MAKASSAR (SULSEL) - Mantan Wakil Presiden RI Muhammad Jusuf Kalla mengatakan untuk menciptakan kehidupan masyarakat yang damai dan rukun, sangat mudah. Dengan catatan masyarakat memegang teguh dan menanamkan nilai-nilai Pancasila.
"Prinsip-prinsip pokok yang harus dijalankan adalah menegakkan keadilan dalam kehidupan beragama. Caranya berpegang teguh terhadap nilai-nilai Pancasila," kata Kalla saat menjadi pembicara dalam seminar yang bertema 'Pancasila dan Fundamentalisme Agama' di Aula Gereja Katedral, Makassar pagi tadi.
Seminar ini diselenggarakan oleh Forum Masyarakat Katolik Indonesia. Panitia kegiatan menghadirkan Jusuf Kalla sebagai pembicara. Kalla mengatakan, di Indonesia ini ada sekitar 300 etnis dengan agama yang berbeda. Dengan kondisi yang sangat majemuk tersebut, sangat berpotensi menjadi benih konflik. Sehingga masyarakat Indonesia harus memahami filosofi Pancasila.
Menurut Kalla, munculnya kerusuhan diberbagai daerah diakibatkan oleh sebagian masyarakat tidak memahami filosofi Pancasila. Dia mencontohkan, konflik Aceh, kerusuhan Poso, dan Ambon. "Ini bukan persoalan agama, tapi persoalan kekuasaan," katanya.
Seminar ini diselenggarakan oleh Forum Masyarakat Katolik Indonesia. Panitia kegiatan menghadirkan Jusuf Kalla sebagai pembicara. Kalla mengatakan, di Indonesia ini ada sekitar 300 etnis dengan agama yang berbeda. Dengan kondisi yang sangat majemuk tersebut, sangat berpotensi menjadi benih konflik. Sehingga masyarakat Indonesia harus memahami filosofi Pancasila.
Menurut Kalla, munculnya kerusuhan diberbagai daerah diakibatkan oleh sebagian masyarakat tidak memahami filosofi Pancasila. Dia mencontohkan, konflik Aceh, kerusuhan Poso, dan Ambon. "Ini bukan persoalan agama, tapi persoalan kekuasaan," katanya.
"Masyarakat dengan mudah diadu oleh oknum yang berkepentingan. Makanya masyarakat harus benar-benar memahami nilai-nilai dan filosofi Pancasila, agar tidak mudah terhasut," ucap Presiden Palang Merah Indonesia ini.
Dia mengatakan, selama tuntutan agama dijalankan sesuai petunjuk kitab masing-masing, sakap fanatisme dan fundatalisme tidak menjadi masalah. "Yang salah adalah kriminal yang dijalankan oleh orang yang bersangkutan mengatasnamankan agama. Ini fundamentalisme agama yang merusak orang lain," ujarnya.
Menurut Kalla, yang harus diperhatikan adalah radikalisme agama yang melibatkan orang lain dengan melanggar rambu-rambu lalintas agama. Akibatnya, muncul gesekkan yang berujung pada perpecahan. "Fanitisme itu tidak sama dengan fundamental. Sebab fanitisme berusaha melibatkan orang lain sehingga memicu kesalahpahaman," kata dia.
Resdianto Tunandi Sekretaris Forum Masyarakat Katolik Indonesia (FMKI) mengatakan, kegiatan seminar ini menjadi agenda rutin FMKI disetiap akhir kepengerusan.
Seminar ini, kata dia, bertujuan mewujudkan Sulawesi Selatan yang selalu Damai.
Dia mengatakan, selama tuntutan agama dijalankan sesuai petunjuk kitab masing-masing, sakap fanatisme dan fundatalisme tidak menjadi masalah. "Yang salah adalah kriminal yang dijalankan oleh orang yang bersangkutan mengatasnamankan agama. Ini fundamentalisme agama yang merusak orang lain," ujarnya.
Menurut Kalla, yang harus diperhatikan adalah radikalisme agama yang melibatkan orang lain dengan melanggar rambu-rambu lalintas agama. Akibatnya, muncul gesekkan yang berujung pada perpecahan. "Fanitisme itu tidak sama dengan fundamental. Sebab fanitisme berusaha melibatkan orang lain sehingga memicu kesalahpahaman," kata dia.
Resdianto Tunandi Sekretaris Forum Masyarakat Katolik Indonesia (FMKI) mengatakan, kegiatan seminar ini menjadi agenda rutin FMKI disetiap akhir kepengerusan.
Seminar ini, kata dia, bertujuan mewujudkan Sulawesi Selatan yang selalu Damai.
"Menjaga perdamaian antar sesama agama merupakan tugas kita bersama," ujarnya.
Sumber: Tempo