JAYAPURA (PAPUA) - Pdt. Socrates S Yoman,S.Th, mengatakan hingga saat ini pelaksanaan Undang-Undang Nomor 21 tahun 2001 tentang Otonomi Khusus Papua, belum dirasakan kekhususannya. Hal itu karena, perlindungan atau keberpihakan terhadap orang asli Papua belum ada. ‘’Khususnya apa. Khusus itu spesifik, yang melindungi, menjaga orang-orang Papua. Ini sama sekali tidak ada. Ini sudah dikacaubalaukan,’’ ungkapnya saat ditemui wartawan usai memberikan materi pada seminar di Asrama Haji Jumat (8/10).
Jika benar-benar khusus, menurutnya Undang-Undangnya harus dilaksnakan secara konsisten dan konsekuen. ‘’Otonomi khusus itu harus dilaksankan secara konsisten dan konsekuen, pasal demi pasal, item demi item dilaksanakan. Seperti pemilukada sekarang, bupati/wakil bupati harus orang daerah. Konsisten dong kepala daerah harus orang asli,’’ jelasnya.
Dikatakan, ketidak konsisten dan konsekuennya dalam pelaksanaan Otsus tersebut, mengakibatkan apa yang dikatakan bahwa Otsus sebagai solusi akhir dalam melindungi orang Papua tidak dirasakan oleh orang Papua.
‘’Otsus itu orang bilang final solution. Dan disitu dibilang bahwa Otsus itu untuk memproteksi orang papua. Atau memberdayakan orang Papua. Atau berpihak pada orang Papua. Akan tetapi masyarakat Papua disingkirkan melalui UU Otsus diatas tanah dan negerinya sendiri,’’ terangnya.
Dalam otsus, menurut Socrates pelanggaran HAM meningkat. ‘’Sehingga itu tadi, Perdasi dan Perdasus itu tidak ada, namun Jakarta membiarkan saja begitu. Dia tidak punya kehendak baik untuk membangun Papua,’’ tandasnya.
Dalam pembuatan dan penetapan Perdasi dan Perdasus yang merupakan kewenangan Gubernur dan DPRP, Socrates mengatakan bahwa kewenangan Gubernur tidak ada. ‘’Gubernur Powerless(kekuatannya kurang, red). Jangan bilang gubernur punya power. Perdasi dan Perdasus dibuat harus konsultasi Jakarta. Setelah konsultasi harus coret sana-coret sini,’’ungkapnya.
Sumber: Suara Baptis