Wednesday, 1 December 2010

Wednesday, December 01, 2010
1
Silahkan klik tulisan atau gambar untuk lanjut membaca Romo Franz Magnis-Suseno : Negara Tak Boleh Memihak Satu Agama.
JAKARTA - Rohaniawan Franz Magnis-Suseno, Selasa, mengatakan negara seharusnya berpihak kepada semua keyakinan, sementara kebebasan beragama tidak boleh dipaksakan dan jangan pula dimanipulasi.

"Negara tidak boleh berpihak kepada satu agama, karena tidak menjaga kebebasan beragama," kata Romo Magnis-Suseno saat menerima Habibie Award 2010 untuk kategori harmonisasi kehidupan beragama.

Franz Magnis mengagumi Indonesia yang walau 88 persen penduduknya beragama Islam, tapi hidup berdampingan dengan agama lain dan tidak mengkhususkan kelompok mayoritas.

Dia melihat di Indonesia kebebasan beragama seharunya tidak dipaksakan dan tidak boleh memanipulasi.

Kemajemukan, menurut Romo Magnis, adalah menerima perbedaan keyakinan beragama dan menghormatinya, serta memahami ada nilai-nilai bersama yang menjembataninya, yaitu pancasila dan UUD 1945.

"Siapa yang akhirnya benar kembali ke Allah," ujar Romo Magnis.

Dia mengatakan, perjalanan demokrasi di suatu negara akan penuh dengan risiko, namun demokrasi harus memberikan manfaat nyata untuk kehidupan bermasyarakat.

Sementara itu Wakil Presiden Boediono yang juga menghadiri penganugerahan Habibie Award ini mengatakan demokrasi harus dijaga dan dilindungi oleh pemerintah.

"Jika demokrasi tidak berjalan maka pemerintah akan kehilangan legitimasinya," katanya.

Selain Romo Magnis, yang juga dianugerahi Habibie Award 2010 adalah Ahmad Syafii Maarif, mantan ketua umum PP Muhammadiyah (2000-2005). Kemudian, Eniya Listani Dewi mewakili bidang ilmu rekayasa, dan Adrian Bernard Lapian dari ilmu budaya.

"Penganugerahan kepada kedua tokoh agama adalah yang membedakan penghargaan Habibie Award kali ini," kata Ketua Dewan Pengurus The Habibie Centre, Wardiman Djojonegoro.

Acara ini juga dihadiri Bacharuddin Jusuf Habibie, Wakil Presiden Boediono dan tokoh-tokoh lain seperti Taufik Ismail, Anhar Gonggong dan Busyro Muqoddas.

Sumber: Antara