Saturday, 12 February 2011

Saturday, February 12, 2011
2
Silahkan klik tulisan atau gambar untuk lanjut membaca Persekutuan Gereja-gereja di Indonesia (PGI) Tepis Isu Pelaku Selebaran Penistaan Oleh Gereja.
JAKARTA - Menyusul beberapa anggapan dan wacana yang berkembang di beberapa media massa yang menyebutkan bahwa aksi penistaan agama yang dilakukan oleh Antonius Richmord Bawengan dengan penyebaran selebaran adalah bagian dari tindakan Kristen Fundamentalis, Ketua Persekutuan Gereja-gereja di Indonesia (PGI), Pdt. Andreas Yewangoe, menepis anggapan tersebut.

“Saya tidak tahu. Saya baru dengar di pengadilan (Temanggung), belum lihat isi selebarannya. Saya tidak tahu motivasinya. Tapi yang jelas, itu tidak resmi dilakukan oleh gereja PGI. Artinya, secara teologis dan resmi, kami tidak punya niat seperti itu. Pelecehan itu tidak diterima oleh kita,” seru Pdt. Yewangoe dalam wawancara dengan Republika.

Pdt Yewangoe juga menyayangkan aksi perusakan dan pembakaran tiga Gereja di Temanggung Jawa Tengah oleh aksi massa yang tidak setuju dengan keputusan Majelis Hakim yang memvonis Andreas Bawengan dengan hukuman 5 tahun penjara. “Kita juga kaget bahwa keputusan pengadilan tidak disetujui massa, lalu disikapi dengan perbuatan anarkis. Padahal kalau tidak setuju, ada mekanisme hukum. Artinya, bisa naik banding atau bahkan sampai kasasi. Harus diingat, masyarakat kita mampu sadar hukum” ujarnya.

Lebih jauh dirinya menambahkan bahwa masyarakat Indonesia wajib kembali kepada jati dirinya yang sesungguhnya dimana nilai gotong-royong dan toleransi dijunjung tinggi.” Jadi, saya kira, kerukunan beragama secara otentik sudah ada sedari dulu, tanpa diatur dan dibikin, jadi begitu saja. Itulah menurut saya, orang Indonesia harus kembali ke jati dirinya yang dulu, tenggang rasa, rukun satu sama lain. Saya kira itu, tidak ada konsep yang baru,” tambahnya.

Menjadi masyarakat yang sadar hukum dan mempunyai toleransi tinggi adalah keharusan bagi setiap penduduk di Indonesia agar setiap pengajaran dan doktrinasi dari luar yang tidak sesuai dengan Pancasila dapat ditolak.

Sumber: Republika