Wednesday, 26 January 2011

Wednesday, January 26, 2011
1
Silahkan klik tulisan atau gambar untuk lanjut membaca Generation Ex-Christian : Alasan Orang-Orang Meninggalkan Iman Kristen.
EDMONTON (CANADA) - Berbagai riset dan survei menunjukkan bahwa banyak di antara kaum atheis, agnostik dan pencari spiritual yang kehilangan keagamaan mereka adalah mereka yang dulunya beragama Kristen. Tapi, belum pernah ada buku riset yang menjelaskan secara mendalam apa yang menyebabkan mereka meninggalkan iman mereka, sampai munculnya buku Generation Ex-Christian.

Buku yang baru dirilis ini ditulis oleh Drew Dyck, manajer editorial Christianity Today International. Dyck membagi orang-orang yang disebutnya "leavers" (orang-orang yang meninggalkan iman) itu ke dalam enam kategori: postmodern leavers (mengacu pada aliran pemikiran postmodernisme), recoilers (orang-orang yang bertindak mundur karena takut atau menghindar), modern leavers (mengacu pada aliran pemikiran sebelum postmodernisme), neo-pagans (kelompok pagan baru), rebels (orang yang memberontak atau melakukan perlawanan) dan drifters (orang yang suka berpindah-pindah).

Penyusunan kategori ini dilakukan Dyck setelah ia mewawancarai sekitar 100 orang untuk kepentingan riset dalam penulisan buku tersebut.

"Saya bukan seorang sosiolog atau ahli statistik, tapi saya memahami bahwa sebagai seorang jurnalis saya bisa membawa sesuatu dalam isu ini dengan memperkenalkan kepada orang-orang apa yang dihadapi dan cerita-cerita di balik statistik," kata Dyck kepada The Christian Post.

"Ketika menyiapkan profil-profil ini, apa yang saya sebut 'leavers' di sini adalah mereka yang berusia 20 hingga awal 30-an yang memilih untuk meninggalkan iman mereka. Kemudian menyediakan kepada mereka beberapa tips bagaimana untuk membangun kembali percakapan yang bermakna tentang TUHAN, yang kemudian akan menggiring mereka kembali."

Di antara kategori-kategori yang disusunnya, Dyck mengatakan bahwa mereka yang disebut recoilers cenderung lebih sulit untuk diidentifikasi sebab mereka memiliki kecenderungan untuk menghindari percakapan mengenai pengalaman masa kecil atau masa remaja mereka yang menyakitkan di gereja, yang merupakan alasan utama mereka kenapa mereka meninggalkan iman mereka.

Banyak recoilers akan menemukan alasan-alasan intelektual untuk mem-back up alasan-alasan emosional mereka, tulis Dyck.

Menurut Dyck banyak dari kelompok recoilers mengalami perlakukan buruk terkait apa yang disebutnya "penyucian" atau "pengudusan." Mereka mengalami kekerasan atas nama TUHAN. Mereka kemudian memiliki pandangan buruk terhadap iman karena orang-orang yang mereka anggap suci malah membuat mereka jatuh. Dalam hal ini, mereka kemudian menggap TUHAN ikut bersalah.

Dyck menyarankan, dalam upaya pendekatan terhadap para leavers, sebaiknya dicari tahu lebih dulu apakah dia seorang recoiler atau tidak. Caranya adalah dengan menanyakan pengalaman mereka dalam komunitas iman mereka, dimana mereka akan menghindari menjawab hal itu.

Jika demikian, maka kemudian kita harus mendengarkan cerita mereka dan berempati pada rasa sakit mereka. Menurut Dyck, sangatlah penting membangun persahabatan dan mendapatkan kepercayaan dari recoilers, dan setelah itu membantu mereka untuk berdamai dengan TUHAN sebelum berdamai dengan orang-orang-NYA.

Mengenai kelompok neo-pagans, Dyck menyoroti kelompok Wicca, yang merupakan aliran keagamaan yang paling cepat berkembang di Amerika Serikat. Di banding semua kelompok leavers, kelompok neo-pagan justru adalah yang paling reaktif secara emosional terhadap iman Kristen.

Para pengikut Wicca memiliki perasaan negatif terhadap orang-orang Kristen karena mereka digambarkan sebagai penyembah Setan dan melakukan ritual-ritual pengurbanan hewan sampai pembunuhan bayi-bayi.

Pendekatan paling baik bagi kelompok Wicca adalah dengan menanggalkan pandangan negatif mereka. Caranya tunjukkan sikap memahami iman mereka. Tanyakan mengapa mereka tertarik pada Wicca dan ada masalah apa dengan Kekristenan.

"Untuk menjangkau kelompok neo-pagan, mulailah dengan menunjukkan penghargaan terhadap alam dan hasrat untuk melindunginya, kemudian arahkan mereka pada TUHAN, yang mana melihat alam sebagai refleksi agung," tulis Dyck.

Kelompok drifters adalah mereka yang sulit dikenali kapan persisnya mereka meninggalkan iman mereka. Mereka pergi begitu saja tanpa penjelasan. Mereka tidak mengeluarkan pernyataan-pernyataan yang melawan Kekristenan dan mereka tidak punya persoalan emosional dengan iman mereka. Mereka bahkan sering mengidentifikasi diri mereka sebagai orang Kristen, tetapi dalam hidup mereka, mereka sama sekali tidak menunjukkan komitmen pada Kristus.

"Mereka adalah tipikal orang-orang yang mengalami campur-aduk, mengalir begitu saja. Mereka tersapu dalam iman mereka karena apa yang dilakukan oleh orang-orang di sekitar mereka. Kemudian mereka pergi dengan alasan yang sama. Selanjutnya, mereka menemukan diri mereka dalam suatu konteks baru dimana iman Kristen dianggap tidak normal," tulis Dyck.

Dyck menyarankan untuk menantang para drifters dengan tuntutan Injil yang paling keras dan menekankan bahwa gereja bukanlah perkumpulan sosial, melainkan sebuah "all-or-nothing proposition."

Menurut Dyck, sangat baik juga bagi para drifters untuk membentuk perkumpulan lintas generasi dalam gereja daripada sekedar berkumpul dalam kelompok muda-mudi.

Dalam wawancaranya dengan The Christian Post, Dyck mengatakan bahwa dari enam kategori leavers yang ia sebutkan, kelompok rebels atau pemberontak spiritual adalah yang paling sulit untuk dikembalikan kepada Kristus.

Kelompok rebels adalah mereka yang memiliki penolakan kuat terhadap otoritas ilahi. Mereka tidak punya keberatan intelektual, tapi lebih pada sikap hati. Satu-satunya saran yang dikemukakan oleh Dyck adalah berdoa secara serius bagi mereka dan tetap membangun hubungan baik dengan mereka.

Kelompok rebels tidak punya masalah intelektual maupun emosional dengan iman Kristen, hanya saja, mereka merasa tidak nyaman berada dalam cengkeraman moralitas Kristen.

"Banyak anak muda tidak hanya meninggalkan gereja, tapi juga iman mereka," kata Dyck. "Dan saya kira mereka tidak akan kembali dengan sendirinya."

Dyck juga menyarankan agar orang-orang yang lebih tua dalam gereja membangun hubungan dengan anak-anak muda.

Sumber: ChristianityToday/ Perisai