Thursday, 19 August 2010

Thursday, August 19, 2010
Silahkan klik tulisan atau gambar untuk lanjut membaca Hilangnya Tradisi Berbuka Puasa di Gereja.

Berbuka Puasa di Gereja Manahan Solo (Fajar Sodiq | Solo)
SOLO (JATENG) - Dahulu, halaman Gereja Kristen Jawa (GKJ) Manahan, Solo yang megah itu, sempat terasa sesak. Apalagi, bila waktu sudah menunjukkan pukul 17.30 Wib, orang terlihat lalu lalang di sekitar gereja.


Semua sibuk menata ruangan, makanan dan minuman dijajar di halaman muka gereja. Para pengurus gereja ini sibuk mempersiapkan sajian berbuka puasa bagi umat muslim di sekitar Gereja Kristen Jawa Manahan Solo, Jawa Tengah.






Tidak gratis memang, setiap orang yang ingin merasakan berbuka di Gereja itu harus mengeluarkan kocek tidak besar, hanya Rp 500/orang. Maka mereka sudah bisa menikmati satu porsi makanan.


Mereka yang berbuka rata-rata adalah para tukang becak, kuli bangunan, pedagang asongan, tukan kayu dan masyarakat kalangan bawah lainnya. Bahkan, para pejalan kaki yang kebetulan melintasi Gereja Manahan.


Menu yang disajikan pun bervariasi, mulai dari nasi soto, kare, sop dan timlo. Bahkan tidak ketinggalan makanan pembuka seperti agar puding juga disediakan panitia.


Pemandangan ini dapat dilihat di setiap bulan suci Ramadan, hanya di Gereja Manahan, Solo. Tapi, kini semua itu tinggal kenangan, sejak dimulai pada tahun 1997.


Ide awalnya baik, adalah ingin membantu sesama manusia yang dimediasi oleh gereja. Tapi, kini semua tinggal kenangan. Para tukang becak, pedagang, kuli bangunan dan pejalan kaki tidak bisa lagi menikmati makanan dan sajian lagu-lagu rohani Islam yang diperdengarkan oleh panitia.


Penyebabnya, sebuah lembaga swadaya masyarakat Islam di Surakarta bernama Forum Ukhuwah Islamiyah Elemen Umat Islam Surakarta menutup kegiatan tersebut, dan melarang tradisi gereja Manahan untuk memberikan makanan bagi umat muslim yang akan berbuka puasa.


Dalam pernyataan sikapnya, mereka berpandangan bahwa puasa di bulan Ramadan adalah ibadah yang hanya diperuntukan bagi umat Islam, termasuk berbuka puasa.


"Kami sepakat menyatakan, satu menolak pelaksanaan penjualan atau pembagian nasi murah untuk buka puasa di area Geraja Kristen Jawa Manahan, dan atau yang diadakan oleh gereja-gereja lain."


Kedua, menolak segala bentuk rekayasa pelaksanaan poin pertama dengan seolah-olah diadakan oleh pihak lain. Ketiga mendesak kepada Kapolresta Surakarta dan jajarannya untuk menghentikan acara tersebut, karena bila tidak dihentikan akan menimbulkan gejolak di kalangan umat Islam.


Sebagai pengganti, Elemen Umat Islam Surakarta akan menampung  masyarakat yang ingin berbuka puasa, pelaksanaan buka puasa gratis di seluruh Masjid di Surakarta, dan beberapa tempat lainnya.


Meski demikian, Pendeta Retno Ratih Suryaning Handayani mengaku tidak kecewa atas keputusan itu. Padahal, menurutnya, dengan kegiatan itu, dapat mengembangkan dialog dengan umat beragama lain guna menciptakan jembatan menuju perdamaian.


"Sehingga, yang melakukan dialog tidak hanya kalangan pimpinan agama tetapi kalangan bawah juga ikut diajak. Dan ini merupakan kegiatan lintas agama yang terjadi dikalangan grassroot," ujar Pendeta Retno kepada VIVAnews.

Sumber: Vivanews
Newer Post
Previous
This is the last post.