Wednesday 7 September 2011

Wednesday, September 07, 2011
Silahkan klik tulisan atau gambar untuk lanjut membaca Ketua Sinode Gereja Protestan Maluku (GPM) ajak Warga Syukuri Momentum HUT ke-76. AMBON (MALUKU)- Gereja Protestan Maluku (GPM), hari ini genap berusia 76 tahun. Momentum Hari Ulang Tahun (HUT) GPM ke-76 patutlah disyukuri oleh semua warga GPM, karena berdirinya GPM hingga saat ini, semuanya itu hanya dimungkinkan oleh kasih Tuhan Yesus Kristus semata.

“Kita patut bersyukur sebab Tuhan benar-benar menjaga dan memelihara gereja ini dalam perjalanan panjang yang telah kita lewati. Kita semua mesti mengakui bahwa hanya Tuhan dan Roh-Nya yang memungkinkan gereja ini ada dan terus berkarya untuk Tuhan dan kemanusiaan,” ungkap Ketua Majelis Pekerja Harian (MPH) Sinode GPM, John Ruhulessin kepada Siwalima di ruang kerjanya, Senin (05/09/2011) .

Penyertaan Tuhan itu, kata Ruhulessin, selalu menggairahkan gereja untuk terus bersaksi, bersekutu dan melayani, terus menanam dan menyiram serta dengan tekun berdoa serta penuh optimis memasuki masa depannya yang terus menantang.

“Perayaan ini harus kita maknai pula sebagai cara Tuhan menyertai dan memakai kita semua sebagai pelayan dan umat-Nya dengan segala keterbatasan kita. Sebagai gereja yang terus berkarya dan mencipta, kita terpanggil untuk bersama-sama dengan pemerintah, lembaga-lembaga demokrasi, lembaga-lembaga hukum, TNI dan Polri, agama-agama dan komponen masyarakat lainnya untuk memperjuangkan dan menghadirkan kebaikan dan kesejahteraan bersama,” katanya.

Hal ini senada dengan tema perayaan HUT GPM ke-76, yakni “Bersama-Sama Sebagai Gereja Menghadirkan Keadilan Dan Kesejahteraan Di Bumi” (Lukas 4:18-19).

Ditegaskan, perayaan HUT kali ini memiliki makna yang khusus dan strategis bagi GPM. Inilah Perayaan HUT GPM pertama yang dilakukan pasca Sidang Sinode GPM ke-36 tahun 2010 yang baru lalu. “Sidang Sinode itu sendiri telah menandaskan visi dan sikap gereja untuk senantiasa membaharui diri dan sekaligus menjadi agen pembaharuan di tengah kehidupan bergereja, berbangsa dan bermasyarakat. Melalui sidang gerejawi tersebut, telah dihasilkan sejumlah keputusan dan ketetapan yang kemudian perlu dikawal oleh segenap pelayan dan warga gereja, sambil tetap mengandalkan kuasa Roh Kudus yang memampukan gereja-Nya untuk melakukan tugas kesaksian, persekutuan dan pelayanan dalam tantangan waktu dan ruang yang terus berubah secara konstan,” tandasnya.

Perubahan-perubahan yang telah dihasilkan oleh Persidangan Sinode ke-36 itu, jelasnya, tidak hanya menyangkut aspek-aspek teknis bergereja, tetapi perubahan-perubahan yang jauh lebih fundamental, menyangkut aspek-aspek dasariah bergereja.

“Perubahan-perubahan yang bersifat paradigmatif; apakah gereja itu? Untuk apa, dan apakah tujuannya? Bagaimana seharusnya gereja itu? Pergeseran-pergeseran paradigmatif itu juga terjadi pada konteks berteologi, konteks sosial. Perubahan-perubahan tersebut berimplikasi pada level basis kehidupan bergereja, yakni jemaat, serta siklus persidangan gereja, penataan pola organisasi, penguatan kapasitas sumber daya termasuk kelembagaan, umat dan pelayan serta manajemen perencanaan program pelayanan pada semua aras pelayanan gereja. Diharapkan semua proses perubahan ini akan kita konsolidasikan, kita tata dengan lebih serius dan lebih cermat pada Persidangan Majelis Pekerja Lengkap ke-33 di Klasis Pulau-pulau Aru, pada akhir Oktober mendatang,” jelasnya.

Menurutnya, Tema perayaan HUT GPM saat ini masih dan akan terus memberi penekanan pada aspek kebersamaan. “Di dunia yang kian global ini, kita tidak dapat bekerja sendiri-sendiri, semua orang dan institusi manapun memiliki kelebihan dan kekurangan masing-masing. Oleh sebab itu, adalah lebih bijak jika jalinan kebersamaan terus dipintal menjadi permadani aneka warna yang indah. Tujuan dari semua kebersamaan itu adalah terciptanya keadilan dan kesejahtaraan di bumi. Keadilan menjadi nilai dan keutamaan yang tak boleh lelah diperjuangkan oleh siapapun juga,” ungkapnya.

