illustrasi |
MAUMERE, (NTT) - Delapan belas pasang suami-istri (pasutri) yang telah lama hidup berumah tangga mengikuti nikah massal di Gereja GMIT Kota Baru, Maumere, Jumat (22/10/2010) siang.
Suka cita perayaan sakral dan hikmat semakin terasa dengan liturgi kebaktian oikumene, nyanyian kebaktian oleh vokal grup jemaat Kristen dan Katolik di Maumere.
Nikah massal pertama kali di Gereja Kristen di Sikka diprakrasai oleh Bimas Kristen Kantor Kementerian Agama (Kemenag) Kabupaten Sikka, dipimpin Pdt.Kristoforus Sunur, S.Th.
Vokal grup Musafir Cinta para mahasiswa STFK Ledalero Maumere, menggemakan lagu-lagu pujian yang indah menambah semarak perayaan liturgi oikumene yang dihadiri sekitar 200-an jemaat.
Kelompok yang dikoordinir oleh Suster Dr.Elisabeth Wongapati, S.Sps, mendapat apresasi dari jemaat Kristen yang baru pertama mengikuti perayaan oikumene. Liturgi oikumene diharapkan menjadi gagasan awal untuk perayaan oikumene selanjutnya dari gereja Katolik dan Kristen Protestan di Sikka.
Kepala Kantor Kementerian Agama Kabupaten Sikka, Drs. Eusebius Binsasi, mengatakan, nikah masal diselenggarakan atas keprihatinan di masyarakat. Di Kabupaten Sikka, lanjutnya, cukup banyak perempuan dan laki-laki yang telah hidup bersama dan memiliki anak, namun belum diberkati, terjadi di Gereja Katolik dan Gereja Kristen.
"Sekitar dua bulan lalu di Paroki Thomas Morus, semula 400 lebih pasang yang mendaftar mengikuti nikah massal, tetapi ketika pemberkatan hanya sekitar 40-an pasang. Tidak tahu yang lain alasanya apa sehingga tidak ikut," kata Eusebius.
Pernikahan, kata Eusebius, merupakan tuntutan norma adat dan masyarakat akan kehidupan bersama yang lebih tertib, tuntutan agama dan pemerintahan. Kehidupan masyarakat terasa lebih nyaman dan tertib dibangun mulai dari keluarga.
"Perkawinan yang tidak sah, anak-anak juga tidak bisa dibaptis. Punya anak empat sampai lima orang, tetapi tidak bisa dibaptis karena orangtuanya belum menikah resmi di gereja," tandas Eusebius.
Eusebius mengingatkan kepada 18 pasang pasutri yang baru menikah supaya menjaga perkawinan agar tetap lestari sepanjang hidup. Menurut dia, perkawinan merupakan sesuatu yang suci, melanjutkan penciptaan Tuhan, mengangkat harkat dan martabat manusia yang sesungguhnya. Saling menghormati dan menghargai. Kasus-kasus kekerasan dalam rumah tangga (KDRT), kata Eusebius, karena pasangan tidak setia dan tidak saling menghormati berakhir dengan perceraian.
Dikatakannya, perwakinan manusia lebih berbudaya dan bermoral, karena manusia beda dengan makluk hidup yang lain. Manusia memiliki akal dan budi, lanjut Eusebius, maka jadilah suami dan istri yang taat beragama dan tekun berdoa.
Ketua Forum Gereja-Gereja Kristen Kabupaten Sikka, Pdt.Dina B.Funu, S.Si, memberi apreasiasi kepada Bimas Kristen Kantor Kementerian Agama Kabupaten Sikka, menopang kehidupan jemaat membentuk keluarga sejahtera.
"Kasus-kasus yang terjadi dalam keluarga sebagian besar disebabkan perkawinan yang tidak legal. Perwakinan yang legal akan legal juga dalam kehidupan gereja dan masyarakat," kata Pdt.Diana.
Penyelenggara Bimas Kristen Kemenag Sikka, Drs. Yulius Hinglir, mengatakan, nikah massal ini bersamaan pembatisan anak-anak dari pasang nikah yang telah memiliki anak. Selama ini anak-anak mereka belum dibaptis karena orangtuanya belum nikah gereja.
Di antara pasangan ini, kata Yulius, usia rumah tangga antara dua tahun hingga 14 tahun. Tertundanya pernikahan karena urusan adat yang belum selesai, selain masalah ekonomi dalam konteks masyarakat Sikka yang juga terbawa sampai ke gereja.
Yulius mengatakan, diprakarsainya pernikahan massal ini dalam pengembangan ketahanan iman masyarakat Kristen mendiami Kabupaten Sikka. Selama ini, ungkapnya, ada rumah tangga Kristen hanya kumpul kebo karena belum diberkati memberi dampak terhadap kehidupan kemasyarakatan, keagamaan dan pemerintahan. Ke depan, kata Yulius, nikah massal perlu dirancang menjadi program dari Bimas Kristen Kemenag Sikka.
