Silahkan klik tulisan atau gambar untuk lanjut membaca Kongres ASEM (Asia-Europe Meeting) ke 7 Upayakan Dialoh Antar Agama di Asia - Eropa.
JAKARTA - Kongres ASEM (Asia-Europe Meeting) ke-7 Dialog Agama Asia Eropa digelar di Manila, Filipina, 12 - 14 Oktober 2011 lalu.
ASEM menggelar kongres ke-7 yang menindaklanjuti hasil ASEM 6, yaitu deklarasi Madrid yang mencatat bahwa interaksi yang makin meningkat antara orang-orang dari berbagai latar belakang budaya dan agama dalam era globalisasi ini dapat membuka kesempatan yang baik. Tetapi juga dapat membawa tantangan-tantangan tersendiri.
Kongres ASEM ke-7 diadakan resepsi pembukaan di Hotel Sofitel, Manila oleh Mr. Rafael E. Seguis, Menteri Luar Negeri Filipina. Acara pembukaan Kongres ASEM ke-7 pada hari Kamis tanggal 13 Oktober pagi dimulai dengan doa oleh tiga tokoh agama yang terdiri dari Mgr. Juanito S. Figura, Sekertaris Jenderal Konperensi Para Uskup Katolik Filipina (CBCP), Uskup Efraim M. Tendero, Direktur Nasional Dewan Gereja-Gereja Pantekosta di Filipina dan Bai Omera D. Dianalan-Lucman, Sekertaris Komisi Nasional Kaum Muslim Filipina .
ASEM, yang pertama kali diluncurkannya di Pulau Bali tahun 2005 silam ini, melihat kurangnya toleransi antar agama dan antar budaya serta minimnya pengertian dan saling menghormati dapat menimbulkan ketegangan-ketegangan dan konflik. Bila tidak waspada, ketegangan tersebut dapat meningkat disaat-saat adanya krisis ekonomi dan sosial yang besar.
"Migrasi atau perpindahan penduduk merupakan penting dalam meningkatkan pluralitas sebuah masyarakat yang makin majemuk baik dari segi budaya maupun agama di Asia dan Eropa .
Migrasi biasanya membawa tantangan-tantangan karena migran biasanya membawa keutuhan cara hidup dari tempat asal dan hal ini termasuk agama, bahasa, kebudayaan dan pandangan hidup. Perjumpaan antara migran dengan warga lokal dapat memperkaya dan membawa keuntungan bagi kedua pihak tapi juga dapat menjadi benih ketegangan dan konflik terutama disaat terjadi krisis ekonomi dan sosial yang besar," ungkap Thephilus Bela, Sekjen Forum Komunikasi Kristiani Jakarta (FKKJ), kepada Tribunnews.com, di Jakarta, Sabtu (22/10/2011).
Kongres ASEM ke-7 memusatkan perhatian pada masalah perpindahan penduduk. Dengan melalui dialog agama dan dialog budaya diharapkan ASEM dapat bersama menelaah dan membahas gagasan-gagasan serta mencari solusi terbaik dalam menghadapi tantangan-tantangan yang timbul oleh meningkatnya mobilitas penduduk. Termasuk di dalamnya interaksi antar penduduk dengan harapan untuk memetik manfaat sebanyak-banyaknya dari proses perpindahan penduduk tersebut.
Lebih lanjut dia menyampaikan dalam ASEM kali ini juga membahas upaya memanfaatkan media sosial dalam meningkatkan semangat saling percaya dalam masyarakat pluralistik yang terdiri atas warga berbagai suku dan berbagai agama.
"Dalam kelompok pertama ada pembahasan tentang sulitnya kaum minoritas mempertahankan jati dirinya serta sulitnya mendirikan rumah-rumah ibadah . Sebagai contoh dikemukakan pelarangan mengenakan jilbab dan burkah bagi wanita Muslim serta dilarangnya membangun mesjid dan menara mesjid dibeberapa negara Eropa," sebutnya.
Hal ini berdampak negatip pada negara-negara Asia yang berpenduduk mayoritas Muslim dimana kaum minoritas Kristen menemukan kesulitan dalam mendirikan gereja. Juga diperdebatkan tentang bahaya adanya politisi radikal seperti Gerd Wilders dari Belanda yang amat membenci umat Muslim.
"Ucapan-ucapan menghasut dari politisi Belanda tersebut dapat berdampak negatip bagi kaum minoritas Kristen di Asia," tuturnya.
Pun dia mengatakan, Ibu Uni Zulfiana Lubis, pemipin redaksi jaringan televisi swasta ANTV yang menjadi pembicara dalam kelompok kerja ketiga memberikan contoh baik dari para wartawan Indonesia yang telah berhasil meredam suasana kekerasan di Ambon baru-baru ini dengan menyajikan berita-berita yang sangat berimbang.
Singkat cerita, menurutnya, kongres ASEM ke-7 di Manila menelurkan 27 butir pernyataan dan 18 butir program kerja nyata guna mendorong keharmonisan dan saling percaya antara warga pendatang dan penduduk setempat melalui dialog agama dan dialog budaya.
Sejak diluncurkannya untuk pertama kali di Pulau Bali tahun 2005 Kongres ASEM di Manila ini merupakan yang ketuju dan semua anggota delegasi sepakat untuk melanjutkan upaya-upaya dialog antar agama dalam rangka ASEM antara negara-negara dari Asia dan Eropa .
"Sejak semula Indonesia cukup berperan karena seperti diketahui ASEM sendiri diluncurkan pertama kali di Pulau Bali tahun 2005 . Dalam kegiatan ASEM ke-7 ini Prof. Din Syamsuddin (Ketua PP Muhammadiyah dan Moderator Asian Conference on Religion and Peace/ACRP) menjadi salah seorang pembicara dalam dialog dengan para tokoh muda lintas agama yang diselenggarakan di Universitas Santo Tomas, Manila pada hari Rabu tanggal 12 Oktober pagi," jelasnya. (Tribunnews)