Silahkan klik tulisan atau gambar untuk lanjut membaca Mohon Doa! Jemaat Gereja Bethel Indonesia (GBI) Kharisma Samarinda Dilarang Beribadah Karena Tak Miliki Ijin 'Ibadah'.
SAMARINDA (KALTIM) - Sebuah ruko di Kompleks Ruko Rapak Indah Jl Cipto Mangunkusumo Kelurahan Sei Keledang Kecamatan Samarinda Seberang, Samarinda pada Minggu (06/05/2012) pagi, dirusak oleh puluhan orang yang sebagian besar adalah warga sekitar.
Motif pengrusakan ruko milik Charles (35) karena warga keberatan ruko tersebut digunakan sebagai tempat ibadah jemaat Gereja Bethel Indonesia (GBI) Kharisma, sebab menurut mereka jemaat tersebut tidak memiliki ijin untuk 'mengadakan ibadah'.
Dalam serangan tersebut satu orang polisi dari Polres Samarinda terluka. Sementara setidaknya sudah dua orang pelaku pemukulan aparat dan pengrusakan ruko tersebut yang sudah diamankan sementara tujuh lainnya sedang buron.
Ruko tersebut empat Minggu belakangan dijadikan tempat ibadah setiap hari Minggu sekitar pukul 09.30.
Pemilik ruko dan gembala GBI Kharisma telah beberapa kali mengirimkan surat ijin kepada Pemkot Samarinda. Namun izin gagal didapatkan karena warga di lingkungan setempat tidak memberi restu. Meski belum mengantongi izin, jemaat bersikeras tetap datang ke ruko tersebut untuk menunaikan ibadah. Hal ini membuat warga sekitar tidak senang.
Dua minggu sebelumnya, sejumlah warga sekitar sempat mendatangai langsung para jemaat agar tidak menggunakan ruko sebagai tempat ibadah sampai mendapatkan izin. Ketika itu permasalah bisa dipecahkan lewat musyawarah. Namun selepasnya, jemaat tetap datang, sebab jemaat menilai permohonan ijin dalam proses dan adalah hak mereka untuk tetap melaksanakan ibadah, setidaknya tanpa menggunakan toa.
Sejak saat itu warga pun mengancam akan menyerang ruko jika jemaat masih bersikeras beribadah. Dan puncaknya terjadi saat kehadiran puluhan massa tersebut, mereka pun dihadang beberapa polisi dan Satpol PP menjaga ruko itu sebagai langkah antisipasi.
Massa tiba dengan sepeda motor dan berbekal senjata tajam, sekitar pukul 08.30 saat jemaat belum datang. Dengan emosi yang meluap-luap, mereka mendatangi ruko berlantai dua bercat abu-abu itu. Karena kalah jumlah, polisi dan Satpol PP yang menjaga ruko tidak bisa mencegah lebih jauh sehingga massa dengan leluasa merangsek kedalam ruko tersebut.
Setelah masuk ke dalam ruko itu massa merusak properti yang ada di dalamnya: kursi, meja, kipas angin, kaca dan altar. Tidak ada satu pun jemaat yang berada dalam ruko saat itu. Saat itu pintu geser besi ruko masih tertutup rapat dan digembok, sehingga massa menghancurkan tiga jendela besar di samping ruko untuk masuk ke dalam.
Seorang polisi yang berjaga, dipukul oleh salah seorang anggota massa berinisial TS (36) ketika mencoba mencegah pengrusakan.
“Teman kami coba menghalangi mereka. Dia bertanya siapa yang bertanggungjawab atas aksi itu. Tiba-tiba salah seorang pelaku pengrusakan memukul teman kami. Saat itu juga pelaku kami tangkap. Saat kejadian kami dibantu Satpol PP. Tapi ketika itu kami kalah jumlah,” ujar salah seorang polisi yang berjaga di TKP. Tak lama kemudian bala bantuan dari Polres Samarinda, Satpol PP dan TNI datang dan situasi bisa diredam. Massa pun bubar.
