Friday 30 December 2011

Friday, December 30, 2011
Silahkan klik tulisan atau gambar untuk lanjut membaca Bukti Toleransi! 'Kenduri Natal', Wujud Akulturasi Gereja Kristen Jawa (GKJ) di Yogyakarta.
WATES (JATENG) - Banyak cara bisa dilakukan untuk menjaga kerukunan antarumat beragama. Salah satunya melalui perayaan Natal.

Dengan mengundang puluhan warga masyarakat sekitar gereja, yakni di Pedusunan Kalipenten, Tegowanu dan Nglotak, Pdt Aris Kristianto Widodo, pendeta Gereja Kristen Jawa (GKJ) Kalipenten, Dusun Tegowanu, Desa Kaliagung, Sentolo, Yogyakarta menggelar acara kenduri yang dinamai Kenduri Natal.

Meski harus melaksanakan kenduri di di kompleks gereja yang di dalamnya banyak terdapat hiasan dinding yang bernafaskan Kristiani, warga tetap datang dengan mengenakan kemeja batik, peci dan sarung, yang menunjukkan bahwa mereka memang didominasi oleh kaum muslim.

Aris dan beberapa keluarganya pun tak mau kalah. Saat menyambut kedatangan para tamu, mereka mengenakan baju yang sama, yakni kemeja batik, sarung, dan peci.

Bupati Kulonprogo didampingi Asisten I Setda Kulonprogo, Sarjana, dan Camat Sentolo, Agus Subagyo, didapuk menyalakan lilin Natal.

”Lilin Natal itu biasa kami simbolkan sebagai penerang umat,” ujar Aris saat ditemui seusai menyalami satu per satu masyarakat yang datang.

Bahkan, masyarakat khusyuk mendengarkan siraman rohani yang disampaikan Pdt. Petrus Mardianto atau yang biasa dikenal sebagai Ki Aryo Aldaka dari GKJ Karangyoso, Purworejo.

”Prinsip saya, di mana bumi dipijak, di situ langit dijunjung,” ujar pendeta yang selalu mengenakan busana tradisional asli Purworejo, yakni sarung dan baju hitam serta memakai udeng itu.

Dituturkannya, keberagaman bukanlah alasan bagi masyarakat untuk tampil lebih unggul dari yang pikiran dan pahamnya tidak sejalan dengannya. Bahkan, pemahaman surga pun ditegaskannya bukan merupakan kepercayaan atas apa yang ada di angan-angan saja. Baginya, surga, lebih merupakan wujud selarasnya hubungan antara manusia, golongan apapun itu.

”Surga itu adalah suwarga. Su itu adalah indah, warga adalah rakyat. Jadi yang dimaksud surga itu kan hubungan yang indah di masyarakat,” ujarnya yang juga merupakan pendeta di Padepokan Kyai Sadrach Karangjoso, Purworejo tersebut.

Memang, peringatan natal, khususnya bagi Aris sendiri seharusnya diperingati secara kontekstual, tidak hanya semata-mata sebagai perayaan untuk agama yang jatuh dari langit. Melainkan harus diperingati sebagai bentuk menjalin hubungan yang harmonis dengan masyarakat, dari golongan dan agama apapun. ”Kontekstual. Itu yang terpenting bagi kami,” tegasnya.

Bahkan, sambil menunjukkan nasi berkat berbungkus daun kelapa yang dibagikan Aris kepada seluruh masyarakat yang mengikuti kenduri tersebut di akhir acara sebelum mereka meninggalkan lokasi, Bupati Kulonprogo, Hasto Wardoyo memberikan apresiasi terhadap apa yang dilakukan Aris.

Menurut Bupati, dengan acara kenduri yang digelar, tak hanya mampu melestarikan budaya, namun juga sangat efektif dalam menjalin hubungan yang baik dengan masyarakat, yang berlatar belakang agama yang berbeda-beda. ”Jadi yang ada di sini, bukan berlatar belakang agama. Tapi tradisi dan kemasyarakatan,” ujarnya. (Harian Jogja)