JAKARTA - Pemimpin tarekat religius se-Asia Tenggara mengatakan dialog dengan agama lain dapat membantu memperbaharui identitas mereka sebagai tarekat Religius Katolik yang bekerja di Asia.
“Dialog adalah bagian dari identitas dan misi Gereja. Dalam mengembangkan spiritualitas dialog, terutama dalam membentuk diri kami dan anggota yang lebih muda, kami terpanggil…untuk terbuka, menghormati martabat orang lain, bersikap tulus dan siap untuk mendengarkan,” kata Pastor Johanis Mangkey, provinsial MSC Indonesia, kepada ucanews.com pekan lalu di Jakarta.
Pastor Mangkey merupakan satu dari 46 peserta yang menghadiri Kongres Pemimpin Tarekat Religius Asia Tenggara Ke-14 di Kuta, Bali tanggal 16-22 November.
Kongres dengan tema Religious Identity for an Effective Dialogue in Plural, Multicultural and Multireligious Asia dihadiri oleh peserta di Brunei, Singapura, Timor Leste, Indonesia, Malaysia, Myanmar, Thailand, Filipina, dan Vietnam.
Upaya-upaya baru dalam dialog akan menciptakan ‘pertobatan dan rekonsiliasi berkelanjutan untuk menjadi saksi sesungguhnya dengan mengulurkan tangan kepada orang-orang dari kepercayaan lain,” kata Pastor Mangkey, MSC.
Selama kongres tersebut, para peserta mendengarkan pemaparan dari masing-masing negara tentang Gereja, masyarakat dan dialog antaragama.
Dalam pernyataan yang dibuat pada akhir kongres, para peserta menyatakan bahwa kaum Religius ‘dipanggil untuk mengembangkan budaya dialog dengan cara pandang, nilai, sikap dan kebiasaan baru. Dimulai dari kepedulian bersama sebagai manusia, kita bisa bekerja sama dengan semua orang tanpa memandang agama, dalam aksi-aksi konkrit untuk kebaikan bersama.”
Pernyataan tersebut juga menyebutkan bahwa melalui dialog, anggota Religius ‘berziarah bersama orang lain menuju kepenuhan hidup yang mencerminkan kehadiran Tuhan,” dan bahwa “dialog merupakan cara terbaharukan dalam hidup sebagai Relgius di Asia saat ini.”
Sumber: Ucanews Indonesia