Polisi juga mengamankan RD, seorang pemilik warung yang berada tepat di sebelah ruko itu. RD diduga sebagai orang yang berada di balik aksi ini. Sebelumnya RD menggalang dukungan dengan menyebarkan permintaan tandatangan warga sekitar untuk menolak penggunaan ruko sebagai tempat ibadah.
Selain itu, polisi juga tengah memburu tujuh orang lainnya yang diduga sebagai otak di balik pengrusakan dan pelaku pengrusakan. Mereka adalah SF, AI, SY, AF dan IA. Dua lainnya tengah dicari identitasnya.
Pemkot Melarang
Jemaat GBI Kharisma mengakui telah mengirimkan surat ijin 'peribadatan' kepada Pemkot Samarinda. Namun, atas nama segelintir 'warga sekitar' pemkok pun membalas dengan melayangkan dua surat kepada pemilik ruko dan gembala GBI Kharisma untuk tidak menggunakan ruko itu sebagai tempat kegiatan peribadatan.
Surat pertama 431.21/0411.1A/BKPPM.I/IV/2012 yang dikirimkan pada bulan April. Pada 3 Mei lalu, Pemkot kembali bersurat dengan nomor 431.21/0511/BKPPM.I/V/2012. Isinya sama: melarang ruko itu dijadikan tempat peribadatan sebelum mendapatkan perizinan resmi dari Pemkot.
Sebab mereka berdalih, Peraturan Bersama Mentri Agama Dan Menteri Dalam Negeri 9/2006 dan 8/2006 menyatakan pendirian tempat ibadah selain harus mendapat izin Pemkot juga mendapatkan izin dari warga sekitar berupa tandatangan sejumlah orang.
“Pemerintah punya kewajiban untuk melindungi warga dalam melaksanakan ibadah sesuai undang-undang. Pemerintah juga berhak menghentikan apabila ada penyalahgunaan agama atau menodai agama, serta mengganggu ketentraman dan ketertiban umum. Sebelum mengeluarkan surat terakhir, kami juga sudah mengeluarkan surat tentang penghentian peribadatan pada ruko itu,” dalih Nusyirwan, wakil walikota Samarinda.
Setelah dikeluarkannya surat yang pertama, Pemkot mengundang jemaat GBI Kharisma yang datang bersama pengacaranya untuk berdialog di Pemkot. Ketika itu hadir pula Kepala Kesbangpolinmas Darjad, wakil dari Kantor Kementerian Agama Samarinda, pejabat Kecamatan Samarinda Seberang, Lurah Sei Keledang dan Ketua RT 29 Sei Keledang. Sementara wakil dari Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) Samarinda ketika itu tidak hadir karena dalam proses transisi kepengurusan baru.
Beberapa hari setelah pertemuan itu, Pemkot menggelar lagi pertemuan dengan warga RT 29 Sei Keledang membahas izin warga terhadap permohonan perizinan yang diajukan jemaat GBI Kharisma. Hasilnya, warga RT 29 sepakat menolak dialihfungsikannya ruko menjadi tempat ibadah oleh GBI Kharisma.
“Setelah pertemuan itu, kami keluarkan surat kedua, yang terakhir. Kami perintahkan kepada pengurus GBI Kharisma agar menghentikan segala jenis kegiatan ibadah di ruko tersebut,” tukasnya.
Pemkot juga berharap agar pelaksanaan aktivitas ibadah GBI Kharisma dilaksanakan pada tempat yang sesuai dan dapat memberikan kenyamanan dan ketentraman bagi para jamaah agar bisa melakukan ibadah secara rutin dan berkelanjutan.
Langkah Pemkot selanjutnya adalah bersama GBI Kharisma dan FKUB Samarinda mencari lokasi terbaik bagi jemaat agar dapat beribadah dengan baik. “Kita akan sama-sama cari lokasi tempat ibadah yang paling baik baik GBI Kharisma dengan berdiskusi bersama-sama, termasuk FKUB. Supaya tidak ada salah paham lagi,” tutupnya. (KoranKaltim/TimPPGI)
intoleransi
Kalimantan dan Sulawesi
Kaltim
kekerasan atasnama agama
mohon doa
Samarinda
tekanan kepada umat Kristen