TUAPEJAT (SUMBAR) - Isu gempa 11 skala Richter di Mentawai yang beredar dari pesan pendek (SMS) pada hari Jumat (27/11) membuat warga Siberut Utara di Pulau Siberut Mentawai semakin bertahan di pengungsian. Sebelumnya, setelah tsunami melanda Pulau Pagai, warga Siberut yang tidak terkena tsunami mengungsi karena takut ancaman tsunami.
Kini daerah Tamairang yang jaraknya 3,5 kilometer dari pantai yang digunakan warga untuk mengungsi semakin disesaki warga dari dua dusun, yaitu Dusun Nang-Nang 184 keluarga dan Dusun Muara Karena 162 keluarga. Jumlah itu ditambah lagi dengan lebih 100 siswa SMP dan SMA Muara Sikabaluan yang kini ikut mengungsi.
"Warga dapat SMS isu gempa 11 scala Richter itu dari anggota Badan Penaggulangan Bencana Daerah Mentawai, jadi banyak yang percaya. Akhirnya kalau minggu lalu hanya malam hari mengungsi, kini sudah permanen siang dan malam di pengungsian," kata Bambang Sagurung, warga Muara Sikabalua.
Warga juga sudah memindahkan hampir separuh harta bendanya ke pengungsian dan memenuhi pondok-pondok mereka dengan peralatan rumah tangga seperti kasur, peralatan memasak, televisi hingga genset untuk listrik.
Bambang mengatakan pelajar kini sudah diizinkan pihak sekolah untuk libur karena tinggal di pengungsian. Namun sekolah secara resmi masih buka walaupun tidak banyak lagi siswa yang masuk sekolah.
Karena minimnya sarana MCK di pengungsian, wabah diare sejak minggu lalu mulai menjangkiti 10 warga, orang tua dan anak-anak. Namun pengobatan langsung dilakukan oleh suster dari gereja di kepastoran Muara Sikabaluan serta dari Puskesmas Sikabaluan.
"Kini petugas puskesmas rutin tiga kali seminggu mengobati diare di pengungsian sehingga kini hanya tiga orang yang masih diare. Selain itu posyandu untuk Balita juga tetap dilaksanakan di pengungsian karena kader Posyandunya juga ikut mengungsi," kata Bambang Sagurung.
Andom Sabebegen, warga Muara Sikabaluan yang ikut mengungsi, berharap pemerintah daerah segera menata Tamairang sebagai tempat relokasi warga Siberut Utara yang permanen.
"Kami sudah tidak nyaman tinggal di kampung lama di pinggir pantai. Kalau tsunami seperti di Pagai tidak sempat lagi lari. Selain itu di pengungsian saat ini juga berjangkit diare, karena antara sumur dan WC dibangun berdekatan akibat banyaknya pengungsi. Ini perlu penataan oleh pemerintah," kata Andom Sabenegen.
Sumber: Tempo