JAKARTA - Dibentuknya Rumah Pengaduan Kebohongan Publik
ternyata mendapat respon positif dari masyarakat. Saat ini Badan Pekerja
tengah sibuk melakukan tabulasi data untuk menyeleksi laporan-laporan
kebohongan publik yang masuk.
"Aktivitas kami masih terus berjalan. Kami menerima banyak pengaduan dari masyarakat. Sedang dilakukan tabulasi data untuk melengkapi atau menambahi data-data yang ada, tutur Sekretaris Eksekutif Bidang Diakonia Persekutuan Gereja-Gereja di Indonesia, Jerry Sumampouw, saat dihubungi Media Indonesia, Minggu (30/11).
"Kita sudah buat mekanisme. Kita menerima pengaduan yang masuk dan kita seleksi, karena tidak semua yang masuk bisa dipublikasikan. Setelah itu baru kita berikan kepada tokoh-tokoh agama," sambungnya.
Jeirry menambahkan Rumah Pengaduan Kebohongan Publik sebenarnya terbuka dan menerima semua pengaduan dari masyarakat. Namun masalahnya, kebanyakan pengaduan yang masuk hanya berupa uneg-uneg. Pengaduan yang seperti ini tentu sulit untuk ditindaklanjuti.
"Biasanya kami akan menindaklanjuti kalau datanya lengkap, lalu dukungan data juga banyak. Seringkali banyak juga masyarakat yang mengirim SMS, tapi alamatnya tidak dicantumkan secara lengkap. Ini kan susah dan kami juga takut pengaduan yang masuk tidak benar. Jangan sampai kami dicap membuat kebohongan baru," tandas Jeirry.
Terkait kelompok masyarakat lain yang ingin membuka juga Rumah Pengaduan Kebohongan Publik, Jeirry mempersilahkannya. Akan tetapi, sebelum resmi membukanya Jeirry meminta masyarakat untuk lebih dulu berkoordinasi dengan Badan Pekerja.
"Ada masyarakat yang ingin membuka Rumah Pengaduan Kebohongan Publik, tapi saya ngga terlalu tahu dan belum begitu jelas. Yang pasti, kami menyediakan formulir jika ada yang ingin membuka," ujar Jeirry.
Sementara itu, Jeirry mengungkapkan sekitar pertengahan Februari mendatang akan dilakukan lagi pertemuan antartokoh-tokoh agama. "Tidak ada agenda khusus dalam pertemuan itu. Hanya agenda biasa. Kami akan evaluasi mengenai Rumah Pengaduan Kebohongan Publik," pungkasnya.
"Aktivitas kami masih terus berjalan. Kami menerima banyak pengaduan dari masyarakat. Sedang dilakukan tabulasi data untuk melengkapi atau menambahi data-data yang ada, tutur Sekretaris Eksekutif Bidang Diakonia Persekutuan Gereja-Gereja di Indonesia, Jerry Sumampouw, saat dihubungi Media Indonesia, Minggu (30/11).
"Kita sudah buat mekanisme. Kita menerima pengaduan yang masuk dan kita seleksi, karena tidak semua yang masuk bisa dipublikasikan. Setelah itu baru kita berikan kepada tokoh-tokoh agama," sambungnya.
Jeirry menambahkan Rumah Pengaduan Kebohongan Publik sebenarnya terbuka dan menerima semua pengaduan dari masyarakat. Namun masalahnya, kebanyakan pengaduan yang masuk hanya berupa uneg-uneg. Pengaduan yang seperti ini tentu sulit untuk ditindaklanjuti.
"Biasanya kami akan menindaklanjuti kalau datanya lengkap, lalu dukungan data juga banyak. Seringkali banyak juga masyarakat yang mengirim SMS, tapi alamatnya tidak dicantumkan secara lengkap. Ini kan susah dan kami juga takut pengaduan yang masuk tidak benar. Jangan sampai kami dicap membuat kebohongan baru," tandas Jeirry.
Terkait kelompok masyarakat lain yang ingin membuka juga Rumah Pengaduan Kebohongan Publik, Jeirry mempersilahkannya. Akan tetapi, sebelum resmi membukanya Jeirry meminta masyarakat untuk lebih dulu berkoordinasi dengan Badan Pekerja.
"Ada masyarakat yang ingin membuka Rumah Pengaduan Kebohongan Publik, tapi saya ngga terlalu tahu dan belum begitu jelas. Yang pasti, kami menyediakan formulir jika ada yang ingin membuka," ujar Jeirry.
Sementara itu, Jeirry mengungkapkan sekitar pertengahan Februari mendatang akan dilakukan lagi pertemuan antartokoh-tokoh agama. "Tidak ada agenda khusus dalam pertemuan itu. Hanya agenda biasa. Kami akan evaluasi mengenai Rumah Pengaduan Kebohongan Publik," pungkasnya.
Sumber: MediaIndonesia