Wednesday, 27 October 2010

Wednesday, October 27, 2010
Silahkan klik tulisan atau gambar untuk lanjut membaca Wawancara dengan Pdt. Luspida Simanjuntak.
JAKARTA - Wawancara antara Pdt luspida Simanjuntak, Pelayan di HKBP Pondok Timur dengan Paul Makugoru, wartawan Reformata.

Pdt. Luspida Simanjuntak, Korban Pemukulan
Sudah dua kali dia menjadi  korban pemukulan. Tapi dia tetap tegar. Dia tidak merasa trauma atas peristiwa penganiayaan yang dialaminya. “Pengampunan yang   tulus mebuat saya terobati,” katanya. Bagaimana peritiwa pemukulan itu terjadi? Berikut penuturannya.

Bagaimana sikap Anda terhadap para penyerang?
Secara Kristen, saya sudah dari pertama menyatakan telah memaafkan mereka. Saya tidak membenci mereka karena saya  tahu mereka tidak mengerti apa yang mereka sudah perbuat. Tetapi terhadap tindakan mereka, biarlah itu diselesaikan sesuai hukum yang berlaku. Hanya secara rohani saya sudah memaafkan mereka.

Anda tidak dendam?
Tidak akan dendam. Kalau dia datang, dan bertemu dengan kami, saya akan lebih dulu menyalaminya. Saya akan lebih dulu mengulurkan tangan kasih. Karena kita mengikuti ajaran kasih.

Masih ada intimidasi?
Intimidasi itu biasa.  Mudah-mudahan yang melakukan intimidasi itu tidak sampai membangkitkan emosi lagi.  Memang ada beberapa intimidasi melalui SMS. Saya tidak mau menyampaikan isi intimidasi itu, jangan sampai menjadi beban baru bagi mereka nanti. Yang jelas, saya mau mereka kembali ke jalan yang benar.

Di tengah ancaman, Anda akan maju terus?
Ya, karena itu merupakan panggilan saya sebagai pendeta. Saya tentu tidak takut karena Tuhan yang menentukan se-muanya. Memang serangan yang dilakukan itu bersifat fatal karena sudah menyangkut nyawa. Tapi justru di situ saya melihat karya Tuhan saat itu menyelamatkan jiwa kita. Kerinduan saya sebagai pendeta dan sebagai warga negara adalah saya ingin bersahabat dan bersaudara kembali dengan mereka.

Pelaku penusukan dan pemukulan itu  Anda kenal?
Saat itu, saya berjalan di depan sementara Pak Sihombing (korban penusukan, red) berada di belakang, di barisan pinggir. Setelah dia berteriak dan mengatakan dia tertusuk, saya menoleh ke belakang. Pak Sihombing kita tolong dengan motor. Tapi ada penyerang yang memukul saya dengan benda keras.  Pelaku penusukan itu saya tidak tahu, tapi yang memukul saya itu saya kenal karena selalu berada di lapangan saat demonstrasi.

Penyerangan itu tidak diprediksi sebelumnya?
Ya, sama sekali kita tidak tahu kalau akan terjadi penusukan dan pemukulan itu. Ketulusan kita hanya untuk beribadah. 

Di  rumah sakit, Anda kelihatan menangis keras-keras?
Tim medis mengatakan ke-kurangan darah, tolong dipercepat, jangan sampai terlambat! Sebagai pendeta yang membawa dia ke rumah sakit,  saya ingin supaya dia selamat. Jadi saya menjerit saat itu, tolong Tuhan cukupkan apa yang dia perlukan. Itu tangisan saya saat itu.

Tangisan itu tadi bukan karena sakit fisik?
Semuanya sakitlah. Itulah jeritan seorang wanita. Tapi semua keluarga memberikan dukungan kepada kita. Dukungan itulah yang  membuat kami tetap optimis bahwa semua persoalan ini akan cepat teratasi.

Ketika kekurangan darah, Fahira, putri mantan menteri Perindustrian memberikan darahnya. Bagaimana kesan Anda tentang ini?
Itu bukti bahwa ada banyak orang yang peduli pada kami. Dari agama yang berbeda pun peduli akan kasus ini. Dia sendiri yang menawarkan darahnya kepada kita.

Mengapa insiden ini bisa terjadi?   
No comment. Tanyakan saya pada polisi. Polisi lagi mendalaminya.

Katanya pihak Anda ber-konvoi sambil bernyanyi-nyani dan itu memprovokasi?
Itu tidak benar. Kita semua sadar bahwa kita tidak boleh mengganggu warga. Sehingga kita dengan jemaat selalu berkoordinasi dan mengatakan kepada jemaat bahwa kalau kita berjalan, selalu dengan aksi diam. Tidak pernah kami bernyanyi di jalan.

Sebelumnya bagai-mana hubungan dengan warga sekitar?
Hubungan kami sangat baik. Tidak pernah kami bersentuhan dengan mereka dengan kesan tidak baik. Kami selalu akur dan kami selalu melaporkan setiap keberadaan kami ke RW dan itu berjalan selama  tiga tahun sesudah kita di Puyuh Raya. Kita baik-baik saja.

Katanya pihak HKBP memanipulasi tanda tangan persetujuan warga?
Saya percaya tim saya yang bekerja di lapangan. Saya percaya, tim saya melakukan itu dengan baik. Jadi kalau ada istilah manipulasi, itu istilah mereka. Istilah kami adalah percaya sepenuhnya kepada tim.

Bagaimana Anda menilai apa yang sudah dilakukan peme-rintah setelah insiden itu?
Saya kira mereka sudah maksimal. Mereka sudah inginkan yang terbaik bagi HKBP Pondok Timur. Ya, saya kira pemerintah sudah maksimal. Tinggal di lapangan nanti bagai-mana, ya kita lihat dulu. Harapan kita adalah supaya ada rumah ibadah yang permanen di Mustika Jaya bagi kita. Dan itulah harapan kita semuanya, dan mungkin itu harapan semua bangsa, supaya jangan lagi ada pertikaian antara sesama saudara anak bangsa. Saya bangga menjadi anak Indonesia yang mempunyai keragaman, tetapi mempunyai kesatuan yakni Bhineka Tunggal Ika.

Anda sudah dua kali dipukul yaitu  8 September dan  12 September.  Anda tidak trauma?
Mudah-mudahan. Yang jelas, sifat mengampuni dengan tulus itulah yang membuat saya terobati. Saya akan maju terus.

Anda mengalah dan bersedia keluar dari tempat kebaktian yang selama ini dipakai?
Alkitab menasihati kita untuk ber-hikmat. Kata Tuhan Yesus, “Berdiam dirilah, sebab Aku berperang melawan mereka”. Tuhan itu ada, jadi kekuatan kita adalah Tuhan Yesus. Tuhan akan bekerja kepada mereka. Dengan caranya Tuhan,  bukan caranya manusia. 

Sumber: Reformata