Monday 19 December 2011

Monday, December 19, 2011
Silahkan klik tulisan atau gambar untuk lanjut membaca Aktivis HAM desak Pemerintah Bebaskan Uskup dan Pengacara.
HONGKONG (CINA) - Kelompok-kelompok hak yang berbasis di Hong Kong telah mengulangi seruan mereka untuk membebaskan aktivis hak asasi manusia (HAM) dan dua uskup yang ditahan.

Kelompok Peduli Pengacara Hak Asasi Manusia Cina dan aktivis sosial lainnya menggelar protes di luar Kantor Perhubungan Pemerintah Pusat kemarin, menuntut pembebasan segera pengacara HAM Gao Zhisheng.

Gao, seorang calon Hadiah Nobel Perdamaian, dijatuhi hukuman penjara tiga tahun karena Pengadilan Menengah No.1 Walikota Beijing membatalkan pembebasannya minggu lalu, dengan mengklaim bahwa dia telah melanggar aturan selama masa percobaan.

Dalam pengadilan tertutup tahun 2006, pembangkang Cina itu didakwa dengan tindakan subversi dan dijatuhi hukuman tiga tahun penjara dan masa percobaan lima tahun’. Dia dihilangkan paksa awal tahun 2009 dan hanya muncul kembali sebentar selama dua minggu tahun lalu.

Berita tentang Gao telah menarik kritik dari masyarakat internasional. Umat Katolik Cina juga mengungkapkan keprihatinan mereka atas rohaniwan Cina daratan yang ditahan.

Lina Chan Li-na, sekretaris eksekutif Komisi Keadilan dan Perdamaian keuskupan itu, mengajukan banding ke Beijing bahwa “Natal adalah musim harapan. Jika Gao dapat dibebaskan, itu akan memberikan harapan kepada keluarganya. ”

“Beijing selalu mengatakan bahwa Cina memiliki kebebasan beragama dan menghormati agama. Maka pihaknya juga harus membebaskan klerus kami yang ditahan sehingga mereka dapat kembali untuk merayakan Natal bersama umat mereka,” katanya.

Mereka termasuk Uskup James Su Zhimin dari Baoding, 79, dan Uskup Cosmas Shi Enxiang dari Yixian, 90, dari provinsi Hebei, yang telah ditahan tanpa penangkapan resmi atau sidang terbuka, yang masing-masing ditahan sejak tahun 1997, dan 2001.

Sekitar 30 imam lainnya juga telah dipenjara tanpa tuduhan atau pengadilan.

“Sampai sekarang, tidak ada kabar tentang mereka. Kami tahu bahwa pemerintah mengganti nama mereka sehingga sulit bagi kami untuk melacak keberadaan mereka,” kata seorang pengamat Gereja yang meminta identitasnya dirahasiakan.

Pengamat itu menambahkan bahwa para uskup dan imam lainnya juga telah dicegah untuk melaksanakan kewajiban agama mereka.

Beberapa dari mereka berusia lanjut dan tidak menerima bahkan perawatan medis dasar dari pemerintah. Hak asasi mereka dilanggar secara serius, katanya. (Ucanews/Cathnews Indonesia)