Ruhulessin juga mengaku, hingga kini, praktik-praktik ketidakadilan masih terjadi di mana-mana. “Perempuan dan anak-anak sering mengalami perlakuan tidak adil secara hukum, dan sosial budaya. Pada lain pihak, cita-cita kesejahteraan masih berbanding terbalik dengan realitas kemiskinan yang membelit sebagian besar umat manusia, termasuk warga GPM,” ungkapnya.

Terkait hal ini, kata Ruhulessin, maka berbagai tindak penyalahgunaan wewenang dan korupsi bukan saja tidak sesuai dengan ideal reformasi birokrasi yang digariskan pemerintah saat ini tetapi lebih dari pada itu juga bertentangan dengan firman Tuhan. Nabi Yesayas ribuan tahun silam dengan terang menderang mengecam hal itu ketika berkata: “Celakalah mereka yang menentukan ketetapan-ketetapan yang tidak adil dan yang mengeluarkan keputusan-keputusan kelaliman. Untuk menghalang-halangi orang-orang sengsara diantara umat-Ku” (Yesaya 10:11). Pada lain pihak, panggilan untuk memperjuangkan dan mengusahakan kesejahteraan ditegaskan dengan sangat simpatik oleh Nabi Yeremia tatkala Ia berkata “Usahakanlah kesejahteraan kota kemana kamu Aku buang, dan berdoalah untuk kota itu kepada Tuhan, sebab kesejahteraannya adalah kesejahteraanmu” (Yeremia 29:7).

Ia menjelaskan, dalam rangka melaksanakan misi menghadirkan keadilan dan kesejahteraan di bumi ini, maka GPM juga terpanggil untuk melaksanakan fungsi-fungsi sosial kemasyarakatannya secara kritis dan elegan, dengan berdasar pada sebuah panggilan prohetik dan sebuah teologi publik yang fundamental.

“Gereja harus tetap sadar, bahwa berhadapan dengan tarikan-tarikan perubahan sosial, politik, kebudayaan, ekonomi yang cepat dan drastis serta multidimensional yang begitu kuat mempengaruhi gereja. Gereja harus tetap menjadi gereja yang dikehendaki Tuhan, menjadi gereja yang selalu tetap setia pada Tuhannya. Menjadi gereja bagi semua manusia. Menjadi tempat bagi sebuah pengharapan dan solidaritas sesuai visi dan praktis sosial kemasyarakatan gereja sebagaimana diamanatkan dalam tata Gereja dan PIP-RIPP GPM, yakni gereja terpanggil untuk memperjuangkan demokratisasi dalam segala bidang kehidupan,” jelasnya.

Dalam 76 Tahun perjalalanan GPM, ungkap Ruhulessin, tentu banyak perubahan yang disengaja maupun tidak. Dalam satu dasawarsa terakhir ini GPM telah secara konsisten menegaskan perlunya perubahan mindset atau cara berpikir. Cara berpikir yang lebih terbuka, inklusif, pluralis dan peka terhadap berbagai problematik socsal kemasyarakatan.

“Disadari pula bahwa di tengah perubahan itu, terkadang sentimen primodialisme muncul seiring dengan otonomi daerah. Harapan kami agar hal ini jangan sampai menimbulkan problematik yang rumit kedepan. Olehya, GPM tak jemu-jemnya mengajak para pelayan dan umat untuk memaknai salah satu wawasan eklesiologi GPM yakni wawasan kelarga Allah. Dengan meletakkan kesadaran bergereja sebagai keluarga Allah, maka selain akan akan terbangun intimitas di antara anggota keluarga, namun juga setiap anggota keluarga terdorong untuk mengembangkan usaha-usaha saling membantu, menolong, menopang, memulihkan dan menanggung beban satu sama lain. (Galatia 6:2),” ungkapnya.

Ruhulessin menambahkan, melalui momentum HUT GPM ke 76 ini semua warga GPM dapat melangkah lebih maju lagi pada penguatan karakter dan kultur bergereja dan basis-basis pembinaan serta penguatan pastoralia dan pendampingan. Bukan saja mindset yang berubah, tetapi karakter, kultur dan perilaku etis kita kian matang. “Gereja tidak hanya dapat mengembangkan sebuah etika sosial, tetapi gereja itu sendiri mesti pula menjadi sebuah etika sosial,” tandasnya.

Ruhulessin juga mengajak semua warga GPM untuk menjadikan momentum HUT GPM hari ini untuk semakin mencintai GPM, semakin mencintai Tuhan yang menghadirkan GPM, dan semakin mencintai kemanusiaan serta alam semesta yang merupakan ciptaan Tuhan yang amat baik.

“Kita bangun terus spiritualitas cinta ciptaan Tuhan. Mari kita jadikan spirit HUT GPM untuk menceritakan kebaikan Tuhan kepada sesama dan semua ciptaan. Proklamasi kebaikan Tuhan itu dating silih berganti. Kiranya melalui momentum HUT GPM, kita tetap dan terus setia menanam dan menyiram di lading Tuhan, sebagaimana moto GPM: “Aku (Paulus) Menanam, Apolos Menyiram, Tetapi Allah Yang Member Pertumbuhan” (I Korintus 3:6),” jelasnya. (Siwalima)