Saturday, 7 April 2012

Saturday, April 07, 2012
Silahkan klik tulisan atau gambar untuk lanjut membaca Jelang Paskah, Warga Luar Nusa Tenggara Timur Berdatangan ke Larantuka.
LARANTUKA (NTT) – Warga dari luar NTT terus berdatangan ke Larantuka, ibu kota Kabupaten Flores Timur. Tujuannya hanya satu, yakni mengikuti sekaligus menyaksikan secara langsung perayaan pesta Paskah di kota kecil di ujung timur pulau Flores itu.

Perayaan Paskah di Larantuka memang unik. Di sana, peristiwa penderitaan Yesus diungkapkan secara utuh. Siapa saja boleh ikut. Karena perayaan ini merupakan paduan tradisi dan ritual agama Katolik. Itu sebabnya warga non NTT, termasuk turis manca negara sangat antusias mendatangi Larantuka.

Prosesi Semana Santa (Pekan Suci) ialah tradisi yang diwariskan pastor Portugis yang datang ke Larantuka pada abad XVI. Tahun ini, umur prosesi itu mencapai lima abad. Di Portugis, negara asal prosesi ini, sudah lama ditinggalkan. Selebihnya masih diadakan di Filipina dan Syanyol. Inilah yang mendorong umat dari berbagai daerah dan mancanegara datang ke Larantuka.

Prosesi diawali dengan Rabu Trewa (Rabu Abu). Berpusat di dua lokasi yakni Kapela Wure (Kapela Tuan Ma) di Desa Wure, Kecamatan Adonara Barat, Pulau Adonara, dan Kapela Pohon Sirih (Kapela Tuan Ana-Kapela Yesus Kristus) di Larantuka. Trewa artinya bunyi-bunyian. Warga boleh memasang musik atau bunyi-bunyian lain. Gereja masih boleh membunyikan lonceng hingga pukul 20.00. Namun setelah misa Rabu malam, bunyi-bunyian tak dibolehkan.

Esoknya, perayaan perjamuan terakhir, Kamis Putih pukul 10.00 Wita, suasana Larantuka sangat sepi seperti halnya Nyepi pada masyarakat Hindu di Bali. Saat itu, diadakan persiapan mengeluarkan Tuan Ma (patung Bunda Maria). Patung Bunda Maria di Kapel Maria Pante Kebis, akan dimandikan oleh lima suku besar di Larantuka.

Kegiatan memandikan Patung Bunda Maria ini tertutup untuk umum. Namun, setelah pemandian, warga akan mengambil air mandi di bak lalu dipindahkan ke botol untuk dibawa pulang. Air ini diyakini memiliki khasiat. Tuan Ma hanya dikeluarkan setahun sekali saat rangkaian Paskah

Tradisi Paskah di Larantuka pada Jumat Agung dilakukan di laut. Prosesi laut mulai pukul 12.00 WIB dari pantai Kota menuju pesisir, ke desa Pohon Sirih. Sebelum menuju kapel Tuan Ma dan Tuan Ana (patung Yesus Kristus anak Allah), warga lebih dahulu menyambut Tuan Meninu (Yesus Kanak-kanak) di pinggir pantai Desa Pohon Sirih.

Prosesi pengantaran Tuan Meninu diawali oleh satu orang terpilih dari suku khusus yang menjunjung patung Tuan Meninu dari atas kapel menuju sampan khusus. Pada sampan ini, Tuan Meninu diletakkan di bagian depan dan satu orang pembawanya di belakang. Prosesi pengantaran ini diiringi warga menuju ke armida (tempat penataan patung) di dalam Kota Larantuka.

Untuk membuka jalan, anak-anak suku khusus berada di barisan depan iringan prosesi laut dari seberang Larantuka ini. Satu sampan berisi dua anak suku yang disebut laskar kecil. Sebanyak 7-8 sampan laskar kecil ini mengawal Tuan Meninu.

Di belakangnya, warga mengikuti prosesi laut menuju ke pesisir. Perjalanan laut menuju Pohon Sirih berlangsung satu jam. Di pesisir pantai, warga dari dalam Kota Larantuka sudah menunggu. Setibanya di Pohon Sirih, Tuan Meninu diantar menuju armida Pohon Sirih. Selanjutnya, warga berjalan menuju kapel Tuan Ma, lalu menjemput Tuan Ana, dan bersama warga menuju Gereja Katedral Larantuka.

Ritual keagamaan dilakukan dengan mencium salib (bagian dari penghormatan salib) di Gereja Katedral Larantuka mulai pukul 15.00 Wita. Lalu pukul 18.00, umat kembali menjalani prosesi yang dibuka dengan ovos atau peratapan. Ovos atau nyanyian ratapan dilakukan di gereja selama 15 menit.

Lalu umat keluar dari gereja dan mengelilingi delapan armida di Larantuka. Tuan Ma dan Tuan Ana beserta iring-iringan menjenguk delapan armida ini hingga pukul 03.00 Wita, hingga kembali lagi ke gereja. Ini adalah puncak prosesi Semana Santa di Larantuka.

Tapi, ritual Paskah ini belum berakhir. Pada Sabtu pukul 07.00 Wita, Tuan Ma dan Tuan Ana diantar pulang ke kapel masing-masing.

Saat Tuan Ma dan Tuan Ana kembali ke kapel masing-masing, suku mengambil alih prosesi. Suku khusus mengemas kembali Tuan Ma dan Tuan Ana, lalu kapel pun ditutup untuk umum. Berbagai suku, umat, masyarakat Flores hingga tamu asing berbaur dalam rangkaian prosesi lebih dari 24 jam ini.

Sabtu sore, warga Larantuka melakukan Misa Sabtu Santo (Misa Malam Paskah), mulai pukul 18.00 Wita. Pada waktu inilah lonceng gereja boleh dibunyikan kembali. Selanjutnya, ritual Paskah ditutup dengan misa. Misa Minggu dilakukan tiga kali, pukul 06.00, 08.00, dan 16.00 Wita.

Warga kembali ke rumah dan melepas lelah. Selama mengikuti ritual suku dan agama, semua umat bersemangat dan kuat secara fisik. Memang setelahnya tubuh terasa lelah dan kebanyakan warga menikmati waktu istirahat seusai Misa Minggu. Saat ritual Paskah, semua rumah di Larantuka terbuka untuk siapa saja. Tamu asing boleh menumpang mandi atau merebah di setiap rumah. Biasanya gereja juga menyiapkan pemandu wisata bagi tamu asing yang ingin mengikuti prosesi.

Prosesi Paskah di Larantuka memang satu-satunya di Indonesia. Itulah yang membuat warga NTT di perantauan selalu berupaya ke Larantuka saat Paskah tiba.

“Saya selalu ambil cuti dan pulang kampung selama seminggu untuk Paskah ini,” kata Stanislaus Soda yang lahir dan besar di Larantuka dan telah 20 tahun tinggal di Jakarta. (SergapNTT)