Tuesday 23 November 2010

Tuesday, November 23, 2010
Silahkan klik tulisan atau gambar untuk lanjut membaca Perusahaan Milik Keuskupan Larantuka Tertipu Ratusan Juta Rupiah.
LARANTUKA (NTT) - Perusahaan milik Keuskupan Larantuka, PT Rerolara, yang beroperasi di Desa Hokeng Jaya, Kecamatan Wulanggitang, tertipu dalam bisnis penjualan 50 ton kopi dua tahun silam. Hasil penjualan kopi ditaksir Rp 1 miliar ternyata dalam perjalanan mengalami penyusutan sehingga perusahaan diduga rugi ratusan juta rupiah.

Ketua Komisi Keadilan dan Perdamaian Keuskupan Larantuka, Rm. Benyamin Daud, Pr, dihubungi, Sabtu (20/11/2010), membenarkan kasus penipuan yang dialami PT Rerolara milik Keuskupan Larantuka itu. Kasus penipuan dengan terlapor Boby Beoang sudah dilaporkan ke Polres Flores Timur sejak pertengahan Agustus 2010 lalu.

"Kami dari pihak gereja dan perusahaan melalui komisi sudah mengadukan resmi kasus itu ke Polres Flotim pertengahan Agustus 2010. Kasus yang kami adukan berupa penggelapan dan penipuan hasil penjualan barang," ujar Romo Benyamin.

Awal kasus ini, jelas Romo Benyamin, bermula ketika terlapor, Boby Beoang, diberi kepercayaan membantu memasarkan hasil panen kopi PT Rerolara. Dari hasil penjualan 50 ton kopi ternyata uangnya tidak masuk ke perusahaan sehingga perusahaan mengalami kerugian.

Menurut Romo Benyamin, saat itu harga kopi yang ditawarkan Rp 20.000/kg. Dengan demikian perkiraan kasar pemasukan yang mestinya diterima perusahaan Rp 1 miliar. Setelah dicek ke pembeli di Semarang, hasil penjualan kopi dibayar dengan sejumlah peralatan dan uang tunai yang nilainya jauh di bawah taksiran kasar perusahaan.

Pembeli kopi milik salah perusahaan di Semarang menyatakan kopi susut dari 50 ton menjadi 36 ton dengan alasan kadar asam kopi tinggi sehingga kopi diolah menjadi kopi beras dan susut menjadi 36 ton. Harganya turun dari Rp 20 ribu menjadi Rp 15 ribu.

Ia mengatakan, mestinya bila terjadi penyusutan berat kopi, maka harus bisa ditunjukkan analisa kimiawi dari ahli. Beberapa waktu lalu pihaknya cek ke gudang perusahaan di Semarang dan kopinya sudah habis.

"Itu yang kita pertanyakan. Memang pembelian dan penjualan berlaku hukum tawar menawar. Tapi kesepakatan awal Rp 20 ribu/kg. Pihak keuskupan selaku komisaris di perusahaan merasa ditipu. Pembeli sudah menyatakan membayar kopi itu. Data-data pembayaran itu ada. Sedangkan sisa uangnya diduga diberikan kepada Saudara Boby dan lainnya berupa mesin dan perawatannya," jelas Romo Benyamin.

Perusahaan sudah minta klarifikasi dari Boby, namun yang bersangkutan tak datang, termasuk meminta klarifikasi dengan somasi. "Pasalnya pembeli sudah menyelesaikan kewajiban. Kami merasa kecolongan lantaran hasil penjualan tidak masuk laporan di perusahaan," kata Romo Benyamin.

Dia menambahkan, kasus itu terjadi November 2008.
Tentang kerja sama pengusaha di Semarang dan perusahaan, Romo Benyamin menuturkan, kerja sama ada, namun tidak ada dokumen tertulis, yang ada cuma kesepakatan dalam bentuk lisan.

Terkait kasus ini, sudah beberapa kali ia bertemu Kapolres Flotim untuk mempertanyakan proses penanganan kasus ini yang terkesan lamban.

"Kami pertanyakan apakah statusnya sudah naik ke penyidikan? Kami dapat informasi yang bersangkutan sudah dipanggil, tapi belum memenuhi panggilan polisi. Seluruh data sudah oke. Seluruh bukti sudah ada," papar Romo Benyamin. Dia menambahkan, keuntungan perusahaan digunakan untuk membiayai kegiatan keuskupan dan pastoral.

Kapolres Flotim, AKBP Eko Kristianto, S.iK, yang dikonfirmasi Minggu (21/11/2010), membenarkan kalau pihaknya telah menangani kasus dugaan penipuan yang dilaporkan PT Rerolara. Kasus ini sementara ditangani penyidik reskrim Polres Flotim.

"Upaya penanganan sudah maksimal. Kasus ini sudah digelar. Kami sudah menetapkan dan memanggil tersangkanya," ujar Kapolres Eko yang belum menyebutkan siapa tersangka kasus ini.