Silahkan klik tulisan atau gambar untuk lanjut membaca Indonesia Juara Satu Bakar Gereja.
JAKARTA - Setidaknya 1.200 gereja yang diganggu atau dirusak atau dibakar di negeri ini sejak hari Proklamasi 17 Agustus 1945 hingga saat ini. Jadi, tak salah kalau ada pakar di negeri ini yang mengatakan bahwa negeri kita merupakan juara satu dalam hal, yakni membakar gereja.
Hal itu dikemukakan oleh Theophilus Bela, Ketua Umum Forum Komunikasi Kristiani Jakarta (FKKJ) kepada SP di Jakarta, Selasa (19/10). Menurut Sekjen Indonesian Committee on Religion and Peace (IComRP) itu, sebenarnya selama masa Pemerintahan Presiden Indonesia yang pertama Soekarno, dari tahun 1945 hingga 1967 hanya ada dua buah gereja yang dibakar di negeri kita.
Itu pun terjadi di daerah-daerah yang dikuasai oleh para pemberontak, yakni Darul Islam dan Tentara Islam Indonesia (DI/TII). Saat Presiden, kedua, yaitu Soeharto mengambil alih kekuasaan tahun 1967 hingga tahun 1969, jumlah gereja yang diganggu atau dirusak hanya sekitar 10 buah.
SKB
”Namun, setelah dikeluarkannya SKB Dua Menteri (Menteri Dalam Negeri dan Menteri Agama) tahun 1969, jumlah gereja yang diganggu atau dibakar meningkat tajam dan mencapai jumlah keseluruhan 460 buah,” kata Duta Besar Perdamaian (Ambassador for Peace) tersebut.
Saat Soeharto lengser tahun 1998, gangguan terhadap gereja meningkat drastis. Sejak zaman reformasi tahun 1998 hingga saat ini, sekitar 700 buah gereja lebih yang dirusak, dibakar, dicabut izin, dilarang beribadah pada hari Minggu, dan sebagainya.
Dikatakan, pemerintah memang telah berusaha untuk memperbaiki situasi dengan memperbaiki SKB Dua Menteri tahun 1969 dan menggantinya dengan Peraturan Bersama Dua Menteri (Perber Dua Menteri) tahun 2006. Namun, hasilnya tidak terlihat apa-apa.
“Jadi, ada benarnya kalau ada pihak yang mengatakan bahwa baik SKB Dua Menteri tahun 1969 dan Perber Dua Menteri tahun 2006 adalah biang kerok dari semua kejadian yang menyedihkan ini, yaitu gangguan atas gereja-gereja di negeri ini,” katanya.
Jadi cukup beralasan kalau ada pihak yang menuntut agar Perber Dua Menteri tahun 2006 dicabut saja atau paling tidak direvisi lagi. ”Apakagi gangguan terhadap gereja masih saja terjadi, namun kejadiannya sudah bersifat sporadis,” katanya.
Untuk tahun 2007, tercatat 100 kasus gereja yang diganggu. Tahun 2008, angka tersebut turun menajdi 40 kasus. Tahun 2009 hingga bulan Oktober angkanya hanya terpaut sekitar 7-8 kasus.
Namun, sejak bulan Desember 2009, dengan diserangnya gereja Santo Albertus di Bekasi, kasus gangguan atas gereja-gereja mulai meningkat lagi. ”Kejadian ini juga merupakan teka-teki bagi kami sendiri dalam mempelajari sebab-musabab mengapa gangguan terhadap gereja-gereja mulai marak lagi,” katanya.
Tidak Serius
Menurut Koordinator Wilayah Pusat Monitoring dan Politik Hukum Sumatera Utara (PMPHISU), Gandi Parapat kepada SP di Medan, Selasa, kerukunan antarumat beragama semakin menurun karena pemerintah tidak terlalu serius dalam menghadapi persoalan di masyarakat.
”Apabila ini tidak ditangggapi secara serius, bisa menimbulkan perpecahan. Lemahnya penegakan hukum pun akibat pemerintah tidak mengambil sikap. Kondisi ini semakin memperluas permasalahan. "Bila pemerintah mengambil peranan penting dalam menjaga hubungan antarumat beragama, tentunya aparat penegak hukum pun dipastikan tidak membiarkan ada benturan di masyarakat," ujarnya.
Sementara itu, Kapolres Tegal Kota, AKBP Kalingga Rendra Raharja mengatakan, dugaan kebakaran gedung Gereja Kristen Indonesia (GKI) Tegal Jalan MT Hariyono, Kota Tegal, Jawa Tengah, Rabu (13/10) malam lalu, bukanlah faktor kesengajaan. Sebab, berdasarkan tiga saksi yang telah dimintai keterangan, penyebab kebakaran tersebut karena hubungan arus pendek listrik.
Untuk memperkuat bukti penyelidikan, menurutnya personel dari Tim Labfor Cabang Semarang telah datang ke lokasi bekas kebakaran.(Suara Pembaruan)
Tuesday, 19 October 2010