Wednesday 9 May 2012

Wednesday, May 09, 2012
Silahkan klik tulisan atau gambar untuk lanjut membaca Forum Kerja Gereja Papua (FKGP) Minta Pemerintah Indonesia Hentikan Kekerasan dan Buka Dialog. JAYAPURA (PAPUA) - Terjadinya sejumlah aksi kekerasan di Papua selama ini serta pembiaran terhadap aspirasi pemenuhan hak sosial, politik, ekonomi dan budaya orang Papua dianggap menjadi salah satu penyebab suburnya aspirasi orang Papua untuk merdeka dan terlepas dari Indonesia.

Hal ini diutarakan Forum Kerja Gereja Papua (FKGP) yang meminta pemerintah RI segera mengehentikan kekerasan, dan membuka diri berdialog dengan rakyat Papua melalui mediasi pihak ketiga yang netral. Sambil mempraktekkan tema 'Damai dan Kasih Itu Indah' seperti yang dipasang di kompleks dan gedung-gedung TNI/POLRI.

Ketua Persekutuan Gereja Baptis di Tanah Papua (PGBP), Socratez Sofyan Yoman menilai, negara gagal membangun nasionalisme Indonesia di Papua, namun berhasil membangun aspirasi Papua merdeka lewat cara penindasan, kekerasan, dan sebagainya.

“Jadi rantai kekerasan dan stigma separatis, makar, OPM harus dihentikan. Jika tidak, kapan mau membangun rakyat Papua. Jadi pemerintah RI sukses menyuburkan aspirasi Papua Merdeka dan butuh waktu lama menghapus itu. Namun dengan cara menghargai martabat rakyat Papua dan mendengar aspirasi mereka,” kata Socratez Sofyan Yoman, Rabu (02/05/2012).

Menurutnya, selama ini perlawanan rakyat Papua dinilai, hanya dilakukan segelintir orang, lalu apakah yang selalu turun jalan hanya segelintir orang. Dan jika selama ini pemerintah RI mengkampanyekan memperhatikan situasi HAM di Papua dalam semangat Otsus, namun realitanya tidak seperti itu.

“Itu bukti bahwa Otsus itu gagal. Padahal dalam UU Otsus ada proteksi untuk pemberdayaan orang asli Papua, keberpihakan, perlindungan dan sebagainya. Namun seperti terjadi di Paniai, sampai sekarang Brimob buat pos di kebun masyarakat, ini satu kejahatan negara. Dan ini tidak bisa dikatakan dilakukan oleh oknum. Aparat keamanan tidak pernah melakukan sesuatu tanpa ada perintah. Jadi wajar rakyat Papua melakukan resistensi dan perlawan terhadap RI,” ujarnya.

Orang Papua Diabaikan Sementara Ketua Sinode Kingmi di Tanah Papua, Pdt. Benny Giay menuturkan, aksi turun jalan rakyat Papua akan terus terjadi dan tidak tahu kapan berakhir. Hal ini disebabkan dua hal.

“Pertama, akar persoalannya menurut kami adalah pengabaian, pengingkaran, sikap masa bodoh, dan arogan terhadap tuntutan hak sosial ekonomi. Jadi semua tuntutan selama ini, itu berawal dari situ. Selain itu tuntutan budaya dan martabat dan pembiaran terhadap hak, dan tidak diberi ruang membuat orang Papua melakukan perlawanan terus menerus. Bagi kami ini adalah proses-proses pengembangbiakan benih Papua Merdeka. Jadi kalau dua hal ini tidak diperhatikan, besok hal yang sama tetap terjadi,” tutur Pdt. Benny Giay.

Menurutnya, 16 Desember lalu, pihaknya bertemu dengan presiden SBY, meminta agar menghentikan operasi keamanan di Paniai. Dan saat itu presiden perintahkan Panglima TNI dan Kapolri hentikan operasi.

“Namun itu tidak terjadi. Yang seperti inilah yang membuat orang Papua menjadi radikal,” ucap Pdt. Benny Giay. (Jubi)