Suka cita perayaan sakral dan hikmat semakin terasa dengan liturgi kebaktian oikumene, nyanyian kebaktian oleh vokal grup jemaat Kristen dan Katolik di Maumere.
Nikah massal pertama kali di Gereja Kristen di Sikka diprakrasai oleh Bimas Kristen Kantor Kementerian Agama (Kemenag) Kabupaten Sikka, dipimpin Pdt.Kristoforus Sunur, S.Th.
Vokal grup Musafir Cinta para mahasiswa STFK Ledalero Maumere, menggemakan lagu-lagu pujian yang indah menambah semarak perayaan liturgi oikumene yang dihadiri sekitar 200-an jemaat.
Kelompok yang dikoordinir oleh Suster Dr.Elisabeth Wongapati, S.Sps, mendapat apresasi dari jemaat Kristen yang baru pertama mengikuti perayaan oikumene. Liturgi oikumene diharapkan menjadi gagasan awal untuk perayaan oikumene selanjutnya dari gereja Katolik dan Kristen Protestan di Sikka.
Kepala Kantor Kementerian Agama Kabupaten Sikka, Drs. Eusebius Binsasi, mengatakan, nikah masal diselenggarakan atas keprihatinan di masyarakat. Di Kabupaten Sikka, lanjutnya, cukup banyak perempuan dan laki-laki yang telah hidup bersama dan memiliki anak, namun belum diberkati, terjadi di Gereja Katolik dan Gereja Kristen.
"Sekitar dua bulan lalu di Paroki Thomas Morus, semula 400 lebih pasang yang mendaftar mengikuti nikah massal, tetapi ketika pemberkatan hanya sekitar 40-an pasang. Tidak tahu yang lain alasanya apa sehingga tidak ikut," kata Eusebius.
Pernikahan, kata Eusebius, merupakan tuntutan norma adat dan masyarakat akan kehidupan bersama yang lebih tertib, tuntutan agama dan pemerintahan. Kehidupan masyarakat terasa lebih nyaman dan tertib dibangun mulai dari keluarga.
"Perkawinan yang tidak sah, anak-anak juga tidak bisa dibaptis. Punya anak empat sampai lima orang, tetapi tidak bisa dibaptis karena orangtuanya belum menikah resmi di gereja," tandas Eusebius.
Eusebius mengingatkan kepada 18 pasang pasutri yang baru menikah supaya menjaga perkawinan agar tetap lestari sepanjang hidup. Menurut dia, perkawinan merupakan sesuatu yang suci, melanjutkan penciptaan Tuhan, mengangkat harkat dan martabat manusia yang sesungguhnya. Saling menghormati dan menghargai. Kasus-kasus kekerasan dalam rumah tangga (KDRT), kata Eusebius, karena pasangan tidak setia dan tidak saling menghormati berakhir dengan perceraian.
Dikatakannya, perwakinan manusia lebih berbudaya dan bermoral, karena manusia beda dengan makluk hidup yang lain. Manusia memiliki akal dan budi, lanjut Eusebius, maka jadilah suami dan istri yang taat beragama dan tekun berdoa.
Ketua Forum Gereja-Gereja Kristen Kabupaten Sikka, Pdt.Dina B.Funu, S.Si, memberi apreasiasi kepada Bimas Kristen Kantor Kementerian Agama Kabupaten Sikka, menopang kehidupan jemaat membentuk keluarga sejahtera.
"Kasus-kasus yang terjadi dalam keluarga sebagian besar disebabkan perkawinan yang tidak legal. Perwakinan yang legal akan legal juga dalam kehidupan gereja dan masyarakat," kata Pdt.Diana.
Penyelenggara Bimas Kristen Kemenag Sikka, Drs. Yulius Hinglir, mengatakan, nikah massal ini bersamaan pembatisan anak-anak dari pasang nikah yang telah memiliki anak. Selama ini anak-anak mereka belum dibaptis karena orangtuanya belum nikah gereja.
Di antara pasangan ini, kata Yulius, usia rumah tangga antara dua tahun hingga 14 tahun. Tertundanya pernikahan karena urusan adat yang belum selesai, selain masalah ekonomi dalam konteks masyarakat Sikka yang juga terbawa sampai ke gereja.
Yulius mengatakan, diprakarsainya pernikahan massal ini dalam pengembangan ketahanan iman masyarakat Kristen mendiami Kabupaten Sikka. Selama ini, ungkapnya, ada rumah tangga Kristen hanya kumpul kebo karena belum diberkati memberi dampak terhadap kehidupan kemasyarakatan, keagamaan dan pemerintahan. Ke depan, kata Yulius, nikah massal perlu dirancang menjadi program dari Bimas Kristen Kemenag Sikka.
Sumber: Pos Kupang