Thursday 30 June 2011

Thursday, June 30, 2011
Silahkan klik tulisan atau gambar untuk lanjut membaca Dewan Gereja Sedunia (WCC), Vatikan dan Aliansi Injili Sedunia (WEA) Keluarkan Buku Pedoman Penginjilan. AMSTERDAM (BELANDA) - Pada hari Selasa (28/06/2011) Dewan Gereja Sedunia, Vatikan dan Aliansi Injili Sedunia mengeluarkan buku lima halaman pedoman penginjilan. Yang paling menonjol adalah kesepakatan meninggalkan cara-cara penginjilan terselubung. Sehingga tak ada lagi penginjilan lewat sembako?

Kode etik disusun melalui perundingan rumit sejak tahun 2005. Dengan pedoman itu, ketiga organisasi kristen terbesar di dunia, berharap dapat mengurangi rasa permusuhan dari Islam ataupun agama lain, akibat kegiatan penginjilan.

"Metode tidak pantas dalam mengerjakan tugas-tugas misionari lewat cara-cara terselubung dan pemaksaan harus ditinggalkan," bunyi salah satu butir fatwa gereja sedunia. "Pola-pola tersebut mengkhianati injil dan bisa menyebabkan pihak lain menderita."

Dibunuh dan Dianiaya
Di beberapa negara seperti Pakistan, Indonesia dan India, kegiatan penginjilan dapat menyebabkan kekerasan fatal. Si penginjil yang berjuang menyebar iman kristen dan mereka yang kemudian beralih kepercayaan sering menjadi korban pembunuhan.

Sebuah laporan terbaru menunjukkan, sejak tahun 2006, sedikitnya sudah 200 gereja di Indonesia rusak atau dibakar akibat ketegangan antara umat beragama.

World Council of Churches, The Pontifical Council for Interreligious Dialogue dan World Evangelical Alliance merasa konflik dapat dikurangi, jika mereka yang ingin menyebarkan 'kabar baik' menempuh cara bersahabat. "Mengedepankan upaya membangun hubungan saling menghormati dan saling percaya dengan semua pihak beragama."

Sulit diterapkan di Indonesia
Namun panduan bertitel 'Saksi Kristen Dalam Dunia Multi Agama: Rekomendasi Kode Etik' yang diluncurkan di kota Jenewa, Swiss, dirasa sulit untuk dilaksanakan di Indonesia.

"Untuk wilayah tertentu di daerah-daerah miskin, kadang kala kita memberitakan kasih Kristus dengan cara kontekstual. Misalnya mereka kekurangan gizi, maka gereja atau pelayanan-pelayanan misi turun ke sana. Mereka ingin membagi nilai-nilai kemanusiaan, tapi ini sering dicap sebagai misi dari kristen itu sendiri," kata Andriyan Makawimbang, penginjil muda di Jakarta.

Ia sendiri telah meninggalkan cara-cara penginjilan lewat pembagian sembako, karena merasa pola tersebut membuat nilai-nilai kekristenan jadi murah.

"Tapi itu masih bisa diperdebatkan khususnya di Indonesia. Apalagi ada gereja yang senang sekali tour area-area kemiskinan, nanti dianggap misi. Setelah mereka turun ke situ kan, mereka tentunya juga dapat dana. Kita tak bisa tutup mata," ujar aktivis gereja ini.

Kebebasan pindah agama

Kode etik yang didukung berbagai gereja-gereja Protestan dan Ortodox, tidak saja mengatur cara penginjilan, tapi juga menegaskan kemerdekaan seseorang untuk memeluk agama lain, sesuatu yang oleh para aktivis kristen, diragukan bisa terjadi di negara-negara Islam.

"Hak untuk terbuka mengakui, menjalankan, mengembangkan dan berganti kepercayaan adalah hak-hak asasi manusia. Pemerintah harus memastikan kebebasan beragama dihormati," tegas koalisi organisasi gereja-gereja terbesar di dunia.

Andriyan Makawimbang setuju dengan hal ini. "Saya perhatikan di Amerika Serikat, teman-teman muslim di sana bebas sekali mengekspresikan nilai-nilai keyakinan mereka. Teman-teman Ahmadiyah di New York bebas sekali membagi-bagikan pamflet. Bagaimana dengan di Jakarta, apakah saya bisa bebas membagikan pamflet dengan nilai-nilai kekristenan?" ujarnya dengan nada gusar.

Sumber: RNW