BANGALORE (INDIA) - Konsultasi ini diselenggarakan oleh Konferensi Kristen Asia (CCA, Christian Conference of Asia) di Bangalore, India selatan, pada tanggal 5-9 Oktober dan dihadiri oleh delegasi dari Australia, Bangladesh, India, Indonesia, Korea, Selandia Baru, Filipina, Sri Lanka, Taiwan, dan Thailand.
Dalam konfrensi ini terselip keprihatinan atas degradasi lingkungan, yang menimbulkan masalah “pengungsi iklim.”. Pengunsi iklim, menurut konsultasi tersebut, adalah mereka yang terpaksa meninggalkan habitatnya akibat bencana.
Pengungsi iklim terbesar di dunia saat ini adalah 25 juta manusia yang dinggal di Asia dan Afrika, demikian konsultasi tersebut. Sistem perekonomian dan kemasyarakatan yang tidak adil justru semakin meningkatkan penderitaan orang-orang ini karena mereka sudah miskin, ditambah lagi dengan pelecehan seksual dan kebrutalan negara yang harus mereka alami, demikian peserta konsultasi.
Konsultasi tersebut mendesak Gereja dan berbagai gerakan sosial di masyarakat untuk mendidik masyarakat tentang alam. Selain itu, mereka juga meminta agar masyarakat bawah diberi pendidikan tentang promosi kepariwisataan yang adil dan bertanggungjawab.
Konsultasi itu juga mendesak umat Kristen untuk memasukkan isu-isu mengenai iklim ke dalam kurikulum sekolah Minggu untuk meningkatkan kesadaran di kalangan anak-anak.
Semua Gereja, demikian harapan konsultasi itu, membentuk komisi eko-keadilan dan secara teratur mengadakan pemeriksaan karbon.
Pemimpin Gereja Methodis, Uskup Tharanath Sagar, yang mengetuai Dewan Nasional Gereja-Gereja di India, membuka konsultasi itu dengan mengatakan bahwa manusia telah gagal sebagai penjaga yang baik terhadap ciptaan Allah.
“Gereja-gereja di Asia hendaknya mempraktekkan tanggung jawab kolektif mereka terhadap alam dan lingkungan hidup,” kata Sekretaris Eksekutif CCA, Pendeta Freddy De Alwis dari Gereja Baptis.
Sumber: CathNews Indonesia