Saturday, 14 May 2011

Saturday, May 14, 2011
Silahkan klik tulisan atau gambar untuk lanjut membaca Umat Katolik di Wilayah Agimuga Miliki 4 Gedung Gereja Baru. TIMIKA (PAPUA) - Kini umat Katolik Paroki Gereja Aramsolki memiliki 4 gedung Gereja Katolik Baru. Diantaranya Gereja Stasi Umat Katolik di Kampung Fakafuku, Gereja Malaikat Gabriel Stasi Kiliarma, Gereja Santo Fransiskus Stasi Amungun dan Gereja Santo Kebangkitan Paroki Aramsolki di Agimuga.

Uskup Keuskupan Timika, Mungsignur (Mgr) John Philip Saklil, Pr berpesan kepada umat tentang kehadiran gereja-gereja tersebut. ”Jangan agung-agungkan bangunan fisik gereja yang baru diresmikan,” pesannya. Sebab bangunan gereja meski berbahan tembok (campuran pasir, semen dan batu – red) suatu saat bisa roboh dan berantakan.

Sebaliknya, pesan Uskup, Gereja yang sebenarnya sudah ada dalam hati masing-
masing orang. ”Tetapi jagalah bangunan gereja yang sudah bertumbuh dan bertahan dalam hati tiap umat beriman,” katanya. Sehingga apabila hati tiap insan umat beriman dijaga dan dipupuk maka tak semudah merobohkan bangunan atau tembok gereja tersebut.

Pesan tersebut disampaikan Uskup Saklil kepada umatnya ketika melakukan pemberkatan sekaligus peresmian masing-masing gereja, yakni Gereja Katolik Stasi Fakafuku (Minggu, 1/5); Gereja Katolik Stasi Malaikat Gabriel di Kiliarma (Senin, 2/5); Gereja Katolik Stasi Santo Fransiskus Amungun (Selasa, 3/5) dan Gereja Katolik Paroki Kebangkitan Agimuga di Aramsolki (Rabu, 4/5) Keuskupan Timika.

Pengobat Trauma Kejadian 1977

Kehadiran 4 gereja baru di Paroki Agimuga diharapkan mampu mengobati trauma akibat peristiwa Hak Azasi Manusia (HAM) tahun 1977 di wilayah Agimuga. Sebab peristiwa tersebut telah membuat warga sipil Agimuga hidup terporak-porandakan kurang lebih 34 tahun lamanya.

Demikian diungkapkan tokoh masyarakat Kampung Amungun Distrik Agimuga, Johan Anggaibak. ”Dulu penduduk semua tersebar menempati kampung-kampung ini,” ujarnya berkisah. Diantaranya Kampung Kiliarma, Amungun dan Aramsolki Distrik Agimuga Kabupaten Mimika. Namun akibat peristiwa pelanggaran HAM tahun 1977 warga semua mengungsi.

”Waktu itu ada penduduk yang ke hutan, ada yang ke gunung dan ada yang ke kota Timika,” jelasnya. Lebih lanjut operasi militer yang dilakukan aparat keamanan yang rata-rata bersenjata tersebut sangat keji. Mulai dari penyiksaan fisik, hingga tembak di tembak. Akibat Operasi militer tersebut juga, sejumlah rumah dibakar bersama penghuninya. Sejumlah pesawat dioperasikan untuk menembak dari udara termasuk membuang racun dan bom di sekitar rumah warga dan di lokasi pengungsian.

”Sejak itu, warga kampung (wilayah Agimuga-red) tidak pernah kembali. Sekarang mereka kembali karena ada peresmian gereka Katolik di 3 kampung ini,” jelasnya. Pasca peresmian gereja oleh Uskup Keuskupan Timika, banyak warga dan keluarga korban telah menyatakan bersedia kembali ke kampung halamannya.

Hal senada juga diungkapkan tokoh masyarakat Amungme di Timika, Thomas Wamang. ”Memang setelah kejadian tahun 1977, banyak yang tidak mau kembali ke Agimuga. Tapi belakangan saya ikuti kemauan masyarakat, mereka mau kembali ke kampung asalnya (di Agimuga),” terangnya.

Sebenarnya, wilayah Agimuga adalah wilayah bertanah subur yang cocok untuk pertanian dan perkebunan dan berpotensi menjadi daerah maju bagi suku Amungme dan warga suku sekitarnya.

Terkait dengan rencana pergerakan masyarakat dari kota ke kampung tersebut, sumber lain mengatakan, wilayah tersebut akan dimekarkan menjadi satu kabupaten baru yaitu Kabupaten Agimuga, seperti yang sering dikampanyekan oleh Bupati Mimika Klemen Tinal, sebagai salah satu calon gubernur Papua pada periode pemilihan Gubernur 2011 hingga 2016 mendatang.

Sumber: Tabloid Jubi