SURABAYA (JATIM) - Untuk yang ke-14 kalinya, Badan Musyawarah Antar Gereja (BAMAG) menyelenggarakan Seminar Nasional Wawasan Kebangsaan sebagai sarana pembekalan para hamba Tuhan maupun aktivis gereja di Jawa Timur khususnya untuk selalu menggumuli persoalan-persoalan kebangsaan.
Mengambil tempat di Hotel Bumi Surabaya, dan diselenggarakan bertepatan dengan momentum Hari Pahlawan, 10 November, acara dengan tema besar “Masyarakat yang Berkeadilan Konstitusi dalam Menjamin Kehidupan Berbangsa dan Bernegara”, berlangsung dua sesi ditambah acara ibadah dan sambutan pembukaan.
Acara ibadah pembukaan dipimpin oleh Ev. Marojahan Sijabat, M.Div dan langsung dilanjutkan sambutan-sambutan. Diantaranya adalah Pdt. Sudhi Dharma selaku ketua panitia, Bpk. Eddie Pattinasaranie selaku ketua BAMAG Surabaya, dan terakhir adalah Bpk. Bambang DH selaku Wakil Walikota Surabaya, sekaligus membuka secara resmi acara ini. Dalam sambutannya yang cukup lama, sekitar satu jam, Bambang DH menyuarakan apresiasi terhadap kegiatan SNWK ini sekaligus berkomitmen akan terus mendukung penyelenggaraan kegiatan ini ke depannya.
Sesi pertama yang merupakan sesi pendidikan, menghadrkan dua narasumber utama: DR. Jonathan Parapak, presiden dan rektor Universitas Pelita Harapan, dan Robert Tjahjono, pelaku dan pengamat pendidikan, dengan dimoderatori Santo Vormen dari Perhimpunan Pustaka Lewii (PPL).
Jonathan Parapak berbicara secara mendalam terhadap bagaimana eksistensi dan peran institusi pendidikan Kristen dalam dunia yang menggglobal sekarang ini. Disampaikan fenomena dimana wawasan kebangsaan dalam konteks global yang berujung kepada pertanyaan: Quo Vads pendidikan nasional Indonesia. Dan solusi utama yang diajukan pria kelahiran Tana Toraja, 12 Juli 1942 inii adalah pendidikan yang bersifat holistik, baik itu segi intelektual, emosional, keterampilan, maupun sisi religius. Beliau juga terus menekankn revitalisasi peran gereja sebagai agen pendidikan utama.
Berikutnya, Robert tjahjono, SH, aktivis pendididkan pelajar Surabaya yang sekarang menjabat sebagai Wakil gembala GBIS Sungai Kehidupan surabaya, mengungkapkan problematiika kehidupan dari sisi generasi muda yang dalam istilahnya mengalami kerancuan. Data-data indikator pembangunan manusia maupun pendidikan nasional yang dijaarkannya menuntut perbaikan mendasar pada sistem pendidikan nasional dan bagaimana peran konkrit umat Kristiani.
Pada sesi kedua yang dimoderatori Drs. Henky Kurniadi, hadir Doni Istyanto Hari Mahdi dari Masyarakat Tegakkan Konstitusi, Maruarar Sirait, politisi muda dari PDI Perjuangan yang diundang sebagai salah satuu calon pemimpin masa depan Indonesia, dan Maruarar Siahaan, mantan hakim Mahkamah Konstitusi.
Doni Istyanto yang merupakan alumnus UK Petra dan mantan alumnus GMKI Surabaya menyampaian ide bahwa sistem pemilihan presiden yang dianut oleh Pemilu kita sekarang kurang tepat dan jusstru mengarah kepada disintegrasi bangsa. Mengambil pelajaran dari sistem pemilu Amerika Serikat, pria kelahiran 18 Oktober 1972 ini mengajukan suatu proposal pemikiran bahwa popular vote itu harus diimbangi oleh electoral college, dimana dalam kontekks Indonesia bisa dambil dari dimensi jumlah penduduk dibagi luas wilayah.
Maruarar Sirait, politisi yang melejit namanya semenjak menangani kasus Century ini banyak menyoroti berbagai fenomena politik di tanah air dari sisi pelaku bukan pengamat. Ada banyak hal yang dibedah sekaligus disampaikan kepada institusi BAMAG terkait peranannya dalam membangun sistem kaderisasi dan regenerasi di berbagai bidang yang terlibat langsung dalam masalah kebangsaan.
Sedangkan Maruarar Siahaan, mantan hakim Mahkamah Konstitusi, di awal pembicaraannya memuji dinamika pembicaraan dalam forum SNWK ini yang dinilainya punya level nasional. Terkait masalah konstitusi negara ini, beliau menyoroti dari sisi perdebatan pihak agama dengan pihak nasionalis yang terus mewarnai kancah politik dari belum terbentuknya bangsa dan negara ini. Konstitusi ditekankannya sebagai konsensus nasional sekaligus kontrak suci yang harus dilaksanakan. Mahkamah Konstitusi sendiri yang lahir setelah reformasi dilihatnya sebagai akibat dari sistem horisontal-fungsional yang dirancang untuk membatasi kekuasaan sekaligus melaksnakan fungsi check and balancce.
