Tuesday, 8 May 2012

Tuesday, May 08, 2012
Silahkan klik tulisan atau gambar untuk lanjut membaca Mohon Doa! Dilarang Mendirikan Gereja, Jemaat Huria Kristen Batak Protestan (HKBP) Syaloom Aurduri Gugat Walikota Jambi.
JAMBI – Penghentian pembangunan dan aktivitas gereja HKBP Syaloom di RT 12 Aurduri, Penyengat Rendah, Telanaipura, melalui Surat Keputusan (SK) Walikota Jambi, berujung masalah.

Pimpinan Jemaat HKBP Syaloom Aur Duri, Pdt Togu H Sitorus dan Kristok Damanik, Ketua Panitia Pembangunan gedung Huria Kristen Batak Protestan (HKBP) Syaloom Aur Duri resmi melayangkan gugatan ke Pengadilan Tata Usaha Negara.

Kedua penggugat ini menunjuk Musri Nauli dan Sri Hayani sebagai pengacara. Musri Nauli mengatakan, kliennya tidak terima dengan SK yang dikeluarkan walikota tersebut. “Ini sidang perdana, pembacaan gugatan,” ujar Musri Nauli. Dia mengatakan, dalam gugatan itu ditegaskan SK Nomor: 452.2/1231/Kesra tertanggal 14 Desember 2011 yang dikeluarkan Walikota Jambi menyatakan penghentian kegiatan pembangunan dan aktivitas gereja HKBP Syaloom di RT 12 Aurduri.

Atas SK itu kemudian dilakukan penghentian kegiatan pembangunan tempat ibadah yang dipimpin Kristok Damanik, serta dilakukan penyegelan. “Kita menilai hal ini melanggar Peraturan Bersama Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri Nomor 9 Tahun 2006 dan Nomor 8 Tahun 2006. Dalam aturan itu sama sekali tidak memberikan wewenang kepada tergugat untuk menghentikan kegiatan pembangunan dan menghentikan aktivitas ibadah,” terangnya.

Dampak dari penghentian ini, ungkapnya, menyebabkan para penggugat tidak dapat menjalankan ibadah. Selain itu juga ia juga menyebut perbuatan yang dilakukan oleh walikota bertentangan dengan asas-asas umum pemerintahan yang baik, karena SK itu dilakukan tidak cermat untuk menghentikan kegiatan pembangunan dan aktivitas gereja HKBP Syaloom.

Atas persoalan ini, para penggugat tersebut meminta PTUN membatalkan SK Walikota Jambi tanggal 14 Desember 2011 Nomor: 452.2/1231/kesra tentang Penghentian Kegiatan Pembangunan dan Aktivitas Gereja HKBP Syaloom di RT.12 Aur Duri. Kemudian mencabut SK itu. “Kita juga meminta tergugat untuk membayar biaya yang timbul dalam perkara ini,” katanya.

Sejarah HKBP Syalom Aurduri
Kehadiran gereja HKBP Syalom Aurduri dilatarbelakangi oleh jemaat untuk beribadah ke gereja HKBP Kotabaru. Selain karena faktor kemampuan ekonomi yang minim kala itu, juga yang terpenting karena lokasinya jauh, kurang lebih 20 kilometer.

Era tahun 90an, Pemerintah Provinsi Jambi memang pernah menerbitkan Peraturan Gubernur yang menetapkan Kecamatan Kotabaru sebagai lokasi khusus pendirian gereja. Tak heran, banyak gereja akhirnya berdiri di sana. Namun karena penyebaran jumlah penduduk, banyak umat Kristiani yang berinisiatif membangun gereja di luar kawasan tersebut, tergantung dengan lokasi tempat tinggal mereka.

Jemaat Aurduri memilih ini. Sejak tahun 1992, jumlah jemaat hanya tujuh keluarga. Mereka adalah keluarga St. T. Tambunan, R.T. Pardosi, M. Manalu, J. Manalu, A. Pardede, Simbolon, dan Purba. Awalnya mereka beribadah dari satu rumah ke rumah lainnya secara bergiliran.

Hingga akhirnya pada 10 Desember 1994, mereka membangun tempat ibadah dengan kondisi darurat di atas tanah milik Ny B.T. Simorangkir br Tampubolon yang tinggal di Jakarta. Bangunan itu hanya berukuran 6 x 8 m, beratap daun nipah, bertiang kayu bulat, dan setengahnya berdinding kayu papan afkir (kayu bekas potongan papan). Pembangunan tempat ibadah ini juga dipicu dari penolakan pemerintah setempat meminjamkan gedung sekolah dasar sebagai tempat kebaktian natal. Dengan rasa getir, mereka mendirikan tenda di lokasi tersebut untuk merayakan natal seadanya. 

Jumlah penduduk terus bertambang sampai 18 keluarga. Mereka akhirnya bersepakat, beribadah di lokasi darurat tersebut selama tiga tahun. Mereka berpikir, beribadah di gereja darurat tadi tidak memungkinkan lagi. Di samping bangunannya tidak mampu menampung jumlah jemaat lagi, tanah itu berstatus pinjaman.

Pada Juli 1997, jemaat HKBP Tebet, Jakarta melakukan kunjungan rohani ke Jambi. Jemaat HKBP Tebet meninjau tempat peribadatan Aurduri. Mereka prihatin. Tak disangka-sangka, salah seorang dari mereka bersedia menyumbangkan sebidang tanah sebagai lokasi gereja baru. Lokasinya jauh dari keramaian. Boleh dibilang di tengah hutan.

Sejak itu, secara perlahan-lahan Gereja Syalom Aurduri dibangun mulai dari kondisi darurat berukuran 9 x 18 meter. dengan ukuran. Pembangunan ini juga dibantu seorang misionaris asal Korea.

