Tuesday 14 February 2012

Tuesday, February 14, 2012
Silahkan klik tulisan atau gambar untuk lanjut membaca Huria Kristen Batak Protestan (HKBP), Gereja Kristen Rahmani Indonesia (GKRI) dan Gereja Pentakosta Indonesia (GPI) Kaliabang Diberi Kesempatan Mengajukan Ijin Rumah Ibadah.
BEKASI (JABAR) - Kepala Seksi Publikasi Humas Pemerintah Kota (Pemkot) Bekasi, Dalfi Handri mengatakan, bila pengajuan izin bagi bangunan bagi tiga jemaat di Kaliabang yakni Huria Kristen Batak Protestan (HKBP), Gereja Kristen Rahmani Indonesia (GKRI), dan Gereja Pentakosta Indonesia (GPI) yang disegel Sabtu (11/02/2012) lalu, memenuhi persyaratan, maka pihaknya akan memfasilitasi ketiga gereja untuk mendapatkan izin. Selain itu, penyegelan ketiganya akan dibuka.

Persyaratan itu adalah 90 orang jemaat tetap, dan 60 orang warga sekitar rumah ibadah menyatakan tidak keberatan. Hal itu sesuai Peraturan Bersama Menteri Dalam Negeri, dan Menteri Agama No 9 Tahun 2006 dan Nomor 8 Tahun 2006, Perda Nomor 6 Tahun 2011, dan Perwal No 16 Tahun 2006.

"Kalau memang memenuhi persyaratan kami tidak akan menahannya," kata Dalfi.

Dalfi mengatakan, pihaknya harus dapat mengayomi semua pihak, termasuk dalam memberikan izin pendirian rumah ibadah. Namun, hingga saat ini, pihaknya belum menerima pengajuan izin ketiga gereja tersebut. "Kami belum menerima laporan tersebut," kata Dalfi kepada SP, Selasa (14/02/2012).

Dikatakan, selain ketiga rumah ibadah tersebut, pihaknya sedang meneliti kajian dari Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) Bekasi, yang menemukan 260 rumah ibadah tak berizin di wilayah Bekasi. Dikatakan, pihaknya harus lakukan telaah terhadap temuan tersebut, sebelum membuat kebijakan, termasuk menyegel. "Kami tidak bisa main segel begitu saja, harus diteliti dulu," kata Dalfi.

Sementara itu, Wakil Menteri Agama Nasaruddin Umar, mengatakan, persoalan di Bekasi bukan tupoksi Kementerian Agama. Pihaknya hanya melakukan pendidikan atau pembinaan kepada umat baik pada saat bermasalah ataupun tidak.

“Urusan negara sudah habis untuk masyarakat. Jadi kalau ada kasus kriminal itu tugas aparat kepolisian, kalau itu masalah sesat menyesatkan itu tugas MUI dan kalau soal pembangunan rumah ibadah itu urusan pemerintah daerah,” katanya.

Ia mengatakan, Kementerian Agama tidak ingin terlalu ikut campur, tetapi juga tidak lepas tangan dengan persoalan di Bekasi. Sejauh ini pihaknya sudah melakukan upaya penyelesaian, di antaranya mempertemukan pihak bertikai untuk berdialog secara damai.

Kementerian Agama juga terus mendorong pihak kepolisian ataupun pemerintah daerah untuk segera menyelesaikan persoalan bernuansa agama di masyarakat.

“Kami punya cara sendiri untuk selesaikan masalah seperti ini. Kami sudah pertemukan mereka dalam suasana akrab, dan tidak ada masalah antara kami,” katanya lagi.

Nasaruddin menambahkan, Kementerian Agama memiliki bagian Bina Masyarakat (Bimas) Islam, Bimas Kristen dan Bimas lainnya untuk membantu masyarakat jika ada keresahan. Selain itu, saat ini ada sekitar 60.000 penyuluh terdiri dari enam agama yang turun ke masyarakat untuk memberikan dakwah atau pembinaan, termasuk pembinaan terhadap para pihak yang bertikai pada kasus Bekasi tersebut. (SuaraPembaruan)