Wednesday, 22 February 2012

Wednesday, February 22, 2012
Silahkan klik tulisan atau gambar untuk lanjut membaca Pemimpin Kristen di Malaysia Khawatirkan 'Pedoman Konyol' Buatan Pemerintah. KUALA LUMPUR (MALAYSIA) - Para pemimpin Kristen dan lain-lain telah menyatakan kekhawatiran mereka atas proposal pekan lalu sebagai pedoman resmi untuk mengatur hubungan diantara Muslim dan non-Muslim.

“Ini adalah tindakan konyol bahwa setelah 54 tahun merdeka dan masyarakat hidup berdampingan. Namun, kaum Muslim masih perlu ‘pedoman’ untuk interaksi dengan non-Muslim,” kata Marina Mahathir, aktivis hak-hak perempuan dan putri mantan Perdana Menteri Mahathir Mohamad.

Majelis Ulama Malaysia membuat proposal itu pada 16 Februari, dengan judul 'Garis Panduan Fiqh Interaksi Orang Islam dan Bukan Islam di Malaysia' yang mendesak umat Islam untuk menghindari festival keagamaan non-Muslim, menyusul kunjungan Perdana Menteri Najib Razak, yang bertepatan dengan perayaan Hindu baru-baru ini. Kunjungan itu telah menimbulkan perdebatan tentang apakah umat Muslim dapat menghadiri perayaan keagamaan dari agama-agama lain.

“Tentunya kami tahu apa yang kami sebagai umat Muslim dapat dan tidak dapat melakukan, berdasarkan pendidikan agama kami,” kata Marina.

“Pedoman ini bisa menjadi alat yang sangat membantu dalam mempromosikan keharmonisan dan menghindari kesalahpahaman,” kata Pendeta Eu Hong Seng, ketua National Evangelical Christian Fellowship Malaysia.

“Tapi, hanya orang berpikiran sempit, yang ingin mengeluarkan fatwa kepada kelompok-kelompok agama lain dengan menyamar sebagai ‘pedoman.’ Ini akan membawa bencana,” katanya.

Pendeta Thomas Philips, ketua Dewan Gereja Malaysia, mengatakan, pedoman yang diusulkan tidak diperlukan.

“Hukum yang ada sudah cukup untuk menjaga kepentingan semua komunitas,” katanya, seraya menambahkan bahwa pembatasan kaum Muslim untuk mengunjungi perayaan keagamaan non-Muslim “menciptakan lebih banyak kecurigaan di saat berjuang untuk mempertahankan kesatuan dan keharmonisan.”

Namun, seorang ulama Muslim terkemuka mengatakan pedoman tersebut dibutuhkan saat ini karena politisi telah menyalahgunakan Islam.

Asri Zainul Abidin mengatakan kepada media pada 19 Februari bahwa politisi Muslim dari kedua partai, baik yang berkuasa maupun oposisi saling menuduh dengan mengatakan adalah tidak Islami untuk kepentingan politik. (Ucanews/MalaysianInsider/CathnewsIndonesia)