Monday, 5 September 2011

Monday, September 05, 2011
Silahkan klik tulisan atau gambar untuk lanjut membaca Acting by Churches Together (ACT) Alliance Adakan Workshop Penanganan Perubahan Iklim di Sleman. SLEMAN (YOGYA) - Badan kerjasama Gereja sedunia yang fokus kepada pengembangan dan pengawasan kemanusiaan yang bermarkas di Jenewa, Swiss, ACT Alliance mengadakan workshop penanganan perubahan iklim (climate change) di Disaster Oasis Training Center, Desa Hargobinangun, Kecamatan Pakem, Sleman, Yogyakarta, Senin (05/09/2011).

Organisasi Anggota ACT Alliance
Workshop berlangsung sampai dengan Jumat (09/09/2011). Pada hari pertama, Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana, Syamsul Ma'arif mempresentasikan kepada peserta dari beberapa negara asing terkait kebijakan pemerintah Indonesia dalam menangani bencana akibat perubahan iklim.

Perwakilan negara yang datang adalah dari Kolumbia, Tongan, Fiji, Kanada, Indonesia, Nepal, Mozambik, Filipina, Pakistan, India, Bangladesh, Vietnam, Bolivia, Honduras, Kuba, Jerman, Inggris, dan Amerika Serikat.

"Tiap peserta memiliki latar belakang kearifan lokal dan kondisi alam yang berbeda-beda. Kita bisa belajar banyak dari mereka," ujar koordinator shelter YAKKUM Emergency Unit, Setyo Darmojo.

Rencananya, semua anggota workshop akan pergi ke beberapa daerah sekitar Yogyakarta. Di sana, setiap anggota workshop akan mengenal dan mempelajari secara langsung penanganan bencana akibat perubahan iklim pada Selasa (06/09/2011) dan Rabu (07/09/2011). Anggota workshop akan kembali pada Kamis (08/09/2011) dan Jumat untuk membahas penemuan di lapangan.

"Nantinya akan ada saran yang mereka berikan kepada masyarakat," lanjutnya. Rekomendasi langsung mereka berikan lewat kelompok masyarakat, dusun, atau kelurahan. Tujuannya adalah supaya masyarakat bisa bertahan meski tidak mendapatkan bantuan.

Tim pertama akan berkunjung ke Pangandaran, Jawa Barat. "Di sana ada varietas padi yang tahan terhadap air asin," jelas Robby.

Tim kedua akan berangkat ke Solo dan Sragen. Di Solo, tim akan mempelajari kesiapan masyarakat untuk bertahan di daerah banjir. "Sedangkan di Sragen, tim akan mempelajari koperasi yang pemerintah Sragen buat dalam rangka pengurangan resiko bencana dan pemberdayaan ekonomi," imbuh Robby.

Dalam bencana banjir di Solo, Setyo mengatakan, hal itu bukan terjadi akibat kesalahan pemerintah. "Itu terjadi akibat adanya perubahan iklim yang jelas," kata dia.

Kontribusi ACT Alliance sebagai organisasi antar gereja dunia yang membantu pengembangan sebuah negara, pemantau dan pengerak bantuan kemanusiaan kepada negara-negara yang terkena bencana alam, memiliki 100 organisasi dengan pekerja hampir 300.000 orang yang melayani pada 140 negara. (Tribunjogja/Tim PPGI)