Wednesday 30 March 2011

Wednesday, March 30, 2011
Silahkan klik tulisan atau gambar untuk lanjut membaca Tokoh Muslim dan Pemimpin Gereja Ingatkan Bahaya radikalisme. JAKARTA - Seorang tokoh Muslim dan pemimpin Gereja meminta umat Katolik untuk meningkatkan dialog di akar rumput karena radikalisasi dan intoleransi meningkat.

“Situasi Indonesia sekarang sangat mengkhawatirkan karena radikalisme dan kekerasan atas nama agama meningkat. Ini berbeda dengan 10 tahun lalu dimana umat Muslim sangat toleran dan menunjukan Islam yang berwajah senyum,” kata Syafi’i Anwar, direktur eksekutif International Center for Islam and Pluralisme (ICIP), pada sebuah forum Katolik akhir pekan lalu di aula Gereja St. Theresia, Jakarta.

Kepada sekitar 200 peserta dari Forum Masyarakat Katolik Indonesia (FMKI) Keuskupan Agung Jakarta, Anwar mengatakan, kelompok radikal menginginkan agar Syariat Islam (SI) diterapkan. Namun Indonesia bukan negara Islam.

Anwar menegaskan itu adalah produk Timur Tengah abad 10, dan tidak relevan lagi dalam konteks Indonesia dewasa ini.

”Muslim Indonesia berbeda dengan Muslim di Timur Tengah karena Muslim Indonesia berpijak pada kearifan lokal yang membuat mereka santun dan menghargai yang lain,” tambahnya.

Ia juga menjelaskan bahwa yang dilakukan di Indonesia bukanlah Islamisasi, melainkan Arabisasi termasuk simbol-simbol.

”Substansi iman lebih penting daripada simbol,” tandas Anwar.

Ia menambahkan, kelompok radikal mempromosikan intoleransi lewat pendidikan terutama orang muda yang dikirm untuk belajar di Timur Tengah. Setelah kembali ke tanah air mereka menjadi radikal kerena telah dicekok dengan ideologi radikal.

Akan tetapi di Indonesia mereka harus berhadapan dengan Nahdlatul Ulama dan Muhammadiyah, dua organisasi besar yang mencintai keharmonisan dan menghargai kebhinekaan.

Kendala lain yang menyebabkan radilkalisme berkembang antara lain regulasi yang diskriminatif, lemahnya penegakkan hukum, politik pembiaran, serta penafsiran yang terlalu tekstual.

”Namun saya optimis nasionalisme di Indonesia tetap eksis karena sebagian besar partai di DPR berbasis nasionalis,” tambahnya.

Pastor Aloysius Budi Purnomo, salah satu pembicara pada forum tersebut, mengatakan meningkatnya kekerasan atas nama agama akhir-akhir ini tidak memudarkan keyakinannya bahwa Islam adalah agama yang menebarkan perdamaian.

”Kita hendaknya merajut perbedaan melalui kearifan lokal dalam budaya kita,” kata Ketua Komisi HAK Keuskupan Agung Semarang itu.

Ia mengajak umat Katolik untuk lebih berinisiatif dalam dialog dan melakukan pendekatan dengan umat Muslim, dan juga dengan agama-agama lain, terutama dengan akar rumput.

Dalam homili misa pelantikan pengurus FMKI, Pastor Yohanes Rasul Edy Purwanto, sekretaris eksekutif Konferensi Waligereja Indonesia, menegaskan tugas FMKI harus adalah menjadi juru damai dan ikut terlibat pada kelompok akar rumput.

”Forum ini bukan untuk kumpul-kumpul, arisan atau belajar liturgi tapi ikut peduli terhadap masalah sosial dan politik yang saat ini menjadi keprihatinan kita bersama,” katanya.

Sementara itu Veronica Wiwiek Sulistyo, ketua FMKI, mengatakan kepada ucanews.com, akan menjadikan pembahasan tersebut sebagai bagian dari program komunitas.

Sumber: CathnewsIndonesia