Saturday, 15 January 2011

Saturday, January 15, 2011
Silahkan klik tulisan atau gambar untuk lanjut membaca Benny Susetyo: Tokoh Agama Tidak Berniat Lakukan Pemakzulan Terhadap Pemerintah.
JAKARTA – Tokoh agama tidak berniat ada untuk ikut mendorong pemakzulan terhadap pemerintah sekarang ini. Karena kritikan yang disampaikan tidak hanya kepada eksekutif, tapi legislatif dan yudikatif di mana dalam kritikan itu tokoh agama mencanangkan Tahun 2011 sebagai tahun kebenaran untuk semua.

“Tokoh agama tidak memiliki kekuatan ke situ (pemakzulan). Kami justru ingin mendorong perubahan, perbaikan baik dalam diri bangsa ini,” kata Sekretaris Eksekutif Konferensi Wali Gereja Indonesia (KWI) Antonius Benny Susetyo yang dihubungi di Jakarta, Jumat sore (14/01) .

Seperti diketahui, sembilan tokoh lintas agama berkumpul di Kantor PP Muhammadiyah untuk menyampaikan pernyataan pencanangan tahun perlawanan terhadap kebohongan. Tokoh agama tersebut di antaranya Bikkhu Pannyavaro Mahathera, Pendeta Andreas A Yewangoe, Ketua PP Muhammadiyah Din Syamsuddin, KH Shalahuddin Wahid dan Romo Magnis Suseno, termasuk Antonius Benny Susetyo.

Antonius mengatakan tokoh agama hanya menyuarakan hati nurani, antara perbuatan dan kata satu. “Tokoh agama itu tidak masuk di kekuasaan. Kritikan yang disampaikan mereka, tidak hanya sekadar mengeritik tapi juga berdasarkan data dari Badan Pekerja yang berisi 60 orang,” papar dia.

Meskipun, lanjut Benny, kritikan yang disampaikan tokoh agama masih draf tapi substansinya (dalam draf) mereka setuju semua. “Kalau kritikan yang disampaikan mendapat respon bahwa antara perbuatan dan kata tidak sama, terserah yang menterjemahkan. Namun subtansi (pernyataan) adalah mencanangkan kebenaran,” tegasnya.

Benny juga membantah apa yang telah dilakukan tokoh agama itu sebagai langkah politik praktis. “Politik praktis itu adalah politik kekuasaan. Mereka itu orangtua yang tidak lagi menginginkan jabatan politis seperti, ingin jadi menteri. Karena kalau politik kekuasaan itu mereka yang menginginkan jadi para menteri,” katanya.

Menurutnya, kalau tokoh agama menyampaikan kebenaran, maka menyuarakan kenabiannya. “Justru kalau tokoh agama diam, tidak menyuarakan kebenaran artinya orang itu bukan tokoh agama yang mempunyai integritas. Justru semua pihak seharusnya bersyukur ada tokoh agama yang mampu mengatakan kebenaran sehingga akan membuka jalan dialog,” Benny menambahkan.

Soal kata kebohongan yang muncul dalam pernyataan tersebut, Benny menerangkan orang menyimpulkan. Karena selama hanya janji saja dan kalau janji tidak terealisasi, apa namanya?, Yah ingkar janji. Namun, dia mengharapkan untuk memperdebatkan kata “bohong” tapi yang penting substansinya di mana para tokoh agama mencanangkan sebagai tahun kebenaran.

“Kritikan itu tidak hanya ditujukan kepada pemerintah, DPR dan Yudikatif tapi untuk tokoh agama sendiri. Karena banyak tokoh agama yang masuk dalam politik kekuasaan, maka tokoh agama dalam pernyataan agar mengembalikan kepada keadaban publik yang kini sudah kerusakan,” jelasnya.

Dia berpendapat seharusnya tidak merespon berlebihan dengan apa yang telah disampaikan tokoh agama, tapi hendaklah disikapi dengan bijak, dengan mengajak dialog. “Kami sebetulnya ingin dialog sebelum menyampaikan pernyataan tapi kenyataannya dialog itu buntu,” jelasnya

Dikatakannya, sebetulnya pertemuan tokoh agama sudah dilakukan sebelum menyampaikan kritikannya yang dimulai dari kediaman Sholahuddin Wahid (Gus Solah, tokoh Nahdlatul Ulama). Kemudian dilanjutkan pertemuan di KWI (Konferensi Wali Gereja Indonesia) termasuk di PGI. Pertemuan itu terjadi karena mereka melihat keprihatinan dari bawah, umatnya.

Sumber:Poskota