Tuesday 3 April 2012

Tuesday, April 03, 2012
Silahkan klik tulisan atau gambar untuk lanjut membaca Penjelasan Gerakan Mahasiswa Kristen Indonesia (GMKI) Terkait Penyerangan, Pengrusakkan Sekretariat dan Penangkapan Aktifis GMKI di Salemba.
JAKARTA - Gerakan Mahasiswa Kristen Indonesia (GMKI) menyikapi berbagai pemberitaan miring terkait dengan penyerangan dan penangkapan sejumlah aktivisnya oleh polisi pada Sabtu (30/03/2012) malam, dengan menggelar konferensi pers Senin (01/04/2012) siang di ruang rapat PGI.

Konferensi pers ini dihadiri oleh sejumlah pimpinan GMKI baik itu dari unsur Pengurus Pusat GMKI maupun BPC GMKI Jakarta. Beberapa senior GMKI termasuk Nefos Daely Sekretaris Umum Pengurus Nasional Perkumpulan Senior GMKI dan Pdt Henry Lokra mewakili Badan Pengurus Persekutuan Gereja-gereja di Indonesia (PGI).

Ketua Umum PP GMKI Johnny Rahmat menjelaskan bahwa sekitar 150 orang aparat kepolisian melakukan pengepungan dan penyerangan, mereka melakukan penembakan gas airmata ke arah Sekretariat GMKI.

"Ada sekitar 150 atau lebih polisi mengepung sekretariat kami. Itu melanggar HAM. Kita tidak melakukan perlawanan. Yang terjadi adalah penyerangan sepihak," katanya

Kemudian, polisi melakukan penggeledahan dokumen dan sejumlah fasilitas GMKI tanpa surat ijin, dan melakukan pengrusakan terhadap sekretariat GMKI Jakarta, termasuk juga penggeledahan terhadap sejumlah ruangan di PGI.

Lebih lanjut Johnny yang turut menjadi korban kebiadaban polisi ini, mengemukakan bahwa tindakan penangkapan terhadap sejumlah pimpinan dan aktivis GMKI baik dari Pengurus Pusat GMKI maupun BPC GMKI Jakarta, dilakukan dengan tanpa adanya prosedur hukum dan diwarnai dengan tindakan kekerasan fisik oleh sejumlah petugas polisi, berupa tendangan dan pukulan ke arah aktivis dan pimpinan GMKI.

"Polisi melakukan penangkapan paksa tanpa prosedur yang berlaku. Juga melakukan pemukulan kepada kami," tegasnya.

Bahkan hingga pemeriksaan di Mapolres Jakarta Pusat, masih menurut Johnny, aktivis GMKI masih mengalami tindakan semena-mena sebagaimana layaknya pelaku kejahatan.

 Sekalipun kini semua aktivis GMKI yang ditahan di Mapolres Jakarta Pusat telah dibebaskan, namun berbagai tindakan dan langkah yang telah dilakukan oleh pihak kepolisian, akan tetap disikapi oleh GMKI sebagaimana ketentuan yang ada.

Lapor ke Lembaga Internasional
Pengurus Pusat (PP) Gerakan Mahasiswa Kristen Indonesia (GMKI) berniat mengadukan penyergapan aktivis yang dilakukan aparat kepolisian Indonesia ke United Nations Educational, Scientific and Cultural Organization (UNESCO).

Ia mengatakan, niat itu ingin dilakukan karena aparat kepolisian dengan jumlah pasukan yang begitu banyak menyergap para aktivis mahasiswa GMKI yang berunjukrasa menolak kenaikan harga BBM layaknya menyergap teroris.

"GMKI akan melaporkan kejadian ini ke Komnas HAM dan menginformasikan ke seluruh jaringan nasional dan internasional. Perlu diketahui bahwa GMKI berafiliasi secara internasional dengan World Student Christian Federation (WSCF) yang menjadi federasi gerakan mahasiswa kristen sedunia yang memiliki hak suara Economic and Social Counsil (ECOSOC) di PBB," ujarnya.

Polisi Harus Minta Maaf
Selain itu, lanjutnya, GMKI juga mendesak agar polisi meminta maaf dan Kapolres Metro Jakarta Pusat dicopot dari jabatannya karena lebih menggunakan kekerasan dalam menangani aksi unjukrasa.

Sementara itu, Kuasa Hukum GMKI, Itamari Lase menilai, tindakan aparat kepolisian yang melakukan penyerangan dengan menggunakan gas air mata disertai dengan penyergapan terhadap puluhan mahasiswa aktivis GMKI sudah melanggar hak asazi dan juga melanggar prosedur hukum.

“Tindakan aparat yang melakukan penggeledahan tergadap aktivis GMKI tidak sesuai prosedur sebab sebagian aktivis GMKI yang ditangkap kemarin baru saja pulang dari aksi di DPR.

Penangkapan mereka juga tidak dengan surat penangkapan. Apalagi para mahasiswa GMKI ternyata tidak terbukti melakukan pengrusakan dan kekerasan,” tegasnya.

Sebagai langkah lanjut GMKI, Itamari menegaskan, akan mengadukan tindakan aparat kepolisian dan Kapolres Jakpus ke Propam sebagai pemimpin penyergapan terhadap mahasiswa pengunjuk rasa.

Selain itu GMKI juga melaporkan kepada jaringan internasional bahwa penanganan aparat polisi dalam menangani unjukrasa justru cenderung memberi contoh kekerasan.

"Kita minta Kapolres Jakarta Pusat dicopot dan Polisi harus meminta maaf kepada para mahasiswa. Bebaskan aktivis GMKI yang masih ditangkap di Polda Maluku Utara bersama aktivis lainnya dan pemerintah harus bertanggung jawab atas segala kerugian yang terjadi," ungkap Itamari.

Itamari menjelaskan, 19 aktivis GMKI yang ditangkap saat berunjukrasa menolak kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) kini sudah dibebaskan semua, namun seorang diantaranya bernama Edi Simamorang masih menjalani perawatan di RS PGI Cikini lantaran mengalami luka pada bagian kepala akibat terkena popor senjata aparat. (Gerejani/Okezone)