Thursday 18 August 2011

Thursday, August 18, 2011
Silahkan klik tulisan atau gambar untuk lanjut membaca Realisasi Christian Center di Jakarta Tinggal Menunggu Waktu.
JAKARTA – Realisasi adanya Christian Center di Jakarta tinggal menunggu waktu. Sejumlah 15 anggota DPRD DKI yang beragama Kristen dan Katholik sudah sepakat menandatangi surat yang ditujukan kepada Ketua DPRD DKI dan Gubernur DKI yang mengusulkan direalisasikannya Christian Center itu.

Hal ini disampaikan E. Liestriana anggota DPRD DKI Jakarta dari Partai Damai Sejahtera pada Kamis (18/08/2011) pagi yang sekaligus menyatakan, dibutuhkan waktu tiga bulan untuk mencapai kesepakatan di antara para anggota itu.

“Tanah untuk Christian Center sudah saya tinjau, berdoa, dan sudah mendapatkan tanda tangan surat persetujuan dari penduduk. Dukunglah dalam doa agar Tuhan campur tangan merealisasikan usulan ini dan menjadikan Jakarta menjadi tempat yang harmonis, rukun, dan damai diantara umat beragama, serta Pemda DKI selalu bertindak adil dan benar terhadap warganya,” jelasnya lagi.

Menurut dia, di Jakarta ada Islamic Center yang mulai dibangun oleh Pemda DKI Jakarta sejak tahun 2001, maka Forum Kristiani Jakarta mendukung hal tersebut dan meminta fasilitas yang sama dengan porsi yang sesuai untuk Christian Center.

Perjuangan FKKJ dilanjutkan oleh Majelis Umat Kristen Indonesia (MUKI) Prov. DKI Jakarta yang didirikan oleh aras Gereja tingkat DKI, yaitu PGIW, PGLI, PGPI, Advent, Bala Keselamatan, Baptis, dan Orthodoks yang diprakarsai oleh Pembimas Kristen DKI Jakarta, Dep. Agama pada tahun 2005.

Ternyata sampai dengan tahun 2009 tidak ada perkembangan dan kemajuan atas usulan pembangunan Christian Center tersebut. Sejak dia menjadi Anggota DPRD, maka hal itu menjadi salah satu fokus perjuangannya.

Dia akui tidak mudah menjalankan tugas-tugasnya, tetapi dia bersyukur sebagai kader PDS bisa membantu permasalahan yang menyangkut umat Kristen dan gereja. Termasuk ketika disetujuinya ruko-ruko untuk tempat ibadah tidak dikenakan pajak, melainkan dimasukkan sebagai kategori fasilitas sosial.

“Pada saat rapat penentuan pajak untuk meningkatkan PAD, maka semua ruko-ruko harus dikenakan pajak walaupun penggunaannya bukan untuk komersial, seperti tempat ibadah yaitu menjadi gereja. Mengingat begitu banyak ruko-ruko digunakan sebagai gereja, saya langsung interupsi dan meminta tidak menggunakan pajak bagi ruko-ruko yang digunakan sebagai tempat ibadah seperti gereja.

“Ada beberapa anggota DPRD yang membantah, bahwa ruko bukan tempat untuk ibadah melainkan untuk bisnis, tetapi langsung saya jawab: umat Kristen juga tidak menginginkan ruko sebagai tempat ibadah.

Tetapi karena tidak mendapatkan izin untuk mendirikan tempat ibadah atau gereja, maka terpaksa gedung apapun termasuk ruko digunakan untuk tempat ibadah asalkan umat Kristen tetap beribadah.

Bukankah tempat ibadah untuk umat lainnya seperti musholah di ruko-ruko, di kantor-kantor juga digunakan sebagai tempat ibadah? Jadi apa bedanya ruko-ruko juga digunakan untuk tempat ibadah umat Kristiani? Akhirnya interupsi saya disetujui,” ungkap Liestriana.

Bukan itu saja yang terus diperjuangan Lies. Kata dia, setelah dia tahu Pemerintah RI dan Pemda DKI selalu menyediakan Dana Hibah bagi kegiatan-kegiatan sosial dan kemasyarakatan, dia mengadakan pendekatan agar gereja-gereja memperoleh Dana Hibah “dan ternyata mendapat respon yang baik pada tahun 2010, sedangkan untuk tahun 2011 juga akan mendapatkan,” terangnya seraya juga memberitahu sudah banyak dari Gereja-gereja yang jemaatnya sakit mendapatkan biaya gratis. Baik itu untuk operasi jantung, opname atau pun berobat jalan. Sampai jemaat yang meninggal yang tidak mampu mendapatkan kuburan gratis.(PDS)