JAKARTA - Forum rektor dari universitas negeri maupun swasta bertemu para tokoh agama kemarin di Jakarta untuk membahas perkembangan gerakan anti kebohongan yang diluncurkan belum lama ini.
“Kami (para rektor) dan pemuka agama mempunyai keprihatinana yang sama. Kami juga mengeluarkan pernyataan pertengahan Januari lalu yang intinya mengeritik kegagalan pemerintah dalam bidang politik, ekonomi, social dan hukum,” kata Badia Perizade, ketua forum rektor.
Forum Rektor tersebut menyatukan 28 rektor universitas di Universitas Negeri Jakarta (UNJ) untuk menindaklanjuti Gerakan Anti Kebohongan yang diluncurkan para pemimpin agama Buddha, Katolik, Hindu, Islam, Konghucu dan Protestan bulan lalu. Gerakan ini mengeritik kegagalan pemerintah dalam memenuhi janji-janjinya untuk mengatasi berbagai persoalan bangsa termasuk kemiskinan dan pendidikan.
Perizade mengatakan keprihatinan serupa diutarakan oleh sekitar 400 dari 3.500 akademisi di negeri ini, bahwa “hal ini adalah juga perhatian kita bagi negara.”
Bedjo Sujanto, rektor UNJ, mengakui bahwa baik para akademisi maupun tokoh agama memiliki peran penting dalam pembaharuan bangsa. “Kami menghendaki adanya aksi konkrit untuk mencegah agar perbedaan idak semakin membesar,” katanya.
Din Syamsuddin dari Muhammadiyah mengatakan pemerintah sudah salah mengartikan pesan yang disampaikan oleh tokoh agama yang sebenarnya “pesan moral’ menjadi isu politis.
Pemerintah akan mengalami degradasi moral jika tidak mengambil tindakan nyata, kata Romo Franz Magnis-Suseno, SJ, guru besar di STF Driyarkara Jakarta.
Forum Rektor dan tokoh lintas agama ‘menginginkan agar pemerintah bekerja lebih baik lagi, bukan untuk menjatuhkannya,” kata Romo Antonius Benny Susetyo, Pr, sekretaris eksekutif Komisi HAK kepada ucanews.com.
Ia menambahkan para rektor dan tokoh lintas agama akan selalu memonitor isu-isu yang menimpa bangsa ini.
Sumber:CathnewsIndonesia