Sedikit berbeda dengan penyelenggaraan SNWK sebelumnya, kali ini BAMAG Surabaya menjadi penyelenggara yang sebelumnya menjadi agenda BAMAG Jawa Timur. Dan untuk lebih meningkatkan gereget acara ini, BAMAG Surabaya menggandeng Universitas Pelita Harapan Surabaya dan tak lupa Perhimpunan Pustaka Lewi (PPL) yang telah menjadi mitra penyelenggaraan sejak 10 tahun terakhir.
Sumber: Pustakalewi
Acara ibadah pembukaan dipimpin oleh Ev. Marojahan Sijabat, M.Div dan langsung dilanjutkan sambutan-sambutan. Diantaranya adalah Pdt. Sudhi Dharma selaku ketua panitia, Bpk. Eddie Pattinasaranie selaku ketua BAMAG Surabaya, dan terakhir adalah Bpk. Bambang DH selaku Wakil Walikota Surabaya, sekaligus membuka secara resmi acara ini. Dalam sambutannya yang cukup lama, sekitar satu jam, Bambang DH menyuarakan apresiasi terhadap kegiatan SNWK ini sekaligus berkomitmen akan terus mendukung penyelenggaraan kegiatan ini ke depannya.
Sesi pertama yang merupakan sesi pendidikan, menghadrkan dua narasumber utama: DR. Jonathan Parapak, presiden dan rektor Universitas Pelita Harapan, dan Robert Tjahjono, pelaku dan pengamat pendidikan, dengan dimoderatori Santo Vormen dari Perhimpunan Pustaka Lewii (PPL).
Jonathan Parapak berbicara secara mendalam terhadap bagaimana eksistensi dan peran institusi pendidikan Kristen dalam dunia yang menggglobal sekarang ini. Disampaikan fenomena dimana wawasan kebangsaan dalam konteks global yang berujung kepada pertanyaan: Quo Vads pendidikan nasional Indonesia. Dan solusi utama yang diajukan pria kelahiran Tana Toraja, 12 Juli 1942 inii adalah pendidikan yang bersifat holistik, baik itu segi intelektual, emosional, keterampilan, maupun sisi religius. Beliau juga terus menekankn revitalisasi peran gereja sebagai agen pendidikan utama.
Berikutnya, Robert tjahjono, SH, aktivis pendididkan pelajar Surabaya yang sekarang menjabat sebagai Wakil gembala GBIS Sungai Kehidupan surabaya, mengungkapkan problematiika kehidupan dari sisi generasi muda yang dalam istilahnya mengalami kerancuan. Data-data indikator pembangunan manusia maupun pendidikan nasional yang dijaarkannya menuntut perbaikan mendasar pada sistem pendidikan nasional dan bagaimana peran konkrit umat Kristiani.
Pada sesi kedua yang dimoderatori Drs. Henky Kurniadi, hadir Doni Istyanto Hari Mahdi dari Masyarakat Tegakkan Konstitusi, Maruarar Sirait, politisi muda dari PDI Perjuangan yang diundang sebagai salah satuu calon pemimpin masa depan Indonesia, dan Maruarar Siahaan, mantan hakim Mahkamah Konstitusi.
Doni Istyanto yang merupakan alumnus UK Petra dan mantan alumnus GMKI Surabaya menyampaian ide bahwa sistem pemilihan presiden yang dianut oleh Pemilu kita sekarang kurang tepat dan jusstru mengarah kepada disintegrasi bangsa. Mengambil pelajaran dari sistem pemilu Amerika Serikat, pria kelahiran 18 Oktober 1972 ini mengajukan suatu proposal pemikiran bahwa popular vote itu harus diimbangi oleh electoral college, dimana dalam kontekks Indonesia bisa dambil dari dimensi jumlah penduduk dibagi luas wilayah.
Maruarar Sirait, politisi yang melejit namanya semenjak menangani kasus Century ini banyak menyoroti berbagai fenomena politik di tanah air dari sisi pelaku bukan pengamat. Ada banyak hal yang dibedah sekaligus disampaikan kepada institusi BAMAG terkait peranannya dalam membangun sistem kaderisasi dan regenerasi di berbagai bidang yang terlibat langsung dalam masalah kebangsaan.
Sedangkan Maruarar Siahaan, mantan hakim Mahkamah Konstitusi, di awal pembicaraannya memuji dinamika pembicaraan dalam forum SNWK ini yang dinilainya punya level nasional. Terkait masalah konstitusi negara ini, beliau menyoroti dari sisi perdebatan pihak agama dengan pihak nasionalis yang terus mewarnai kancah politik dari belum terbentuknya bangsa dan negara ini. Konstitusi ditekankannya sebagai konsensus nasional sekaligus kontrak suci yang harus dilaksanakan. Mahkamah Konstitusi sendiri yang lahir setelah reformasi dilihatnya sebagai akibat dari sistem horisontal-fungsional yang dirancang untuk membatasi kekuasaan sekaligus melaksnakan fungsi check and balancce.
Sedikit berbeda dengan penyelenggaraan SNWK sebelumnya, kali ini BAMAG Surabaya menjadi penyelenggara yang sebelumnya menjadi agenda BAMAG Jawa Timur. Dan untuk lebih meningkatkan gereget acara ini, BAMAG Surabaya menggandeng Universitas Pelita Harapan Surabaya dan tak lupa Perhimpunan Pustaka Lewi (PPL) yang telah menjadi mitra penyelenggaraan sejak 10 tahun terakhir.
Sumber: Pustakalewi