Monday 15 August 2011

Monday, August 15, 2011
4
Silahkan klik tulisan atau gambar untuk lanjut membaca Badan Kerja Sama (BKS) Gereja Kristen Gunungkidul Tolak Ajaran Kepercayaan Jemaat Gereja Kristen Jawa (GKJ) Wonosari.
GUNUNGKIDUL (YOGYA) - Dalam beberapa bulan terakhir, umat Kristen baik Protestan maupun Katolik di Gunungkidul dibuat resah dengan munculnya kelompok baru yang menyebarkan ajaran kepercayaan berbeda dari ajaran yang selama ini dianut gereja pada umumnya.

Badan Kerja Sama (BKS) antara Gereja Kristen di Kabupaten Gunungkidul secara tegas menolak kelompok ini karena dinilai sudah menyebarkan ajaran menyimpang dari ajaran Kristen yang selama ini dikenal umat.

Majelis gereja–gereja Kristen juga dewan paroki umat Katolik di Gunungkidul mulai mewaspadai kelompok baru ini dengan melakukan upaya pembinaan iman umatnya.

“Memang munculnya kelompok ini menjadikan permasalahan baru. Kami sudah koordinasi dengan gereja-gereja di Gunungkidul yang intinya menolak keras ajaran yang selama ini tidak sesuai kaidah ajaran kami,” papar Ketua BKS, Supiarso kepada Harian Jogja, Minggu (07/08/2011).

Supiarso menilai, aliran baru tersebut tidak diakui dalam Persekutuan Gereja-gereja di Indonesia (PGI) dan ada kemungkinan aliran yang sudah menyeret sebanyak 20 umat Gereja Kristen Jawa (GKJ) Jemaat Wonosari itu sengaja mendompleng ajaran Kristiani.

“BKS terdiri dari sekitar 40 gereja Kristen secara khusus melakukan koordinasi dan membahas permasalahan meresahkan ini yang hasilkan kami tegas menolak keberadaannya,” paparnya.

Sebelumnya, para pendeta GKJ telah memanggil sebanyak 20 umatnya untuk klarifikasi. Namun mereka tetap mengakui keyakinan ajaran kelompok baru tersebut yang tidak mengakui dan menolak menyebut istilah Allah dalam keyakinan gereja melainkan dengan istilah yang lain.

“Dalam pemanggilan kami lalukan, mereka meyakini ajaran barunya yang tidak sesuai dengan ajaran Kristen. Dan kami berupaya untuk memberikan pemahaman namuan mereka langsung mengundurkan dari sebagai umat kami,” jelas Supiarso.

Melalui koordinasi dengan sejumlah tokoh gereja gereja-gereja Kristen telah melakukan langkah-langkah pembinaan yang dipandang sebagai langkah paling tepat untuk memupuk kembali keteguhan iman umat Kristen di Gunungkidul.

Umat katolik dua wilayah Paroki Santo Petrus Kanisius Wonsoari dan Paroki Santo Yusuf Bandung Playen juga mengalami keresahan atas munculnya kelompok baru yang tata caranya jauh dari ajaran yang di berikan gereja Katolik ini. Di dua wilayah paroki ini, beberapa anak muda bahkan telah di rekrut untuk menjadi pengikut ajaran baru tersebut.

Menurut tokoh Katolik gereja Bogor, Lusia Eni Rahayu, ia sempat mendapatkan laporan dari murid-murid SD Kanisius Bogor diajak sesorang untuk mengikuti kegiatan retret yang di dalamnya bisa menyaksikan langsung surga dan neraka. Beruntung, istri dari Suhardi ini, langsung koordinasi dengan Romo Paroki Santo Yusuf Bandung, Yuni Tri Wibowo sehingga anak-anak tersebut dapat segera diberikan pemahaman dan pendalaman iman anak dan remaja.

Secara terpisah, Dewan Paroki Santo Petrus Kanisius Wonosari, Galih Sapto Nugraha, meminta umatnya tetap tenang menyikapi masalah ini. Ia tidak menampik sudah menemukan ajaran baru itu yang disebarkan secara dari pintu ke pintu (door to door) kepada umatnya.

“Di sinilah kring atau lingkungan dan kelompok doa perlu berperan aktif. Selain menyapa, perlu juga mengambil langkah-langkah untuk mempertebal iman umat,” ujar Galih saat dihubungi melalui pesawat telepon. Meski tidak mendeteksi seberapa banyak umat Katolik Gunungkidul yang sudah terseret ajaran kelompok baru itu, dia memandang tak perlu timbul keresahan berlebihan.

Tidak Gegabah Menghakimi

Meski Badan Kerja Sama (BKS) Gereja Kristen di Gunungkidul secara tegas menolak kelompok ini, Pimpinan Keuskupan Agung Semarang (KAS) Mgr Yohanes Pujo Sumarto, justru enggan menyebutnya aliran sesat.

Meski aliran baru tersebut bukanlah bagian dari Konferensi Wali Gereja Indonesia (KWI), dia mengimbau umat Katolik tidak gegabah menghakimi kelompok aliran lain sebagai aliran sesat. Pasalnya, keyakinan sangat erat terkait dengan nilai yang sangat pribadi dan menyangkut hak asasi manusia (HAM).

“Tidak perlu gusar dan panik menyikapi kelompok itu. Dia justru menegaskan hidup berdampingan dalam perbedaan keyakinan dan kepercayaan menjadi salah satu hidup yang istimewa,” katanya.

Pengganti Uskup Ignatius Suharyo itu mengingatkan, munculnya aliran baru yang sudah terdengar di kalangan umat dan pastor ini bukanlah sebagai ancaman bagi umat gereja Katolik. "Itu semua kembali pada pribadi umat, sejauh mana yakin dan percaya akan Kristus Allah yang hidup dan menyelamatkan, atau tidak,” paparnya.(Harian Jogja/Tim PPGI)