Monday 1 August 2011

Monday, August 01, 2011
Silahkan klik tulisan atau gambar untuk lanjut membaca Pdt. Willem Itar Sesalkan Namanya Disebut di Buku 'Gereja dan Politik di Papua Barat'.
JAYAPURA (PAPUA) - Ketua Klasis Jayapura, Pdt. Willem Itar, S.Th menyesalkan namanya disebutkan pada buku karangan Socrates Sofyan Yoman dengan judul Gereja dan Politik di Papua Barat. Dimana dalam halaman 20 disebutkan Pdt. Wilem Itar telah menghalang-halangi salah satu pendetanya, Jhon Baransano dalam aksinya memimpin demo damai di Jayapura beberapa waktu lalu.

Menurut Itar, penyebutan nama dan kapasitasnya sebagai Ketua Klasis GKI Jayapura, adalah sebuah pembunuhan karakter yang dilakukan oleh Yoman dalam bukunya setebal 72 halaman itu.

Kepada Tabloid Jubi, Rabu, (20/7) kemarin di Kantor Klasis Jayapura, Willem Itar mengakui dengan benar kalau saat itu dirinya sempat meminta untuk Pdt Baransano tidak melibatkan dan dilibatkan sebagaimana dalam testimony di halaman 20 buku dimaksud.

Bukan hanya nama Pdt. Willem Itar yang disebutkan sebagai Ketua Klasis. Nama Sekretaris II Klasis GKI Jayapura, Pdt. Kristina Watung, S.Th pun disebutkan di halaman 21 dalam testimony yang sama menyangkut keterlibatan Pdt. Jhon Baransano yang kini sebagai pelayanan jemat di Jemat GKI Getzemani Kotaraja Jayapura.

“Saya menyesal sekali karena melecehkan Klasis Jayapura,” tandas Wilem Itar dengan kecewa. Diakui Itar, langkah melarang Pdt. Jhon Baransano ketika itu karena apa yang dialukan dalam kapasitas sebagai Ketua Klasis adalah langkah Pastoral.

“Tugas saya sebagai pendeta menegur dan menasehati, karena itu tugas pastoral yang wajib saya lakukan,” tukasnya. Diakuinya sebagai pendeta yang berada dalam lingkungan Klasis, dirinya berkewajiban untuk mengarahkan, karena mereka berada dalam jemat yang anggota-anggotanya adalah mayoritas orang pendatang baik Toraja dan Manado. Dengan demikian kata Itar langkah yang dilakukannya itu bukan untuk menekan pendeta tapi sebagai sebuah nasihat.

Menanggapi apakah pihaknya akan mengambil langkah hukum berkaitan dengan publikasi di buku tersebut yang sudah mengarah kepada pembunuhan karakter ? Untuk hal ini, Itar mengatakan dirinya tidak pernah untuk melakukan gugatan, tapi hanya mengingatkan Sofyan Yoman untuk menulis buku mestinya memperhatikan aspek keseimbangan. Tidak mendiskreditkan, katanya.

Dari publikasi itu kata Itar, secara pribadi dan lembaga dalam hal ini Klasis Jayapura dilecehkan oleh pemberitaan di buku karangan Yoman. Itar juga mengkritisi sebuah buku untuk dicetak, mestinya harus ada bedah buku sebelum dicetak. Dia berasumsi kemungkinan buku itu tidak dibedah.

“Menulis perlu ada keseimbangan,” kata Hans Worisu yang adalah Bendahara Klasis Jayapura.

Sebagaimana dalam halaman 20 buku itu menyebutkan: Pdt. Willem Itar mengatakan kepada Pdt. Jhon Baransano, S.Th “Anda sudah tahu, anda dipindahkan dari jemat GKI Tobati ke Jemat GKI Getzemani Kotaraja dimana jemat disini ada anggota dari Toraja dan Manado. Anda tidak boleh berbicara suara kenabian dan seruan moral dengan memimpin demo-demo lagi.”

Di halaman 21 menyebutkan “Pdt Kristina Watung mengintimidasi Pdt. Jhon Baransano “Anda stop berbicara suara kenabian dan seruan-seruan moral seperti selama ini waktu memimpin demo-demo. Sekarang anda sudah berada dalam jemaat yang anggota-anggotanya adalah mayoritas orang pendatang, Toraja dan Manado.” (Tabloid Jubi)