Diberitakan IB Times pada Selasa (13/03/2012), pemerintah Iran mengakui hal ini dihadapan berbagai perwakilan negara-negara di seluruh dunia yang menghadiri pertemuan Dewan Hak Asasi Manusia dari Persatuan Bangsa-Bangsa di Jenewa pada Senin (12/03/2012).
Perwakilan Iran di PBB melalui juru bicaranya Ahmed Shaheed menyatakan Pdt Nadarkhani, yang dijatuhi hukuman mati, telah melakukan tiga pelanggaran, yakni membangun sebuah gereja di rumahnya tanpa ijin resmi dari pemerintah, berkhotbah di kalangan minoritas [umat Kristen] tanpa ada pengawasan dari pemerintah dan melakukan 'penyerangan' terhadap agama Islam.
Dijelaskan secara garis besar, Pdt Nadarkhani telah 'menyerang Islam' dengan melakukan 'penghinaan' terhadap 'junjungan Islam', dengan melanggar peraturan Islam (bukannya peraturan hukum negara) pasal 513 dan 514 yang menyatakan ; hukuman mati terhadap mereka yang 'menghina junjungan Islam' termasuk tokoh-tokoh suci, pemimpin kenegaraan dan keagamaan (supremasi Islam) di Iran.
Pendeta yang menjadi Kristen sejak lahir ini, menjadi pemimpin sebuah gereja Injili di kota penuh toleransi, Rasht, Provinsi Gilan, Iran bagian utara. Ditangkap oleh aparat keamanan pada Oktober 2009 dengan tuduhan awal menginjili Muslim dan memaksa masuk Kristen, serta mengajarkan pendidikan barat [pendidikan Kristen].
Mendapati alasan hukumnya lemah, pemerintah pun beberapa kali merubah tuntutan mereka terhadap pendeta muda ini mulai dengan menuduhnya telah memperkosa beberapa wanita, yang ditambahkan dengan tuduhan sebagai seorang mata-mata pro Israel, yang kemudian tidak terbukti, kemudian dirubah menjadi usaha penentangan Islam dengan mengajarkan doktrin yang berlawanan dengan pengajaran para pemimpin negara di Iran.
Sedangkan bocoran Mahkamah Agung Iran yang didapat ACLJ menyatakan Pdt Nadarkhani hanya dapat bebas dari hukuman mati jika dia menyangkal Yesus Kristus.
Hingga pertengahan Maret ini, kabar tentang Pdt Nadarkhani masih belum jelas, namun menurut ACLJ, Pdt Nadarkhani masih hidup walaupun sudah ada putusan untuk hukuman gantung.
Menurut ACLJ, kepada ChristianPost, masih hidupnya Pdt Nadarkhani akibat gencarnya tuntutan pembebasan yang diserukan dunia Internasional terhadap pemerintah Iran, yang saat juga ini sedang mengalami krisis internasional terkait pembuatan rudal yang akan digunakan menyerang Israel.
Dikatakan pula penahanan Pdt Nadarkhani menjadi 'tameng dan sandera politik' termasuk 'pengalihan' yang digunakan Iran dengan upaya 'uji coba' melihat reaksi internasional atas 'penegakan hukum' Iran terhadap orang-orang yang berbeda keyakinan dengan Islam.
Sebab, telah ada ratusan orang lainnya yang ditahan pemerintah Iran tanpa ada persidangan yang jelas. Selain umat Kristen, ada pula 80 umat Baha'i yang hingga kini belum diketahui nasibnya. (IBTimes/ChristianPost/TimPPGI)
Hingga pertengahan Maret ini, kabar tentang Pdt Nadarkhani masih belum jelas, namun menurut ACLJ, Pdt Nadarkhani masih hidup walaupun sudah ada putusan untuk hukuman gantung.
Menurut ACLJ, kepada ChristianPost, masih hidupnya Pdt Nadarkhani akibat gencarnya tuntutan pembebasan yang diserukan dunia Internasional terhadap pemerintah Iran, yang saat juga ini sedang mengalami krisis internasional terkait pembuatan rudal yang akan digunakan menyerang Israel.
Dikatakan pula penahanan Pdt Nadarkhani menjadi 'tameng dan sandera politik' termasuk 'pengalihan' yang digunakan Iran dengan upaya 'uji coba' melihat reaksi internasional atas 'penegakan hukum' Iran terhadap orang-orang yang berbeda keyakinan dengan Islam.
Sebab, telah ada ratusan orang lainnya yang ditahan pemerintah Iran tanpa ada persidangan yang jelas. Selain umat Kristen, ada pula 80 umat Baha'i yang hingga kini belum diketahui nasibnya. (IBTimes/ChristianPost/TimPPGI)