Rekomendasi Kebijakan Pendidikan 2025-2029 PSPK: Tujuh Pilar Strategis untuk Pendidikan Berkualitas, Berkeadilan, dan Berpihak kepada Anak
Jakarta, 30 Oktober 2024,
Pusat Studi Pendidikan dan Kebijakan (PSPK) menyampaikan dokumen Rekomendasi Kebijakan Pendidikan 2025-2029, yang dibahas dalam forum rutin BERANDA ke-38. Rekomendasi ini dirancang sebagai panduan strategis bagi pemangku kebijakan untuk membangun sistem pendidikan yang tangguh, mendorong transformasi agar pendidikan di Indonesia lebih berkualitas, berkeadilan, dan berpihak kepada anak. Disusun berdasarkan kajian mendalam sejak September 2023, dokumen ini merupakan hasil kajian independen tim peneliti PSPK.
Dalam acara peluncuran yang berlangsung di XXI Djakarta Theater, Direktur Eksekutif PSPK, Nisa Felicia, menjelaskan, “Pendidikan yang berkualitas dan berkeadilan yang PSPK terus advokasikan sejak berdirinya di 9 tahun yang lalu, bermakna bahwa setiap anak mendapatkan haknya atas pendidikan yang berkualitas, diajarkan oleh guru yang kompeten, di lingkungan yang aman, sehingga semua anak dapat mencapai kompetensi yang mereka butuhkan untuk menjadi insan yang berdaya, produktif, dan dapat memajukan demokrasi bangsa. Untuk mencapai cita-cita itu, kami di PSPK melakukan analisis kebijakan untuk menjawab: apakah sistem pendidikan kita sudah mendukung pendidikan yang berkualitas dan berkeadilan, dan jika masih perlu diupayakan, kebijakan apa yang perlu diprioritaskan di lima tahun ke depan?
Menjawab pertanyaan itu, PSPK menyusun dokumen rekomendasi yang diluncurkan hari ini.” Rekomendasi ini juga dilengkapi urutan kebijakan yang jelas dari tahun 2025 hingga 2029, dan harapannya dapat menjadi panduan untuk pembuat kebijakan di Kementerian maupun pemangku kepentingan dalam ekosistem pendidikan untuk dapat mengambil peran.
Ketua Dewan Pembina PSPK, Najeela Shihab, menambahkan bahwa kebijakan pendidikan harus terus bergerak maju. “Kita semua yang berada dalam ekosistem pendidikan cenderung sepakat pada tujuan perbaikan sistem, tentang karakter dan kompetensi apa yang harus dikuasai anak-anak Indonesia, bahwa semua anak berhak mendapatkan pendidikan berkualitas dengan biaya murah atau bahkan sepenuhnya ditanggung oleh pemerintah. Tetapi yang seringkali kita sulit sepakati bersama adalah caranya, jalan menuju cita-cita bersama tadi. Maka dokumen Rekomendasi Kebijakan Pendidikan yang disusun PSPK ini berusaha menjelaskan langkah demi langkah kebijakan apa saja yang perlu diterbitkan di Indonesia untuk mencapai cita-cita pendidikan Indonesia.” ujar Najeela Shihab dalam sambutannya.
Dalam Rekomendasi Kebijakan Pendidikan 2025-2029, PSPK menekankan tujuh pilar utama demi mewujudkan pendidikan yang lebih berkeadilan dan inklusif. Pilar pertama hingga ketiga mencakup akses yang berkeadilan ke sekolah dan madrasah yang berkualitas dan terjangkau, pemerataan guru, dan peningkatan kualitas pembelajaran agar setiap anak, termasuk mereka yang berada di daerah terpencil dapat meraih kompetensi dasar. “Wajib belajar 13 tahun (1 tahun pra sekolah dan 12 tahun pendidikan dasar dan menengah) perlu menjadi fondasi kebijakan pemerintah untuk menyediakan akses yang lebih baik untuk pendidikan berkualitas dan terjangkau,” ungkap Wakil Direktur PSPK, Pandu Ario Bismo, menyoroti pentingnya peran pemerintah dalam memfasilitasi akses pendidikan bagi seluruh anak Indonesia.
Selanjutnya, pilar keempat hingga ketujuh berfokus pada penguatan pendidikan vokasi sesuai kebutuhan industri, perluasan akses serta peningkatan kualitas pendidikan tinggi, rekognisi dan akses santri dan pendidikan pesantren, serta revitalisasi Perguruan Tinggi Keagamaan Islam (PTKI).
Selain berfokus pada akses pendidikan yang berkualitas secara berkeadilan, dokumen ini menggarisbawahi pentingnya keterlibatan tidak hanya dari pemerintah tetapi juga dari seluruh masyarakat dan pemangku kepentingan. PSPK berharap agar rekomendasi ini memicu diskusi publik yang progresif di sektor pendidikan.
PSPK menyadari tantangan-tangan yang ada dalam implementasi kebijakan yang belum dioptimalkan. “Kami percaya bahwa jalan yang ditempuh tidak hanya sekadar evaluasi kebijakan, tetapi juga mengajak semua pemangku kepentingan untuk berperan secara kolaboratif. Kami mendukung pada pendidik untuk terus belajar dan berproses dalam menerapkan kebijakan yang ada, sehingga pendidikan di Indonesia dapat semakin berkualitas dan berkeadilan.” tutup Nisa Felicia.
