Tuesday 29 November 2011

Tuesday, November 29, 2011
Silahkan klik tulisan atau gambar untuk lanjut membaca Jelang 1 Desember, Persekutuan Gereja-Gereja Papua (PGGP) Minta Aparat Keamanan Kedepankan Pendekatan Persuasif.
JAYAPURA (PAPUA) - Menyikapi momen 1 Desember yang terus mengundang perhatian berbagai pihak, akibat banyaknya isu-isu meresahkan menjelang 1 Desember yang oleh pihak tertentu diklaim sebagai hari kemerdekaan bangsa Papua.

Persekutuan Gereja-Gereja Papua (PGGP) sebagai wakil gereja-gereja di Tanah Papua mendesak kepada aparat keamanan, baik TNI maupun Polri agar lebih mengedepankan pendekatan persuasif ketimbang kekerasan dalam menangani setiap kegiatan masyakat, termasuk jika memang ada pengibaran Bintang Kejora (BK).

“Kalau ada orang Papua yang mengibarkan bendera Bintang Kejora, kami sangat berharap kepada aparat baik TNI maupun Polri untuk tidak langsung bereaksi dengan menembaknya. Baiknya datangi dan turunkan saja benderanya. Pengibarnya hendaknya ditangkap saja dan diproses hukum,”ujar Pdt Lipius Biniluk,S.Th selaku Ketua Persekutuan Gereja-Gereja Papua (PGGP) di Jayapura pada Sabtu (26/11/2011) .

Pernyataan yang dibacakan Pdt Lipiyus Biniluk dari Gereja Injili di Indonesia (GIdI) bersama beberapa pemimpin Gereja di Papua antara lain Pdt Rudya H Kare dari Gereja Sidang Jemaat Kristus di Indonesia (GSJKI), Pdt Paulus Philip dari Gereja Pentakosta Haleluya Indonesia(GPHI), Pdt Isai Doom,S.Th dari Gereja Pentakosta Tabernakel (GPT) dan Pdt Oyang Seseray dari Gereja Pantekosta Serikat Di Indonesia (GPSDI)mewakili gereja-gereja di Papua ini untuk menyikapi situasi Politik, Keamanan, dan Ketertiban Masyarakat (Polkamtibmas) di Papua dan Papua Barat yang diwarnai berbagai gejolak akhir-akhir ini, terutama terkait berbagai isu maupun antisipasi pelaksanaan peringatan 1 Desember yang diyakini sejumlah komponen orang Papua sebagai hari Kemerdekaan Bangsa Papua.

Tentang bendera Bintang Kejora sendiri kenapa terus berupaya dikibarkan oleh orang Papua, diceritakan bahwa hal itu adalah dilatarbelakangi sejarah yang mencatat bahwa bendera tersebut pernah dikibarkan sebagai bendera Bangsa Papua.

PGGP juga menolak berbagai bentuk teror yang dilakukan untuk memperkeruh masalah Papua, Ini dikatakan terkait berbagai isu yang beredar melalui Short Massage Service (SMS) di masyarakat yang terkesan mengancam, seperti ‘Setelah 1 Desember masyarakat pendatang harus kembali ke daerahnya masing-masing’ maupun berbagai SMS serupa.

Selain itu PGGP mengajal berbagai pihak di Papua agar segera menghentikan berkembangnya konflik di Papua dan mendukung dialog damai Jakarta-Papua. Sebab menurut mereka potensi konflik di Papua saat ini telah mencapai tingkatan yang sangat serius, sehingga membutuhkan upaya penyelesaian secara menyeluruh dan damai.

Ditambahkan, situasi penuh konflik harus direspon secara baik oleh semua pihak, termasuk lembaga politik seperti DPRD dan pemerintah, intitusi keamanan TNI/Polri dan masyarakat sipil, dengan seksama, arif dan bijaksana, sehingga tidak semakin mempertajam konflik tengah masyarakat.

“Perbedaan penafsiran sejarah integrasi Papua antara pemerintah Indonesia dan rakyat Papua, menjadi akar masalah kita selama ini dan aksi saling balas antara kedua pihak telah menciptakan siklus konflik di Papua. Ini yang harus segera dihentikan dengan dialog damai Jakarta-Papua,” imbuhnya.


Himbauan

Selain mengeluarkan sikap, PGGP juga membacakan tujuh butir himbauan, yaitu :

1. Seluruh lapisan masyarakat/umat Tuhan agar tidak terprofokasi dengan isu-isu yang menyesatkan, yang bertujuan memecah belah kehidupan kerukunan di antara umat beragama, yang berdampak pada konflik suku, RAS dan agama.

2. Pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab,agar menghentikan segala bentuk teror dan provokasi terhadap seluruh umat Tuhan, di atas tanah Papua.

3. Aparat keamanan agar terlibat menjaga keamanan dan tidak melakukan terror terhadap umat Tuhan, secara khusus mahasiswa.

4. Kepada Pemerintah, agar menghentikan penambahan pasukan, yang meningkatkan keresahan terhadap masyarakat di seluruh tanah Papua.

5. Kepada seluruh komponenmasyarakat (Legilatif, Eksekutif, institusi keamanan – TNI/polri, lembaga masyarakat sipil ) baik di Jakarta dan Papua, agar terlibat menjaga perdamaian serta mendorong/mendukung proses dialog damai, antara Papua dan Jakarta, guna penyelesaian masalah–masalah di Tanah Papua.

6. Kepada seluruh komponen masyarakat (Legilatif, Eksekutif, institusi keamanan-TNI/polri lembaga masyarakat sipil )di Papua dan seluruh wilayah Republik Indonesia, agar tidak melakukan/menghentikan segala bentuk kegiatan, dalam bentuk apapun, yang cenderung mengambil keuntungan serta mengeliminir upaya-upaya dialog damai, yang diprakarsai oleh Jaringan Damai Papua.

7. Sebagaimana bulan Desember adalah bulan kelahiran Yesus Kristus, yang dirayakan umat Nasrani di seluruh Dunia, maka dengan ini atas nama seluruh umat Tuhan di atas Tanah Papua, Persekutuan Gereja-Gereja papua, meminta dan mengharapkan kepada semua pihak agar mengendalikan diri guna menjaga keamanan, ketertiban dan ketentraman, terhadap sesame agar Tanah Papua terhindar dari konflik Ras, Suku dan Agama, serta tidak menggunakan kekerasan bersenjata, dalam menyikapi berbagai kebebasan berekspresi rakyat Papua. Tetapi lebih menggunakan pendekatan kemanusiaan/persuasif. (Tim PPGI)