JAKARTA - Hingga saat ini, pihak kepolisian telah menetapkan 10 tersangka pelaku penyerangan terhadap dua pemuka jemaat Huria Kristen Batak Protestan Pondok Timur Indah (HKBP-PTI), Sintua Hasian Lumbuntoruan dan Pdt. Luspida Simanjuntak, Minggu, 12 September lalu. Satu di antara para tersangka adalah Ketua Front Pembela Islam (FPI) Wilayah Bekasi, Murhali Barda.
Seperti dituturkan Kepala Bidang Penerangan Umum Mabes Polri, Kombes Pol Marwoto Soeto, Jumat, 17 September 2010, di Mabes Polri, penyerangan terhadap jemaat HKBP-PTI sesungguhnya sudah direncanakan pelaku. “Sebelum penyerangan, para tersangka melakukan pertemuan di sebuah masjid dipimpin Ketua FPI Bekasi Murhali Barda (MB) dan para pelakunya dikumpulkan oleh Ade Firman (AF),” ungkap Marwoto.
Namun, kata Marwoto, saat mereka ditanya penyidik siapa dalang utama untuk melakukan aksi penusukan dan penganiayaan, AF dan MB saling lempar tanggung jawab. “Mereka berdua malah saling tuduh. AF mengajak para pelaku. Tapi saat ditanya apa motivasinya, dia tak menjawab. Dia malah menunjuk orang lain yaitu MB,” jelas Marwoto.
Hingga hari ini, memang belum ada pengakuan resmi yang keluar dari mulut keduanya. Tapi seperti dilaporkan VHRMedia.com, Jumat (17/8/2010), bahwa pada 6 September 2010, Marhali Barda dalam akun Facebook-nya memuat ancaman terhadap pendeta dan jemaat HKBP-PTI. Dia menantang jemaat HKBP-PTI berduel pada 12 September 2010.
Pernyataan tendensius
Sementara itu, menanggapi penyerangan terhadap dua jemaat HKBP-PTI yang dilakukan sekelompok orang itu, Sekretaris Kongres Umat Islam Bekasi, Shalih Mangara Sitompul, menilai terjadinya penyerangan itu justru terprovokasi oleh jemaat HKBP-PTI sendiri. Dalam sebuah diskusi yang dilakukan Kongres Umat Islam Bekasi di Jakarta, Kamis, 16 September 2010, dikatakan bahwa jalan kaki yang dilakukan jemaat HKBP-PTI adalah sebuah bentuk provokasi terhadap masyarakat setempat.
“Bagi kami, yang menjadi persoalan, yang membuat warga kadang-kadang marah adalah mereka (jemaat HKBP-PTI) berjalan kaki kurang lebih tiga kilometer. Mereka parkirkan mobil, motor, atau metromini di Jalan Puyuh, kemudian jalan kaki bersama menuju ke sana, ke lahan kosong untuk beribadah itu,” ujar Shalih. Benarkah demikian?
Menanggapi pernyataan Shalih itu, kuasa hukum HKBP-PTI, Saor Siagian, amat kecewa. Ia menilai pernyataan Shalih itu tendensius. “Mungkin dia tidak pernah datang ke lokasi sehingga mengeluarkan pernyataan konyol itu. Saya amat menyesalkan pernyataan tersebut,” ujar Saor.
Saor Siagian menjelaskan, adanya rangkaian jalan kaki bersama jemaat HKBP-PTI dari rumah ibadah di Jalan Puyuh Raya No.14 yang telah disegel Pemkot Bekasi beberapa bulan lalu menuju lokasi milik HKBP-PTI di kampung Ciketing Asem untuk beribadah dikarenakan jemaat mendapat ancaman dari orang-orang yang tidak dikenal. “Jemaat diancam dipukul bila ketemu di jalan dalam perjalanan menuju lokasi ibadah di Ciketing. Karena diancam, maka jemaat terpaksa berjalan bersama-sama menuju lokasi untuk beribadah,” jelasnya.
Bawa benda tajam?
Tidak hanya dinilai bahwa aksi jalan kaki bersama jemaat HKBP-PTI merupakan bentuk provokasi jemaat sendiri terhadap warga, terjadinya korban penusukan dan penganiayaan dua anggota jemaat HKBP-PTI, Minggu, 12 September lalu itu, juga dikatakan FPI karena ada jemaat HKBP-PTI yang membawa senjata tajam dalam iringan jalan bersama menuju lokasi ibadah tersebut. Seperti dikatakan Marwoto, berdasarkan informasi yang diperolehnya, pihak HKBP-PTI melakukan provokasi dengan membawa senjata tajam.
Akan tetapi, menurut Marwoto, bila informasi itu benar, ia mempersilakan para tersangka—bila mereka (para tersangka) merasa dirugikan dengan sejumlah luka-luka akibat bentrok saat hendak dihakimi massa—untuk dilaporkan ke kepolisian. Tapi perlu diingatkan, kata Marwoto, wajar saja kalau para pelaku diserang. “Masa dia (korban HKBP-PTI) diam saja kalau diserang. Meski yang diserang Pak Sihombing tak bisa buat apa-apa, tapi kan beliau ada temannya,” jelas Marwoto.
Namun, lebih lanjut Marwoto menjelaskan bahwa, apa yang dikatakan tersangka itu hanyalah pembelaan diri semata. Luka-luka yang mereka (tersangka) tunjukkan tidak bisa dijadikan pembuktian bahwa jemaat HKBP-PTI itu membawa benda tajam. “Luka-luka itu kan bisa dibuat-buat sendiri,” katanya.
Motif penyerangan
Apa motif di balik penyerangan 12 September lalu itu? Meski tersangka penyerangan dan juga pemerintah atau pihak kepolisian hingga kini belum bisa mengatakan motif tersangka melakukan penyerangan terhadap dua anggota jemaat HKBP-PTI ini, semua kita sudah tahu motif di balik penyerangan tersebut.
Dari pernyataan-pernyataan yang disampaikan tokoh-tokoh agama, politisi, dan pemerintah baik pemerintah setempat seperti Camat Mustika Jaya, Junaidi, maupun yang disampaikan orang nomor satu di NKRI ini, diketahui bahwa, penyerangan dilakukan sebagai puncak ganjalan kehadiran rumah ibadah dan hak beribadah di Bekasi, khususnya penolakan terhadap rencana pendirian gereja HKBP-PTI di Kampung Ciketing Asam, Bekasi, oleh warga dan ormas tertentu.
Junaidi, misalnya, ia mengomentari bahwa rencana pembangunan gereja HKBP di lokasi tersebut sudah lama ditentang warga. “Warga menolak kehadiran gereja HKBP di tempat ini,” ujarnya. Hal serupa juga diungkapkan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dalam menyampaikan keprihatinannya, Selasa, 14 September 2010, di Kantor Presiden, terkait tragedi 12 September itu. “Ada permasalahan yang terkait dengan tempat ibadah bagi jemaat HKBP-PTI di Ciketing,” tandas Presiden ketika itu.
Sumber: Reformata