***
Lampiran :
Sebagai bagian dari upaya mendorong peningkatan sistem pendidikan, PSPK merangkum tujuh pilar utama dalam dokumen Rekomendasi Kebijakan Pendidikan 2025-2029. Pilar-pilar ini dirancang untuk menjawab tantangan mendesak dan menciptakan pendidikan yang inklusif, berkualitas, berkeadilan, dan berpihak kepada anak.
Berikut Tujuh Pilar Utama dalam Rekomendasi Kebijakan Pendidikan 2025-2029 :
1. Akses Pendidikan ke Sekolah dan Madrasah yang Berkualitas dan Terjangkau.
Pilar ini menekankan pentingnya menjamin ketersediaan satuan pendidikan yang berkualitas, terjangkau, dan inklusif, sehingga setiap anak, termasuk anak disabilitas, dapat menikmati pendidikan dasar dan menengah tanpa terkendala daya tampung. Serta wajib belajar 13 tahun, untuk memastikan bahwa semua anak, dari satuan pendidikan setingkat PAUD hingga SMA, SMK, atau Madrasah Aliyah, memiliki akses yang sama.
2. Pembelajaran Berkualitas yang Berkeadilan
Pilar ini mendorong implementasi kurikulum yang relevan dan metode pembelajaran berbasis kompetensi, yang bertujuan meningkatkan kompetensi literasi, numerasi, serta keterampilan karakter siswa. Kualitas pembelajaran harus menjadi prioritas utama, karena dengan kurikulum yang relevan siswa dapat tumbuh menjadi individu produktif yang mendukung demokrasi bangsa.
3. Pemerataan Guru Sekolah dan Madrasah Berkualitas
Untuk mencapai pendidikan yang optimal bagi setiap anak, distribusi guru berkualitas harus merata di seluruh Indonesia. Ini mencakup akses bagi guru untuk mengembangkan kompetensi melalui teknologi digital, serta mengatasi ketimpangan kesejahteraan berdasarkan status kepegawaian dan sertifikasi.
4. Penguatan Pendidikan Vokasi untuk kesiapan Kerja
Pilar ini berfokus pada pengembangan pendidikan vokasi yang sesuai dengan kebutuhan industri dan meningkatkan kesempatan magang agar lulusan siap bersaing di dunia kerja. Vokasi untuk Kebekerjaan menekankan kualitas pendidikan vokasi dalam mempersiapkan anak untuk pekerjaan layak dan peningkatan kesejahteraan melalui pengembangan soft skill dan hard skill.
Meskipun Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) lulusan SMK menurun 4,04% dari 2020 hingga 2023, data Sakernas BPS Februari 2023 menunjukkan TPT tamatan SMK masih tertinggi, yaitu 9,60%. Sehingga perlu penguatan pendidikan vokasi agar lulusan siap menghadapi tantangan pasar kerja.
5. Pemerataan Akses lebih luas dan kualitas Pendidikan Tinggi
Pilar ini berfokus pada penguatan kebijakan yang menjamin akses lebih luas, adil, dan berkualitas ke perguruan tinggi, serta memperkuat akomodasi bagi siswa dari kelompok marginal untuk mengembangkan potensi mereka.
Mengingat biaya kuliah yang semakin tinggi, menjadi tantangan menghambat calon mahasiswa dari kelompok ekonomi miskin dan rentan untuk mengakses pendidikan tinggi berkualitas. Selain itu, distribusi kualitas Perguruan Tinggi Negeri (PTN) yang tidak merata dan tantangan keprofesian dosen menjadi kendala dalam meningkatkan mutu pendidikan tinggi.
6. Revitalisasi Perguruan Tinggi Keagamaan Islam (PTKI)
Pilar ini mendorong revitalisasi ilmu keislaman dan peningkatan kualitas PTKI di seluruh Indonesia. Dengan mayoritas PTKI dikelola swasta (saat ini, 94% PTKI dikelola swasta, sementara hanya 6% merupakan PTKI negeri), ada kebutuhan mendesak untuk meningkatkan kualitas pendidikan agar program studi ilmu keislaman di PTKI dapat bersaing dengan program studi pendidikan umum. Kualitas pendidikan di PTKI masih belum merata, dengan perguruan tinggi unggulan terkonsentrasi di PTKIN, sedangkan banyak PTK swasta memiliki mutu yang rendah, sehingga transformasi kelembagaan dari sekolah tinggi ke institute sampai universitas perlu dilakukan dalam kerangka peningkatan kualitas mutu PTKI .
Revitalisasi ini bertujuan untuk memastikan PTKI dapat berkontribusi secara maksimal dalam pengembangan pendidikan dan penguatan pemahaman keagamaan yang berkualitas.
7. Rekognisi dan Akses Santri serta Pendidik Pesantren
Pilar ini berfokus pada pengakuan hak santri dan pendidik pesantren untuk mengakses pendidikan tinggi dan kesempatan kerja yang adil, sesuai dengan UU No. 18 tahun 2019 tentang pesantren. Saat ini, banyak santri dan pendidik pesantren tidak diakui dalam sistem pendidikan umum, sehingga kehilangan peluang untuk melanjutkan pendidikan dan mendapatkan dukungan pemerintah. Ijazah/syahadah pesantren belum dikenali, yang menghambat akses santri dan pendidik sebagai tenaga profesional dalam pendidikan.
***
(Hotben)