberkati Daniel dkk dengan banyak karunia sehingga Daniel dkk disayangi oleh raja dan dipercaya oleh raja.

 

Daniel melewati berbagai episode dalam kehidupannya ditengah konteks istana yang aspek religiusitasnya berbeda dengan Daniel. Situasi yang tidak nyaman acap dihadapi Daniel: Raja sayang kepadanya karena ia cerdas sebab itu ia diberi kedudukan terhormat sementara orang-orang pada eselon tertentu dibawah raja justru tidak suka kepada Daniel sehingga Daniel harus _dihabisi_ !

 

Ia sukses memberi tsfsir mimpi raja, ia dkk dimasukkan ke perapian, ia berhasil membaca tulisan di dinding dengan kecerdasan ilahi yang ia miliki, tapi ia tetap “orang asing”, “tidak seiman” sebab itu mesti digebuk dan dilibas pada saat yang tepat. Para pejabat tinggi dan wakil raja dari rezim yang baru pada era Raja Darius mencari alasan agar karir politik Daniel wajib berakhir karena ia orang baik, jujur, pekerja keras dan bukan orang seiman. Kitab Daniel 6:6 yang dikutip dibagian awal tulisan ini menyatakan bahwa para elit rezim Darius tidak mendapatkan alasan kuat untuk menghabisi Daniel kecuali “dalam hal ibadahnya kepada Allah”. Maka para elit dan pimpinan fraksi, koalisi, gerakan pengawal sabda Darius melakukan rembukan bersama dan sepakat agar raja menerbitkan undang-undang yang isinya  menyatakan bahwa setiap orang yang dalam habgja waktu 30 hari tidak menyembah raja tetapi menyembah kuasa lain maka ia akan dilemparkan ke dalam _gua singa_ (6:8).

 

Kita tahu bahwa dalam cerita gua singa itu Daniel tetap survive dan cerita itu ditutup dengan _happy end_ karena Daniel dilindungi Allah di gua singa dan raja kemudian memerintahkan semua orang untuk “takut dan gentar kepada Allahnya Daniel, sebab Dialah Allah yang hidup, yang kekal untuk selama-lamanya…” (6:27)

 

Cerita Daniel ini sangat menarik untuk diangkat kembali sebagai bahan refleksi di era milenial tatkala agama acap dijadikan instrumen untuk menjatuhkan serta menghabisi seseorang. Agama tidak diberi tempat terhomat dalam panggung NKRI yang adalah “negara beragama”. Agama nyaris selalu menjadi “pihak tertuduh”, agama dalam posisi yang berpenganut sedikit (tak usah gunakan istilah “minoritas”!) selalu menjadi obyek persekusi.

 

Gereja-gereja dan umat Kristen Indonesia bersama seluruh potensi bangsa yang berkehendak baik harus terus berjuang agar dalam sebuah NKRI yang majemuk semua agama berada dalam posisi setara, tanpa dipersepsi dalam perspektif minoritas–mayoritas, memiliki kesempatan yang sama berkontribusi bagi pembangunan bangsa dan negara.

 

Bagian Alkitab yang dikutip hari ini juga mengingatkan ulang kepada kita iman kita kepada Allah akan selalu menghadirkan tantangan bagi kita yang multidimensional termasuk tantangan fisik, tetapi Allah akan terus menolong bahkan menyelamatkan kita kita sesuai dengan kairos dan rancangan kasihNya.

 

Selamat Merayakan Hari Minggu. God bless.

 

*Weinata Sairin*