JAKARTA - Sekelompok aktivis dan pimpinan Gereja mengkritisi pemberian penghargaan oleh Menteri Agama kepada gubernur, bupati dan walikota yang telah memasukkan unsur pendidikan Islam ke dalam peraturan daerah.
Menag Suryadharma Ali memberikan penghargaan kepada enam gubernur dan sepuluh bupati dan walikota pada 3 Januari 2011 di kantornya di Jakarta.
“Penghargaan itu sangat berbahaya bagi bangsa karena peraturan-peraturan itu mengandung unsur-unsur yang bertentangan dengan UU 1945,” kata Romo Antonius Benny Susetyo, sekretaris eksekutif Komisi HAK Konferensi Waligereja Indonesia kepada ucanews.com.
Menurut Romo Benny, pemberian penghargaan itu merupakan kampanye terselubung.
“Peraturan daerah tidak boleh dicampuradukan dengan agama,” katanya. Ia menambahkan bahwa peraturan daerah yang memasukkan pendidikan Islam tidak sesuai dengan Pancasila dan UUD 1945 serta pluralis.
Bonar Tigor Naipospos, wakil ketua Setara Institute for Democracy and Peace, menambahkan bahwa penghargaan tersebut tidak memiliki kriteria khusus, dan negara tidak boleh mencampuri urusan agama.
“Pemerintah melakukan sesuatu yang dianggapnya baik, tetapi ternyata pada akahirnya sangat diskriminatif,” kata Bonar.
Menurut Andy Yentriyani dari Komnas Perempuan seorang pejabat pemerintahan tidak boleh memihak pada agama tertentu.
“Ia bukan hanya untuk satu agama saja tapi untuk seluruh warga negara Indonesia,” lanjutnya, dan peraturan daerah tersebut bisa memecah belah bangsa.
Sumber:CathnewsIndonesia