Wednesday 17 August 2011

Wednesday, August 17, 2011
Silahkan klik tulisan atau gambar untuk lanjut membaca Pembakaran Empat Gereja di Kuantan Singingi, Solidaritas Peduli Ibadah Nilai Pemda dan Kapolda, Gagal.
PEKANBARU (RIAU) - Buntut pembakaran empat gereja di Kabupaten Kuantan Singingi (Kuansing), Provinsi Riau, aksi damai ribuan massa digelar. Keempat gereja yang dibakar yakni Gereja Katolik, 14 April lalu, kemudian tiga gereja beberapa waktu lalu secara berturut-turut pada 1 dan 2 Agustus 2011, yakni GMI, GBKP, dan GPDI.

Aksi damai ribuan massa aktivis GMKI, BEM Mahasiswa, Ormas, dan LSM tergabung dalam solidaritas peduli beribadah. Hadir juga massa dari berbagai kabupaten dan kota se-Provinsi Riau.

Massa yang berkumpul di kantor Perpustakaan HS Soeman bergerak menuju markas Kepolisian Daerah (Polda) Riau, menggelar orasi mendesak pihak aparat hukum mengusut tuntas kasus pembakaran gereja tersebut.

Pantauan SH di lapangan, ada ratusan massa yang terdiri dari aktivis gereja dan unsur elemen lain yang bergabung, seperti GP Ansor, IPNU, dan lain-lain. Selain itu, massa juga membawa spanduk sembari meneriakkan, tidak ada lagi pembiaran pembakaran gereja di Bumi Lancang Kuning.

“Kita negara berdasarkan Pancasila dan UUD 1945. Perbuatan yang melanggar hukum harus diproses secara hukum. Masyarakat jangan dibiarkan main hakim sendiri. Pembakaran empat gereja di Kuansing bagian dari kegagalan Kapolda melindungi dan mengayomi masyarakat,” ujar salah seorang pendemo yang berorasi di depan Mapolda Riau, Pekanbaru, Riau, Kamis (11/08/2011).

Terkait aksi damai yang berlangsung, koordinator aksi dari GMKI Pekanbaru Iwan Sibarani, kepada SH, Kamis, mengatakan, aksi ini merupakan bentuk kepedulian sesama umat yang ada di Kuansing, Riau.

Pembakaran gereja terjadi karena ekses dari pilkada April lalu. “Kapolda gagal. Kita desak Kepolisian RI dan Kapolda menangkap aktor intelektual di balik pembakaran gereja tersebut,” tuturnya.

Ia menambahkan, dari hasil investigasi yang dilakukan, ada pembiaran dan ketakutan kepolisian aksi pembakaran tersebut terjadi. Selain itu, kata Iwan, pihaknya mendapat laporan, sekelompok massa mengancam agar pelaku yang ditangkap kemudian dibebaskan.

“Jika tidak melepaskan pelakunya, kantor polsek juga akan dibakar,” ujar Iwan menirukan laporan tersebut. Untuk itu, kata Iwan, pihaknya meminta Kapori dan Kapolda mempertimbangkan keberadann pemimpin polisi di wilayah tersebut.

Di tempat terpisah, menanggapi aksi pembakaran, Presiden BEM Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Islam Riau (UIR) Ahmad Yusuf, Kamis, mengatakan, dampak pembakaran gereja tersebut merupakan preseden buruk dan merusak kerukunan antarumat beragama, terutama mengancam Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).

“Kami minta presiden turun tangan, dan mendesak Kapolri agar Kapolda, Kapolres, beserta Kapolsek diminta pertanggungjawabannya. Persoalan ini tidak tuntas, diduga ada unsur pelanggar HAM,” ujarnya.

Ia menilai, selain kepolisian dinilai gagal, pemerintah daerah, baik gubernur maupun bupati, juga dinilai gagal mengayomi dan melindungi masyarakatnya sendiri.

“Dalam NKRI, tidak ada mayoritas dan minoritas, semua punya hak sama untuk beribadah dan dilindungi UU. Kita tidak mau Bumi Lancang Kuning ini ternoda oleh perbuatan anarkis seperti pembakaran rumah ibadah, apalagi ini di bulan suci Ramadan,” tegasnya. (Sinar Harapan)