Setelah gereja itu selesai dibangun dan proses perijinan dikantongi secara lengkap, pertama kali digunakan pada 17 November 1997. Namun tantangan tak pernah berhenti. Pihak gereja dipanggil pemerintah setempat dan dilarang memfungsikan bangunan itu sebagai gereja. Bahkan bangunan itu diminta segera dibongkar.

Karena takut dengan segala macam bentuk ancaman, sejak 22 Desember 1997, di gereja itu segala aktifitas peribadatan dihentikan. Mereka terpaksa merayakan Natal dan Tahun Baru beratapkan tenda di lokasi gereja sebelumnya. Banyak orang, dari anak-anak sampai orang dewasa meneteskan air mata selama proses peribadatan di lokasi darurat itu. 

Gereja baru difungsikan kembali secara nekat menjelang sidang umum MPR-RI tahun 1998 sampai sekarang. Namun, surat panggilan tak henti-hentinya melayang, meminta agar gereja segera dibongkar. Ketegangan terus berlangsung bertahun-tahun. Sampai akhirnya pada tahun 2003 terbit SK Mendagri dan Menag yang menyatakan bahwa bangunan gereja/rumah ibadah boleh difungsikan apabila sudah memenuhi kebutuhan nyata. Terbukti saat itu, jumlah jemaat HKBP Syalom sudah mencapai 150 kepala keluarga.

Tahun 2004, setelah gereja lama dirasa mulai lapuk dan mulai tidak mampu menampung jumlah jemaat yang terus bertambah, maka rencana pembangunan gereja baru mulai dilakukan. Tahapan pembangunan memakan waktu lama mengingat struktur tanah rawa.

Tahun 2006, proses pembangunan gereja dimulai sambil terus mengurus IMB sesuai syarat dalam Peraturan Bersama Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri Nomor 9 Tahun 2006 dengan Nomor 8 Tahun 2006 tentang Pedoman Pelaksanaan Tugas Kepala daerah/Wakil Kepala Daerah dalam Pemeliharaan Kerukunan Umat beragama dan Pendirian Rumah Ibadat. Banyak hambatan yang dihadapi. Misalnya, ketika meminta formulir isian IMB dari Dinas Tata Kota, mereka justru tidak mau memberikan. 

Alhasil sepanjang tahun 2004 sampai pertengahan tahun 2011, kondisi peribadatan sangat tenang. Kondisi mulai memanas pada akhir November 2011. Belasan warga yang mengatasnamakan Perwakilan Masyarakat Penyengat Rendah, Kecamatan Telanaipura, Kota Jambi – lokasi tempat berdirinya gereja itu mendemo Kantor DPRD Kota Jambi. Pada 29 November 2011 itu, mereka mendeadline Pemerintah Kota Jambi selama 15 hari agar segera menghentikan pembangunan gereja. ''Kalau dalam 15 hari tak dihentikan, izinkan kami yang bertindak," ujar perwakilan massa seperti dilansir Posmetro Jambi edisi 29 November 2011. Massa diterima Asisten II Abdullah Sani, Kepala Kesbangpol Susilo dan Kabag Kesra. 

Awal Desember, digelar pertemuan yang sifatnya mendadak. Pertemuan itu difasilitasi Asisten III untuk mencari solusi yang terbaik terkait pembangunan gereja tersebut. Hasilnya, pembangunan gereja dihentikan sementara sampai proses pengurusan IMB dapat dipenuhi oleh panitia pembangunan. Pada kesempatan itu, secara tegas Asisten III menyatakan bahwa proses peribadatan di Aurduri berjalan seperti biasa. Artinya, gereja lama dijamin pemerintah kota tidak disegel.

Tiba-tiba Walikota Jambi, Bambang Priyanto menyurati panitia pembangunan dengan nomor 452.2/1231/Kesra tertanggal 14 Desember 2011. Isinya sangat mengagetkan. Pemerintah Kota memutuskan untuk menghentikan kegiatan pembangunan gereja serta segala aktifitas peribadatan.

Alhasil, pada 23 Desember 2011, Satpol PP menindaklanjuti surat tersebut dengan langsung menyegel bangunan gereja baru. Pihak kepolisian turun tangan ke lokasi. Hampir semua unsur muspida hadir saat itu. Terjadi ketegangan karena pihak gereja sempat menolak upaya penyegelan. Namun Kepala Satpol PP, Sabriyanto berjanji, bahwa penyegelan hanya sebatas bangunan baru. “Kami hanya menyegel bangunan baru. Kalian tetap bisa menggunakan bangunan lama,” kata Sabriyanto di depan massa.

Ternyata janji Sabriyanto meleset. Keesokan harinya, jam 7 pagi, puluhan aparat Satpol PP dan kepolisian datang kembali dan langsung menyegel bangunan lama berdasarkan Perda No. 6 Tahun 2002 tentang IMB. Suasana mendadak histeris. Puluhan jemaat bertangis-tangisan sambil berdoa di depan gereja. Mereka semua mengelilingi gereja berkali-kali.

Kebaktian malam Natal tetap digelar dengan suasana sedih. Tanpa tenda dan beralaskan tikar serta penerangan seadanya. Begitu pula peribadatan keesokan harinya, kondisinya sama. Banyak umat meneteskan air mata kala beribadah.

Pasca penyegelan, proses peribadatan tetap digelar setiap hari minggu. Namun karena tekanan psikologis, jumlah jemaat semakin hari semakin berkurang. Sampai kebaktian pada 29 Januari 2012, jumlah jemaat paling banter yang beribadah hanya berjumlah 100 orang. Artinya berkurang secara drastis.(MetroJambi/ForumPeduliBangsa)