Wednesday, 1 December 2010

Wednesday, December 01, 2010
Silahkan klik tulisan atau gambar untuk lanjut membaca Tingkat Intoleransi Kehidupan Beragama di Jabodetabek Sangat Tinggi.
JAKARTA - Menurut hasil survey yang dilakukan oleh lembaga SETARA Institute mengenai toleransi sosial masyarakat perkotaan di Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi didapatkan hasil bahwa warga Jakarta dan sekitarnya ini menunjukkan kecenderungan intoleran dalam kehidupan beragama. Hal ini ditunjukkan, antara lain, oleh penolakan terhadap pendirian rumah ibadah penganut agama lain di lingkungan warga.

Survei jajak pendapat ini dilakukan sepanjang tahun 2010 dan melibatkan 1200 responden yang dipilih secara acak dengan kerangka sampel kartu keluarga. “Tiga tahun terakhir menunjukkan intoleransi semakin menguat,” ujar Manajer Program SETARA Institute, Ismail Ashani di Hotel Atlet Century Park, Jakarta, kemarin (29/11). Menurut Ismail, ketegangan sosial dan pelanggaran kebebasan beragama yang paling serius adalah kasus tempat ibadah kelompok agama minoritas dan kriminalisasi. Yang menjadi sasaran kekerasan warga Jabodetabek adalah jemaat Kristiani dan pengikut Ahmadiyah.

Wakil Ketua Badan Pengurus SETARA Institute, Bonar Tigor Naipospos mengatakan pelanggaran kebebasan beragama bergaris lurus dengan perkembangan organisasi radikal. Para penganut intoleransi ini semakin agresif mempromosikan pandangan dan praktek intoleransi di tengah masyarakat dengan isu aliran sesat, antimaksiat, dan antipemurtadan. “Mereka mengatasnamakan agama dan moralitas,” ujarnya.

Selain itu, pemerintah juga belum melakukan tindakan yang serius untuk menindak pelaku kekerasan dan membuat langkah holistic untuk menghapus praktek intoleransi.

Untuk 2010 memang belum didata berapa pelanggaran kebebasan beragama di wilayah Jakarta dan sekitarnya ini, namun menurut data SETARA Institute pada tahun 2007 sampai 2009 terjadi 691 pelanggaran kebebasan bergama. Di wilayah Jawa Barat, Jakarta, dan di pinggiran ibukota seperti di Bekasi, Tangerang, Depok, dan Bogor organisasi Islam radikal tumbuh subur. Intoleransi warga bisa dilihat dari angka 49.5 persen responden yang menolak keberadaan rumah ibadah agama lain di dekat tempat tinggalnya. Meski mereka yang bisa menerima berjumlah 45 persen, situasi ini rawan konflik.

Mari kita tingkatkan toleransi antar umat beragama, jangan sampai termakan oleh pengaruh-pengaruh negatif yang mengatasnamakan kebaikan agama karena kita adalah bangsa dengan begitu banyak kebudayaan, adat istiadat, dan agama. Meskipun kita berbeda-beda, namun kita satu jua.

Sumber: Tempointeraktif