Tuesday 15 February 2011

Tuesday, February 15, 2011
Silahkan klik tulisan atau gambar untuk lanjut membaca Umat Kristiani di Nusa Tenggara Timur Bantu Peringatan Maulid Nabi.
KUPANG (NTT) - Kerukunan beragama masyarakat Nusa Tenggara Timur (NTT) bisa dicontoh. Masyarakat Bumi Sasando itu memiliki toleransi tinggi. Berikut laporan wartawan Suara Merdeka, Arif Widodo. Sejak dulu, masyarakat NTT yang beragam agama menjalani kehidupan dengan rukun dan damai. Perbedaan yang muncul mampu mereka kelola dengan baik menjadi sebuah warna kehidupan.

Pada hari-hari raya misalnya, masing-masing pemeluk agama saling membantu. Seperti di Gereja Pniel Oebobo, Kecamatan Oebobo, dan Masjid Nurul Wathan, Kelurahan Kuanino Kotaraja, Kupang. Mesker Lakapu, humas Gereja Pniel Oebobo, mengatakan, saat perayaan hari raya Kristiani, warga muslim membantu menjaga keamanan di gereja tersebut. Begitu pula sebaliknya. ”Kegiatan bersih-bersih masjid dalam rangka menghadapi PHBI (peringatan hari besar Islam-red) seperti Maulid Nabi juga diikuti oleh umat Kristiani,” kata pengurus Masjid Nurul Wathan, Ahmad Usman, dan tokoh agama setempat, Tumiran Suhardjo. 

Kerukunan antarumat beragama di NTT, kata Usman, sangat terjaga. ”Kenapa mesti ribut-ribut, wong kita semua berasal dari nabi yang sama, Adam,” sambungnya. Masjid di kompleks perumahan purnawirawan TNI itu juga dihuni warga dari berbagai macam agama. Ada Hindu dan Budha. Tidak jauh dari masjid, hanya sekitar 50 meter, berdiri Gereja Weslean. 

Mereka hidup guyub dan rukun. Begitu juga masyarakat di lingkungan Gereja Pniel yang memiliki 5.000 jemaat. Meski berbeda agama, mereka saling membantu satu sama lain. Saat renovasi gereja belum lama ini, masyarakat Oebelo ambil bagian. Mereka ikut bergotong-royong. Bahkan pembangunan rumah pelayan (pastor) mendapatkan sumbangan dana dari warga setempat yang lintas agama. Mesker berharap kekerasan yang terjadi di Banten dan Temanggung beberapa waktu lalu tidak merembet ke NTT. 

Menurutnya, kekerasan tersebut sangat melukai ketenangan umat beragama. Terlebih di NTT yang selama ini menjalani kehidupan secara harmonis antarumat beragama. Di NTT, Islam termasuk minoritas. Itu tidak lepas dari sejarah NTT. Sebelum Indonesia merdeka, provinsi tersebut memang menjadi wilayah pengembangan misionaris Katolik dan zending Kristen Protestan. Jumlah pemeluk agama Katolik di NTT mencapai 54,56 persen dari jumlah penduduk sebanyak 4.679.316 jiwa. Disusul Kristen Protestan 34,12 persen, Islam hanya 8,51 persen, Hindu 0,20 persen dan Budha 0,01 persen. Untuk tempat ibadah terdapat 2.635 gereja Katolik, 5.098 gereja Kristen Protestan, 931 masjid, 28 pura dan 1 wihara. NTT terdiri atas gugusan pulau. 

Kondisinya masih alami. Dari 1.192 pulau, baru 44 pulau yang dihuni. Pulau terluar adalah Batik, Danarote, Danasabu, Mangkudu, dan Alor. Pulau-pulau tersebut masih banyak yang belum dijamah. Bahkan ada 760 pulau di NTT yang belum dinamai. ”Di sini, kami selalu duduk satu meja tanpa membedakan suku, agama, dan lainnya,” kata Frans Lebu Raya, gubernur NTT, di sela-sela peringatan Hari Pers Nasional di Kupang, pekan lalu. 

Itu yang menjadikan Presiden SBY memperpanjang kunjungannya dari rencana tiga hari menjadi empat hari, 8-11 Februari. Dalam kesempatan itu, SBY menggelontorkan dana Rp 5,3 triliun di luar APBN 2011 sebesar Rp 16,1 triliun, PNPM Pedesaan Rp 657,20 miliar dan PNPM Perkotaan Rp 1,8 miliar. Lebu Raya menegaskan pentingnya menjaga kerukunan antarumat beragama. 

Oleh karena itu, dia prihatin dengan kekerasan di Banten dan Temanggung. Kejadian yang mengakibatkan kerugian harta benda dan korban itu sangat mengoyak jiwa masyarakat NTT.

Sumber: SuaraMerdeka